🍁 22. Gagal 🍁

Malem, temans ...
Ney triple up-nya. Hayukk mbaca sambil mojok ngemil kuaci😁

Saat keluar dari hotel tepat pada pukul satu siang, Azalea sudah melihat mobil Randu di seberang jalan. Dia bergegas menghampiri suaminya setelah dibantu menyeberang oleh security hotel yang bertugas. Masuk ke dalam mobil, Azalea disambut senyum Randu yang merekah serta sebatang cokelat kesukaannya.

"Makasih, Mas," ujar Azalea gembira.

Randu hanya menanggapi ucapan Azalea dengan anggukan dan mengemudikan mobil setelah memakai kacamata hitamnya. Azalea tidak masalah dengan respon Randu yang memang pelit. Sebentar saja perjalanan itu sudah masuk jalan tol. Setelah masuk gerbang tol, Randu mengemudi lebih cepat dari biasanya. Bahkan bisa dibilang suaminya sedang ngebut.

Satu hal yang berbeda sejak Azalea mengatakan ingin ikut Randu keluar kota. Randu menjadi sedikit lebih pendiam meski beberapa kali tangan kirinya menggenggam tangan Azalea. Azalea tidak keberatan dan balas menggenggam jemari Randu dan meremasnya lembut. Sesekali Azalea menyuapkan sepotong cokelat untuk suaminya dan lagi-lagi dihadiahi senyuman.

Randu yang banyak senyum tentu bukan Randu yang biasanya. Normalnya pria itu selalu diam dan minim ekspresi walau memperhatikan banyak hal. Bahkan saat mereka berhenti di rest area, Randu turun dari mobil terlebih dulu dan membukakan pintu untuk Azalea. Berjalan meninggalkan parkiran pun, tangan mereka kembali bertaut. Gandengan mereka juga tidak terlepas saat berdiri memesan makanan di restoran cepat saji.

Perlakuan manis Randu mengikis kemarahan dalam diri Azalea. Secara perlahan dia lebih membuka diri untuk suaminya. Dengan semua yang dia terima dari Randu, rasanya tidak mungkin jika pria yang dicintainya itu tidak memiliki perasaan apa-apa. Pasti ada rasa cinta yang tak terkatakan dan lebih disampaikan melalui tindakan.

Meyakini bahwa dia adalah pemilik hati Randu, niat Azalea untuk bertahan semakin kuat. Suaminya adalah pria menarik yang pantas diperjuangkan. Setidaknya begitulah yang terlihat di matanya. Jika dulu dia bersedia dinikahi Randu begitu cepat maka dia memiliki tanggung jawab sekarang. Azalea memiliki banyak keinginan untuk membuat keadaan menjadi baik.

"Diem aja. Ngelamunin apa?" Randu memutus keterdiaman Azalea.

"Nggak ngelamun," jawab Azalea. "Hanya sedikit berpikir, kok aku semangat banget sama kencan kita kali ini."

"Lama banget kita nggak keluar bareng seperti ini. Seingatku malah belum pernah sejak kelahiran Deasy."

Sudah begitu lama dan Azalea baru menyadari itu. Rasanya semua kekacauan dalam rumah tangganya memang tidak terjadi begitu saja. Ada proses dan kesempatan yang mendasarinya sehingga segala sesuatu menjadi di luar kehendaknya.

***

Azalea terkesan bahwa hotel tempatnya menginap dengan Randu bisa dikatakan cukup bagus. Dia tersenyum masam mengingat bahwa itu semua bukanlah dalam rangka bekerja, tetapi janjian kencan yang dilakukan oleh Randu selama berminggu-minggu dengan membohonginya.

"Hotel yang cukup bagus, ya, Mas?"

"Hmm," gumam Randu.

Saat Randu membersihkan tubuhnya, pintu kamar mereka diketuk dari luar. Azalea melangkah perlahan ke pintu. Tanpa ragu-ragu dia membuka pintu kamarnya.

"Mas Randu kok nggak ...." Ucapan si tamu langsung berhenti begitu melihat Azalea.

"Ya, Mbak, ada yang bisa saya bantu?" tanya Azalea tenang.

Azalea mengamati wanita yang berdiri di hadapannya. Wajah yang dipulas make up tidak terlalu tebal dan lipstik berwarna merah. Mengenakan blus berwarna biru langit serta celana hitam panjang serta sepatu wedges setinggi lima senti. Secara keseluruhan itu adalah penampilan yang menarik.

"Mbak siapa? Kenapa bisa di kamar Mas Randu?"

"Saya Azalea, istri Mas Randu. Mbak sendiri siapa?" Azalea mengulurkan tangannya.

"Saya Nita, Bu. Sales cabang Semarang," balas Nita menyambut uluran tangan Azalea.

"Oh ... sales-nya Mas Randu. Ada yang perlu saya sampaikan buat Mas Randu?"

Nita menggeleng. "Tidak, Bu. Saya tunggu di kafe sebelah hotel saja. Pak Randu sudah tahu."

Azalea tersenyum. "Tadi saya dengar manggil Mas Randu, sekarang Pak. Nggak usah sungkan hanya karena saya mendampingi Mas Randu. Senyamannya sajalah, Mbak Nita. Terkadang keakraban sales dan atasannya juga diperlukan supaya kerja sama tidak canggung. Bukankah begitu?"

"Iya, Bu. Saya permisi dulu," pamit Nita.

Pintu tertutup setelah Nita berlalu. Azalea beranjak kembali ke ranjangnya dan membuka koper. Tak lama Randu muncul dengan handuk yang melilit pinggang sementara tangannya mengeringkan rambut dengan handuk kecil. Randu meletakkan handuk dan mengenakan baju yang sudah disiapkan Azalea.

"Siapa yang datang?" Randu bertanya

"Sales namanya Nita."

Randu sempat menghentikan tangannya yang sedang menyisir rambut. "Nita? Bilang apa dia?"

"Katanya ada yang mau disampaikan. Emang sales-mu suka begitu, ya, Mas?"

"Begitu bagaimana?"

"Mengunjungi kamar atasannya. Bukankah itu nggak sopan?"

Randu mendekati Azalea dan mengusap rambutnya. Dilabuhkannya sebuah kecupan di pelipis Azalea lalu berujar, "Mandilah, nggak usah mikir yang aneh-aneh."

Bukannya langsung menuruti perkataan Randu, Azalea malah memeluk erat suaminya. Menghirup dalam-dalam wangi Randu yang selalu dia sukai. Selagi tidak ada Deasy bersama mereka yang memonopoli perhatian Randu maka Azalea memutuskan untuk menikmati kembali kemesraan yang sama seperti saat anak mereka belum lahir.

***

Randu dan Azalea masuk ke kafe yang ada di sebelah hotel tiga puluh menit kemudian. Nita sudah menunggu di salah satu meja sambil memainkan ponsel. Azalea menyapa terlebih dulu dan langsung dibalas senyum yang tak kalah lebarnya oleh Nita.

"Mbak Nita sudah makan?" Azalea bertanya sementara matanya membaca menu satu per satu. Memilih apa yang akan dia pesan untuknya dan Randu.

"Belum, Bu."

"Pesanlah kalau begitu." Azalea menyampaikan pesanan kepada pelayan dan mengamati Nita memilih makanannya sendiri.

Makan malam itu berlangsung kaku. Nita yang sepertinya tidak bebas mengatakan sesuatu sementara Randu kembali tetap bungkam seperti biasanya. Azalea ... sudah pasti menempel suaminya sambil terus mengajukan pertanyaan atau menceritakan beberapa hal menarik dan berpura-pura tidak tahu kecanggungan antara Randu dan Nita.

Ketika makan malam selesai, Azalea sengaja menutup mulutnya. Maksud hati memberikan kesempatan pada Nita yang katanya hendak menyampaikan sesuatu pada Randu. Nyatanya hal itu tidak terjadi. Saat Azalea mengingatkan, Nita mengatakan bahwa laporan telah dikirim lewat e-mail selama menunggu kedatangan Randu beserta istri.

Tidak ada komentar yang diucapkan Azalea mengenai hal itu. Dia cukup diam dan terus melayani Randu seperti di rumah. Semuanya berjalan sebagaimana adanya, keramahan tulus itu akhirnya membuat Azalea menyadari bahwa Randu mulai nyaman dan santai.

"Apa pemasaran cabang Semarang bekerja sampai malam?" Azalea menatap serius pada Nita.

"Tidak selalu, tapi kadang-kadang seperti itu, Bu."

"Sering lembur di akhir pekan? Bonus gede dong, ya?"

"Kenapa kamu bahas kerjaan, Lea?" Giliran Randu berbicara.

"Mas, pertanyaan aku wajar, dong? Ini tuh akhir pekan dan kalian bekerja. Nggak heran kalau aku nanya kaya gini. Gagal paham aku sama cara kerja perusahaan kalian."

Randu meraih tangan Azalea dan meletakkan di atas lututnya. "Cukup perhatikan aku dan bersenang-senanglah," ucap Randu. "Apa dan bagaimana aku bekerja, doakan saja supaya selalu lancar."

"Tentu, Mas." Azalea meremas lembut lutut Randu dan mengalihkan pandangannya pada Nita. "Semangat, ya, Mbak Nita. Sabar aja kalau Mas Randu sedikit cerewet pas kerja."

"Siap, Bu."

"Ya sudah. Kalau makannya sudah selesai kamu boleh pulang." Halus saja ucapan Azalea, tetapi Nita langsung pamit pulang.

***

Perasaan Azalea sangat ringan saat memasuki kediamannya bersama Randu pada hari Minggu sore. Dia merasa sangat senang karena Randu mengajaknya ke mana pun yang dia mau, termasuk membeli lumpia simpang lima yang terkenal itu. Mereka makan beberapa potong di sana dan membeli untuk dibawa pulang.

Azalea ingat ketika Randu mengatakan bahwa tidak perlu ke kantor dan menikmati hari libur bersama Azalea. Tentu saja Azalea tersenyum dalam hati menanggapi perkataan Randu. Dalam acara jalan-jalan mereka, Azalea minta mampir ke beberapa toko dan menunjuk beberapa pakaian yang langsung disetujui oleh Randu.

"Mikir apa?" tanya Randu yang duduk di samping Azalea yang sedang memangku Deasy dan menyuapkan makanan kecil.

"Nggak mikir apa-apa," jawab Azalea.

"Nggak mikir apa-apa tapi aku lihat kaya merenung gitu."

"Aku sedang senang. Menghabiskan hari libur dengan suamiku rasanya sangat menyenangkan. Aku pikir-pikir lewat jalan tol dan bayar segitu termasuk mahal, ya, Mas? Untung dibayar kantor, kalau keluar dari saku sendiri, ya lumayan." Azalea kembali pada mode cerewetnya.

"Hmm. Aku lapar, kamu punya persediaan apa di kulkas?"

Azalea mengingat apa isi lemari esnya. Dia punya ikan asap, ayam siap goreng dan beberapa sayuran. Randu mengatakan ingin makan ikan asap saja dengan sambal buatan Azalea serta sayur rebus. Azalea membiarkan Randu meraih Deasy dan bergegas ke dapur membuatkan makanan yang diinginkan suaminya.

Tidak memerlukan waktu lama, semuanya sudah siap. Masalahnya adalah Deasy yang tidak mau melepaskan Randu meski hanya sebentar. Anak itu memegang kaos papanya dan menempelkan pipinya di dada Randu. Azalea tertawa melihat tingkah Deasy yang selalu begitu setelah Randu pulang dari luar kota.

Azalea mengambil sepiring nasi dan membawanya ke tempat Randu memangku Deasy. Dia menyuapi Randu yang semula hanya mendapat pandangan aneh sebagai respons. Namun, begitu suapan pertama berhasil ditelan oleh Randu, tidak ada lagi rasa canggung atau aneh karena makan disuapi oleh Azalea. Randu bahkan mengatakan makan malam itu sangat enak dan minta tambah.

"Lea," panggil Randu ketika Azalea beranjak ke dapur.

"Ya, Mas ...."

"Ambil nasi dan lauk lebih banyak, kamu makanlah juga. Nggak papa, kan?"

Azalea memberikan senyum manis untuk Randu. "Nggak papa." Azalea meneruskan langkahnya ke dapur.

Makan bersama dengan menyuapi sang suami memang terbukti bisa membuat Randu fokus pada keluarganya. Randu bahkan tidak sekali pun memegang ponsel meski benda itu terlihat menyala beberapa kali. Azalea mengerti, perlu mengendalikan dirinya lebih baik lagi supaya keadaan tetap tenang sementara di sisi lain dia berusaha terus memperbaiki dirinya.

Selesai mencuci tangannya, Azalea duduk di samping Randu dan menyandarkan kepala di bahu suaminya. "Mas," panggilnya.

"Ya," balas Randu.

"Tiap ke Semarang ajak aku, ya?"

"Kok tiba-tiba bilang gitu. Kenapa?"

"Aku senang. Kebetulan hari Mas Randu ke sana selalu akhir pekan jadi aku bisa ikut. Lagian ... aku ingin menghabiskan sedikit uang suamiku."

Ada tawa yang keluar dari bibir Randu. Azalea menyukai hal itu dan dia melingkarkan tangannya ke tubuh Randu. Baru saja Azalea merasa nyaman, gawai Randu menyala. Mereka berdua melihatnya dan Azalea langsung menatap tajam pada Randu.

"Lea ini ...."

Hmm talah, Randu bisa mati gaya juga ternyata ya cuman dipelototin Lea😁😁

Sampai jumpa Selasa depan.
Love, Rain❤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top