🍁 20. Teganya 🍁

Malem temans. Belum terlalu malem buat kentjun sama Mas Randu, kaan?😁

Selama berhari-hari Azalea tidak bisa berpikir jernih. Pikirannya hanya terus berputar pada satu pesan untuk Randu yang telah dia ketahui beberapa malam yang lalu. Saat Azalea meminta untuk membaca pesan yang masuk, Randu langsung melemparkan ponsel ke sofa dan memeluk Azalea lalu membawanya ke kamar mereka. Dari kekalutan pikirannya, Azalea masih bisa menjalankan semua kewajibannya dengan baik. Semua pekerjaannya selesai, melayani kebutuhan Randu juga bisa dia lakukan dengan baik, dan Deasy ... itu adalah sesuatu yang dia perhatikan hingga detail terkecil.

Apa yang tidak sanggup dilakukan dengan baik adalah memperhatikan dirinya sendiri. Saat semua tanggung jawab selesai dikerjakan, Azalea hanya akan duduk di halaman belakang. Memeluk kedua kakinya dan menatap beberapa tanaman yang pernah dia pilih untuk memperindah kediamannya.

"Lea," panggil Randu.

Azalea berdiri dan langsung melangkah masuk. Dia menemui Randu di ruang tengah sedang menghadap laptop.

"Ya, Mas," jawab Azalea. Matanya mengawasi Randu yang perhatiannya berpindah-pindah dari laptop ke ponselnya.

"Punya camilan apa? Rasanya aku pengen makan sesuatu dan tolong jus buah, ya. Kamu kenapa sampai lupa buatin aku minuman?"

"Iya sebentar."

Azalea merasa hanya seperti itulah fungsinya di rumah Randu. Iya, rumah Randu. Akhirnya dia berpikir bagaimana awal kedatangannya ke rumah itu. Rumah kosong itu sudah dibeli oleh Randu dan dia hanya memilih beberapa perabotan saja. Azalea menggeleng, meraih toples kue kering dan menuang jus buah yang sudah dibuatnya.

"Ini, Mas."

***

Beberapa hari makan Azalea tidak teratur. Dia mendapati dirinya demam di hari Sabtu dan masih tetap bangkit dari tidurnya untuk menyiapkan keperluan Randu. Hampir pukul enam saat semuanya selesai, Azalea terduduk lemas di meja makan.

"Kamu baik-baik saja, Lea?" tanya Randu yang sudah memegang dahi Azalea dengan punggung tangannya. "Astaga, panasmu tinggi sekali. Ayo kuantar ke dokter!" ajak Randu.

Azalea mengelak dari tangan Randu. "Aku baik-baik saja. Cepat sarapan dan berangkatlah. Jadwalmu ke Semarang, kan?"

"Tapi, Lea ...."

"Makanlah, Mas. Nggak usah ngajak debat."

Randu menuruti perintah Azalea. Dia makan dengan lahap dan membawa kotak bekal yang sudah disiapkan Azalea.

"Aku akan memanggil temanku yang dokter buat memeriksamu, ya?"

"Nggak usah," tukas Azalea. "Berangkatlah, jangan telat makan dan perbanyak minum saat mengemudi."

Azalea mengantar Randu sampai ke depan seperti biasa. Selesai memundurkan mobil hingga luar pagar, Randu keluar mobil dan menghampiri Azalea. Azalea menunduk saat Randu hendak mengecup keningnya. Dia menutup pagar setelah mendorong Randu keluar. Menguncinya dan masuk tanpa menoleh lagi.

Azalea mengusap air mata yang sudah jatuh ke pipinya. Dia sakit dan Randu masih bisa pergi ke Semarang dengan alasan kerja. Memang siapa yang sedang dibodohi oleh suaminya itu? Rasanya dia sudah tidak kuat lagi untuk menanggung kecewanya seorang diri. Azalea berpikir untuk menyudahi saja pernikahan yang tidak sehat itu.

***

Azalea masuk ke rumah Tante Firda bersama Deasy dalam gendongannya. Begitu melihat kucing di teras, Deasy langsung minta turun dan mendekati hewan peliharaan tantenya. Azalea tertawa melihat si kucing yang meronta karena ekornya ditarik oleh Deasy.

"Lea," sapa Tante Firda yang kebetulan keluar dari pintu samping.

"Tante," balas Azalea sembari mencium tangan tantenya. Adik dari papa Azalea itu terlihat cantik meski sedang berada di rumah. Bagi beliau, wanita wajib berpenampilan cantik dan harus menjaga tubuhnya sendiri.

Azalea mengikuti Tante Firda yang menggendong Deasy ke dalam. Anaknya langsung diraih Om Wahyu, suami Tante Firda, begitu mereka masuk ruang makan.

"Wah, cucu kesayangan Om ini, ayo kita main piano saja," ujar Om Wahyu dan berlalu bersama Deasy.

Azalea menikmati rujak buah yang disediakan oleh Tante Firda. Sepanjang acara makan itu, beliau menceritakan banyak kejadian lucu sepupu Azalea yang kuliah di Singapura. Azalea tertawa, siapa sangka sepupu yang berusia setahun lebih tua darinya itu bisa kuliah ke luar negeri padahal setiap hari selalu mengeluh kesulitan belajar. Nasib orang siapa yang tahu, begitu pikir Azalea.

"Ada apa, Lea? Kok agak murung begitu?"

"Tante ... kalau mau cerai itu waktunya berapa hari ya bisa kelar?"

Sepi, tidak ada jawaban yang diperoleh Azalea dari tantenya. Ditatapnya wajah Tante Firda yang sedang tersenyum bijak padanya. Itu sama seperti senyum seorang ibu yang memaklumi masalah anaknya. Sebuah senyum yang seolah menjanjikan bahwa semuanya akan baik-baik saja dan pasti akan muncul pelangi setelah turun hujan.

"Ada masalah apa sampai kepikiran mau cerai begitu?" Tante Firda bertanya seraya meremas lembut jemari Azalea.

Azalea menceritakan masalahnya. Tidak secara detail, tetapi sudah mewakili apa yang dialaminya akhir-akhir ini. Azalea menyusut air matanya, meneguk air yang diulurkan oleh Tante Firda.

"Jadi itu tujuanmu main ke rumah Tante? Sekalian menanyakan masalah itu?"

"Iya." Azalea membenarkan. "Karena Lea nggak tau mesti tanya ke mana. Tante pasti tau kalau nggak mungkin bagi Lea untuk ngomong ke Mama."

Azalea mendengarkan dengan saksama bagaimana proses perceraian berjalan. Tantenya yang kebetulan seorang pengacara itu menjelaskan setiap detail hingga Azalea mengerti. Belum lagi proses panjang seandainya Randu sebagai pihak tergugat tidak menyetujui perceraian yang diajukan oleh Azalea.

"Tante nggak akan menghalangi keinginanmu untuk berpisah dengan Randu. Tante pasti berada di pihakmu apa pun yang terjadi, tapi ... Lea harus memikirkan lagi segala sesuatunya. Pikirkan Deasy dan masa depannya."

Azalea terdiam mendengar ucapan tantenya. Meskipun hatinya menolak semua argumen yang sudah dia dengar, tetapi tidak ada bantahan yang keluar dari bibir Azalea. Rasa hormatnya terhadap orang tua masih dia junjung tinggi walau berbagai emosi sedang berperang dalam hatinya.

***

Azalea sampai di rumah Daniar pada pukul enam sore. Dua jam yang lalu dia mendapat pesan dari  temannya itu yang memintanya berkunjung. Ingat kalau sedang di rumah hanya bersama Deasy, Azalea menyetujui dengan senang hati. Daniar sendiri yang menyambutnya di depan pintu dan langsung mengajaknya masuk.

Azalea melihat Dito bersama kedua anaknya. Satu di pangkuan dan yang lainnya berbaring di stroller merah. Anak laki-laki yang dipangku Dito langsung berdiri begitu Deasy turun dari gendongan Azalea. Deasy tertarik dengan telepon mainan yang disodorkan oleh anak Daniar. Ada rasa hangat yang menjalari hati Azalea melihat anaknya tidak merasa aneh di rumah orang lain.

"Azalea sendirian?" tanya Dito sementara matanya terus mengamati dua balita yang berjalan ke mana-mana.

"Iya," jawab Azalea.

"Ini, Za ... tadi aku bikin kue kering kok nggak renyah, ya? Salah di mana sih?" Daniar datang membawa setoples kue kering dan teh hijau.

Azalea mengambil sekeping dan memakannya. "Ini sih suhunya terlalu tinggi pas manggang," sahut Azalea.

"Bakatmu cuman makan, Sayang," goda Dito. "Kue-kue begitu sih cuman Azalea ahlinya. Pasti Pak Randu senang tiap hari dibuatkan camilan."

"Jangan buka-buka rahasia gitu, lah, Mas. Begini-begini aku ini sudah melahirkan dua anak lucu buatmu," kilah Daniar.

"Iya, sampe kebobolan, ya? Tapi sangat menyenangkan. Dua setengah tahun menikah dan dianugerahi dua anak. Kamu memang luar biasa, Sayang."

Azalea terus mendengarkan dan mengamati interaksi sepasang suami istri di depannya itu. Keduanya begitu harmonis dan saling menggoda tanpa terganggu keberadaan Azalea. Beberapa kali keduanya juga saling menyuapi. Daniar juga tanpa sungkan mengatakan keinginannya pada Dito. Meminta pada suaminya untuk menjaga anak-anak mereka sementara dia ingin keluar bersama teman-temannya.

Tiba-tiba Azalea memahami satu hal. Setiap orang berhak untuk bahagia dalam pernikahannya dan itu termasuk dirinya. Dia memang malas berurusan dengan peralatan elektronik seperti keinginan Randu, tetapi lambat laun dia bisa mempelajarinya dan berhasil memahami penggunaan seluruh alat di rumah. Tidak ada manusia yang sempurna, begitu pula dengan Azalea. Dia menerima kekurangannya yang satu dan bisa menutupinya dengan terus belajar.

Randu menikahinya meskipun tanpa kata cinta. Namun, bukan berarti tak ada cinta di hati Randu untuknya. Setidaknya mereka memiliki Deasy yang sama-sama mereka cintai. Perceraian bukanlah jalan keluar terbaik atau mungkin solusi akhir setelah semua jalan perdamaian tidak bisa lagi diusahakan.

Apa kata teman-teman Deasy saat anak itu bersekolah kelak? Bagaimana menjelaskan mengapa orang tuanya tidak tinggal bersama? Bagaimana kondisi psikologis Deasy karena perpisahan orang tuanya? Azalea bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada anaknya jika dia memutuskan untuk berpisah dengan Randu.

Perceraian bukanlah jawaban dari masalah yang sedang dihadapinya. Menurut Azalea, jika Randu memutuskan menikahinya, maka pria itu adalah miliknya. Tidak akan dia biarkan Randu berlalu dan membagi hatinya dengan orang lain. Setidaknya dia akan berusaha untuk mendapatkan lagi perhatian Randu sepenuhnya.

"Za ... bengong aja dari tadi. Mikirin apa sih?" Dito menyenggol lengan Azalea.

Azalea tersenyum. "Nggak mikirin apa-apa. Hanya memperhatikan gimana Deasy bisa langsung betah di sini," elak Azalea.

"Wah, kalau itu jangan ditanya lagi. Mas Dito pinter menarik perhatian anak kecil. Memang Mas Randu gimana?"

"Begitu juga, tapi kalian kan belum pernah ke rumahku sejak aku menikah. Mas Dito aja yang mampir pas kirim barang, itu pun langsung pulang setelah minum segelas air."

Dito tergelak. "Nggak tahan pengen cepet pulang dan lihat anak-anak serta istriku yang udah masak."

Azalea manggut-manggut. Ada beberapa hal yang harus dia lakukan. Berkunjung ke rumah Daniar sudah memberinya sedikit pencerahan pikiran. Dia tidak perlu menjadi istri sempurna seperti dalam bayangannya yang hanya mengerjakan pekerjaan rumah. Perlu sedikit waktu untuk menikmati hari dan menjadi dirinya sendiri serta mendampingi suaminya di saat-saat tertentu.

***

Azalea turun dari taksi online tepat di depan rumahnya. Masih pukul delapan, tetapi Deasy sudah terlelap dalam pelukannya. Ada mobil Randu di depan rumah dan belum masuk ke garasi. Didorongnya pintu ruang tamu dan melangkah masuk setelah memakai sandal khusus rumah yang selalu dia tinggalkan di teras.

"Dari mana?" Suara Randu langsung terdengar saat langkah Azalea melewati ruang tengah.

"Dari rumah Daniar," jawab Azalea seadanya.

"Bisa nggak kamu jangan main ke sana lagi?"

Azalea tidak jadi membuka pintu kamar Deasy. Dia berputar menatap Randu dan menemukan sorot serius di mata suaminya. "Apa salahnya? Dia temanku, lagipula aku di rumah sendirian. Nggak ada alasan untuk menolak, kan, saat dia mengundangku ke rumahnya?" Azalea membuka pintu kamar Deasy.

Randu menyusul dan menyiapkan kebutuhan malam anaknya seperti biasanya. Azalea membiarkan Randu melakukan apa saja sesukanya. Dia sibuk melepas pakaian Deasy, membersihkan tubuh anaknya dengan waslap hangat lalu memakaikannya pakaian tidur setelah mengoleskan minyak kayu putih di perut dan dadanya.

"Lea bisa buatkan jahe hangat? Aku merasa sangat lelah hari ini."

"Tumben lelah, memangnya kerja model apa?" Azalea menuju dapur dan membuat jahe panas keinginan Randu. Dia tambahkan selembar daun mint dan segera mengantarkannya untuk Randu.

Azalea hanya memperhatikan Randu meneguk jahe hangatnya. Rasanya seperti ingin menampar wajah tampan itu dan melampiaskan kemarahannya. Namun, itu bukan cara cantik untuk menyelesaikan masalah. Selama ini dia dan Randu tidak pernah bermusuhan, hanya keadaan saja yang membuatnya mengalah dan tidak memancing keributan. Cara yang dia sadari salah karena ternyata itu telah memberikan celah bagi orang lain untuk masuk dalam kehidupan rumah tangganya.

"Mau aku pijat bahumu, Mas? Mengemudi segitu jauh pasti lelah, kan?" Azalea menawarkan sambil menatap tajam kepada Randu. Azalea melihat ponsel Randu menyala dan dia yakin kalau itu pesan dari Nita.

Ditatapnya mata Randu yang tertuju pada ponsel di meja. Azalea terus menatap Randu, menunggu jawaban yang akan diucapkan oleh Randu. Memilih menerima tawarannya atau membalas pesan dari simpanan yang baru saja dia kunjungi.

"Boleh. Ayo ke kamar. Tapi biar aku balas satu pesan dulu," kata Randu.

"Sudah bekerja sampai menggunakan hari libur dan masih belum selesai? Itu kantor apa penjajah, sih, Mas?"

"Lea, hanya satu pesan dan ...."

"Aku kok jengah, ya, sama cara kerja Mas Randu." Azalea memotong ucapan Randu. "Rasanya aku pengen balas pesan itu dan mengatakan kalau jangan mengganggu suamiku di luar jam kerja."

Nduuu Randuu ... bini loe sakit dan loe nekat ke Semarang. Beneran selametin kepala dari mama loe deh😬

2 bab tapi panjange hampir 4 bab loh temans😁. Kasih saia vote dan banyak komen ia. Sampai jumpa Selasa depan.

Love, Rain❤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top