🍁 2. Bertemu Kamu 🍁
Malem, temans ...
Azalea menarik banyak tawa di acara pernikahan teman yang dihadirinya. Dia yang baru saja pulang dari luar kota menyempatkan diri untuk hadir. Niatnya yang ingin sekadar datang dan mengucapkan selamat, berubah menjadi lebih lama karena reuni kecil teman-teman semasa kuliah. Daniar, teman yang sedang berbahagia itu masih tersenyum lebar di pelaminan bersama suaminya dan masih terus menerima ucapan selamat dari para undangan yang terus berdatangan.
"Za ...," panggil Maya, salah satu sahabat semasa SMU dan masih sering bertemu hingga saat ini. "Dari mana, sih, sampe malem gini datengnya?"
Azalea menghentikan sesendok es buah yang sudah setengah jalan menuju mulutnya. "Biasa, ngejar omset," jawab Azalea sekenanya. "Lagian, udah temenan hampir tujuh tahun masih gak paham juga sama kerjaanku."
Maya dan beberapa teman tergelak. Azalea bukan sales hingga harus keluar kota demi omset, tetapi dengan entengnya gadis supel itu berkata seolah-olah dia adalah sales yang harus memiliki omset besar. Pada kenyataannya, Azalea adalah seorang resepsionis di sebuah hotel bintang lima dan memiliki jam kerja yang teratur sesuai shift-nya.
"Jadi ada acara apa di luar kota?" Hesti giliran bertanya.
"Ke asrama adekku, katanya kangen. Kasian kalo gak aku kunjungin."
"Adekmu kelas berapa, sih? Kaya udah lama banget di asrama?"
"Kelas tiga kalo sekarang. Bentar lagi kuliah, duh ... pisah lagi," keluh Azalea tanpa sengaja.
Menjelang jam 10 malam, resepsi pernikahan Daniar telah selesai. Tersisa teman-teman dekat yang masih betah bercengkrama bersama kedua mempelai yang sudah turun dari pelaminan. Mereka semua berjumlah 12 orang duduk melingkari sebuah meja besar dan saling mengobrol. Pembicaraan tidak serius dengan topik seputar pernikahan yang memang di usia-usia mereka sudah waktunya untuk berumah tangga.
"Za," panggil Daniar. "Pindah duduk deket aku sini, tak kenalin sama suamiku. Kamu belum kenal, kan?"
Azalea mendekati Daniar tanpa rasa sungkan atau canggung, meskipun suami Daniar sedang menatap padanya. Duduk persis di sebelah kanan Daniar, Azalea menoleh dan menghadap ke arah temannya.
"Ini suamiku, namanya Dito," kata Daniar.
"Halo," sambut Azalea sambil berjabat tangan dengan Dito.
"Azalea sudah menikah?" tanya Dito spontan.
Azalea menggeleng. "Belum, tapi pengen sih. Doain cepet-cepet, ya, Mas Dito. Kata para buyut, anak gadis harus segera menikah." Lancar saja Azalea berbincang meski belum lama mengenal Dito.
"Oh ... harus menikah cepat-cepat, ya?" Dito pura-pura terkejut. Sambil memegang dagunya, Dito menatap ke sekeliling ruangan dan melambaikan tangan pada salah satu temannya untuk mendekat. "Nah kenalin, Za ... ini Pak Randu. Kenalanlah, siapa tahu cocok," ujar Dito menatap Randu dan Azalea bergantian.
Azalea menatap langsung tepat ke mata Randu yang berkilat tajam. Tidak ada rasa gentar di hatinya meskipun dia mendengar Dito memanggil "Pak" kepada Randu. Azalea berpikir kebiasaan orang bekerja di perusahaan besar memang begitu dan dia tidak mau repot-repot memikirkan hal yang tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya.
"Hai, Mas Randu," sapa Azalea langsung mengulurkan tangannya kepada Randu. "Aku Azalea."
Randu balas mengulurkan tangan dan menjabat tangan Azalea. "Randu," balasnya singkat.
Azalea langsung duduk di antara Dito dan Randu, tetapi lebih dekat pada Randu. Sempat diamatinya wajah Randu yang menurutnya cukup menarik dengan sepasang alis legam menaungi mata hitam yang bersorot tajam. Hidung tinggi dan bibir yang sepertinya jarang tersenyum. Azalea tidak memikirkan apa pun yang dia lihat di wajah Randu. Secara keseluruhan, kesan Azalea terhadap Randu adalah tampan.
"Bisa meleleh itu mukanya Pak Randu kamu lihatin begitu," seloroh Dito. "Beliau itu nggak cuma tampan, Za, tapi gila kerja. Masalah apa pun beres jika berada di tangannya."
"Mas Dito biasa aja, mana ada wajah meleleh cuman karena aku lihatin."
"Kenalannya sama Mas Randu, Za ... bukannya adu omong sama suamiku," sela Daniar langsung membuat Azalea melirik Randu.
Seperti diingatkan, Azalea langsung mengalihkan perhatiannya pada Randu. Hatinya berdesir, jantungnya berdetak lebih cepat dan dia menyadari ada sesuatu yang dia rasakan kepada Randu.
"Mas Randu sudah makan?" Azalea mengawali pembicaraan dengan Randu.
Randu menggeleng. "Belum."
"Makan, yuk, Mas Randu!"
Tanpa menunggu jawaban Randu, Azalea menarik tangan Randu dan mengajaknya ke meja hidangan yang dikhususkan untuk keluarga dan teman dekat. Tidak ada rasa malu di hati Azalea meskipun Randu adalah orang yang baru saja dikenalnya.
Tanpa diminta, Azalea mengambil piring dan sedikit nasi putih kemudian menyerahkannya kepada Randu supaya pria yang baru dikenalnya itu memilih lauk yang dia sukai. Azalea juga sempat melirik menu yang dipilih oleh Randu kemudian berdecak tidak suka.
"Mas Randu harus makan sayur meskipun dikit. Nggak bagus kalau makan tanpa sayur," ujar Azalea sambil menuangkan sesendok sayur ke piring Randu.
"Makasih, ya, Lea," gumam Randu.
Azalea tertegun, orang yang baru dikenalnya ini memanggilnya begitu. Randu adalah orang pertama yang memanggilnya Lea selain keluarganya. Azalea melirik sekilas ke arah Randu dan mengangguk ramah.
"Sama-sama, Mas Randu," balas Azalea.
Azalea mengambil makanan untuk dirinya sendiri, berputar dan memilih-milih hidangan sebelum akhirnya bergabung dengan Randu dan menikmati makanan mereka. Mereka duduk dekat tanpa memedulikan godaan Maya yang sempat mengatakan akan segera ada yang mencetak undangan pernikahan menyusul Daniar dan Dito.
Duduk tenang menikmati makanannya di samping Randu, Azalea merasakan ada sesuatu yang lain di hatinya. Seperti ada desiran halus dan keinginan untuk terus-menerus menatap wajah Randu. Hal itu adalah rasa yang tidak biasa untuknya, mengingat dia yang memang tidak pernah menjalin hubungan dengan siapa pun sebelumnya.
***
Randu merasa ada sesuatu yang lain dengan Azalea. Gadis cantik itu tidak hanya baik, tetapi juga sangat perhatian. Jemma saja yang sudah menjadi kekasihnya selama dua tahun tidak sedetai itu memperhatikannya.
"Mas Randu berapa lama bekerja sama Mas Dito?" tanya Azalea di antara suapannya.
Randu masih mengunyah makanannya tanpa tergesa-gesa untuk menjawab pertanyaan Azalea. "Mungkin sejak kamu belum kuliah."
Bibir Azalea seketika tersenyum lebar. "Mas Randu ngasal. Gimana ceritanya dari aku belum kuliah ... kenal aku aja barusan."
Randu hanya tersenyum saja dan tidak menanggapi jawaban Azalea. Pria itu memilih untuk meneruskan makannya, sementara Azalea terus saja mencuri-curi pandang ke arah Randu. Entah terganggu atau tidak, yang jelas Randu tidak menunjukkan reaksi apa pun atas tingkah Azalea.
Ketika menyelesaikan makannya, Azalea langsung mengambil piring kosong Randu dan membawanya ke tempat piring kotor. Dia mengambil mangkuk kecil dan mengisinya dengan es buah kemudian memberikannya kepada Randu. Sementara dia sendiri memilih untuk minum air mineral lalu kembali duduk di sebelah Randu.
"Di meja ada es kopyor juga. Mas Randu mau aku ambilkan?" tawar Azalea.
"Enggak," jawab Randu. "Sudah cukup, aku kenyang. Makasih, ya, Lea, sudah mengambilkan aku makan dan semuanya."
"Sama-sama, Mas Randu."
"Kamu kerja di mana?" Untuk pertama kalinya sejak perkenalan mereka beberapa saat yang lalu, Randu bertanya sesuatu tentang Azalea.
"Di hotel dekat kantornya Mas Dito. Aku resepsionis di sana. Kadang-kadang kantor Mas Dito, kan, ngadain acara di sana, aku bantuin kalau pas sepi tamu. Biar nggak lama-lama, tapi lumayan, jadi kenal banyak orang. Kenapa belum pernah ketemu Mas Randu pas acara-acara itu? Kalau Mas Dito sih aku lihat kadang-kadang, tapi nggak kenal."
"Aku jarang datang. Kalaupun datang, pasti telat."
Azalea berpikir sejenak. "Kan seru acara begitu, Mas? Makan-makan ... itu, kan, acara yang biasanya disukai semua orang."
"Seringnya aku pas keluar kota kalau ada acara begitu."
"Mas Randu sering keluar kota?"
"Ya begitu," sahut Randu. "Kenapa kamu mau jadi resepsionis?"
"Karena aku suka bertemu banyak orang dan seringnya orang yang berbeda. Rasanya itu seperti keliling dunia karena banyak tamu-tamu asing yang kadang nyeritain tentang negara mereka. Lumayanlah tau dikit-dikit," cerita Azalea.
Azalea menceritakan apa pun yang ditanyakan oleh Randu. Semua dijelaskan pelan-pelan seolah sedang memberikan wawasan baru kepada anak kecil. Azalea terus bercerita ketika Randu mendengarkan semuanya dengan saksama. Bertanya sesekali sebagai respons dan selanjutnya kembali mendengarkan tanpa menjeda jika tidak benar-benar penting.
"Pernah suka sama bule?" Randu penasaran.
"Enggak," jawab Azalea. "Aku suka yang Indonesia saja," lanjutnya dengan senyum lebar.
"Kenapa?"
"Nggak jauh-jauh kalau mau nikah, Mas Randu," ujar Azalea sambil tertawa.
"Jadi mau nikah?"
"Ya iyalah. Ngomong-ngomong kenapa Mas Randu gila kerja?"
"Biar bisa nikahin kamu."
Eaaa ... Randu gercep apa ngawur 😁😁😁
Love, Rain❤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top