🍁 19. Kenyataan Pahit 🍁

Selamat pagiiiiii ..... aku semangat loh🤭
Yang udah menunggu mo peluk Mas Randu, dipersilakan😝

Azalea pulang pada pukul tiga sore. Satu jam lebih awal dari biasanya. Baru sampai di teras, dia melihat Deasy yang mencoba berlari ke arahnya dengan pijakan sedikit oleng. Secepat yang bisa dilakukannya, Azalea menghampiri dan segera memeluk anaknya. Ada tawa dari Deasy karena Azalea menggelitiki perutnya.

"Lea, kok tumben jam segini sudah pulang?" tegur mamanya heran.

"Aku sudah bukan resepsionis lagi, Ma. Bulan lalu aku dapat promosi sebagai marketing hotel," jelas Azalea.

"Kok bisa?"

"Ya bisa, Ma. Kata anak bos yang ternyata temanku di pusat kebugaran, pekerjaanku selama ini terlalu mudah. Jadi aku diberi kesempatan mencoba bagian yang sekarang ini."

"Bisa?"

"Bisa, Ma, buat Lea ini sangat menyenangkan. Nggak melulu di hotel dan kalau pas keluar hotel dan nanggung baliknya, bisa langsung pulang kaya gini."

"Ya sudah. Yang terpenting jaga keutuhan keluargamu," pesan Mama.

"Justru banyak senggangnya kalau ini, Ma. Nggak pakai lembur-lembur. Sabtu setengah hari, Minggu dan tanggal merah libur."

"Bagus itu, Lea."

"Iya, Ma."

Azalea meninggalkan Deasy dengan mamanya dan bergegas membersihkan diri. Setelah itu kembali ke teras dan membawa Deasy masuk lalu mendudukkannya di karpet. Azalea mengambil makanan ringan untuk Deasy dan mulai menyuapkannya. Deasy yang kegirangan langsung berdiri dan melonjak-lonjak sambil memegangi bahu Azalea. Azalea tertawa melihat Deasy yang semakin aktif dan pintar dari hari ke hari.

Azalea mengernyitkan kening begitu melihat Randu masuk rumah tepat pukul empat tiga puluh. Suaminya langsung ke kamar dan Azalea tahu kalau itu untuk membersihkan diri. Belakangan Randu memang suka pulang lebih awal dan itu semakin membuat Azalea heran.

Tidak ingin memikirkan hal itu lebih lanjut, Azalea meraih Deasy dan mendudukkannya di pangkuan. Belum puas memeluk anaknya, Randu sudah datang dan meraih Deasy dalam pelukan.

"Sini sama Papa," ujar Randu begitu bergabung dengan Azalea dan Deasy di ruang tengah.

Ketika Deasy sudah memeluk papanya, Azalea bangkit dan berniat untuk membuatkan kopi. Sebuah kebiasaan yang tidak pernah ditinggalkannya sejak menikah.

"Nggak usah kopi, Lea, aku mau sari buah saja," ujar Randu.

"Iya." Azalea berlalu dan membuat sari buah seperti keinginan suaminya. Tidak membutuhkan waktu terlalu lama karena dia sudah mahir menggunakan peralatannya. Dia bahkan mencampur sedikit sayuran segar dalam sari buah untuk Randu.

Azalea kembali membawa segelas besar sari buah untuk Randu dan segelas kecil untuk Deasy. Alisnya bertaut saat melihat Randu sedikit sibuk dengan ponselnya sementara Deasy bermain dengan boneka baru berwarna muda. Randu meletakkan ponsel tepat saat Azalea duduk di sampingnya dan memberikan sari buah.

Selama hampir satu jam mereka menghabiskan waktu bersama. Azalea banyak tertawa melihat ulah Deasy. Dalam satu jam itu, beberapa kali Randu membalas pesan yang masuk ke gawainya. Azalea bukannya tidak menyadari hal itu, tetapi dia memilih untuk mendiamkan perilaku Randu. Di beberapa kesempatan lain, Azalea melihat Randu berbalas pesan saat sedang bersama Deasy dan itu bukanlah kebiasaan Randu yang dihafalkan Azalea selama ini.

Selesai makan malam Randu bermain dengan Deasy seperti biasanya. Selesai membereskan dapur, Azalea mematikan lampu dan berniat untuk bergabung bersama Randu di depan piano. Azalea melihat Randu duduk seperti biasa bersama Deasy pangkuan. Azalea melirik suaminya, tidak biasanya Randu membiarkan Deasy menekan piano sementara sang ayah sibuk dengan ponsel.

"Sini sama Mama," kata Azalea langsung mengambil Deasy dari pangkuan Randu.

"Eh, jangan!" balas Randu spontan. Diraihnya kembali Deasy dari pelukan Azalea. Randu kembali duduk memangku Deasy setelah memasukkan gawai ke saku celananya.

Kecurigaan Azalea semakin menjadi-jadi. Randu tidak pernah memasukkan ponsel ke saku jika di rumah. Biasanya Randu akan meletakkan benda itu di mana saja dan akan membalas pesan setelah Deasy tidur.

"Kenapa, Mas?" tanya Azalea. "Kuperhatikan sibuk terus dengan ponselnya, kukira ada urusan kantor makanya Deasy biar sama aku saja."

"Nggak papa. Udah selesai," tukas Randu.

Azalea tidak membantah ucapan Randu. Ditariknya kursi lain dan duduk di dekat Randu yang bermain dengan Deasy. Azalea tahu kalau beberapa kali ada pesan masuk untuk Randu. Dia bisa melihatnya dari ponsel Randu yang menyala dan terlihat dari luar celana. Mata Azalea menatap tajam, berpindah-pindah dari wajah Randu dan saku celananya.

Keheranan Azalea semakin tak terbendung. Setelah anaknya tidur, Randu menanyakan dia punya makanan apa sebagai camilan. Azalea mengatakan dia punya keripik buah dan Randu minta dibawakan ke ruang kerja saja. Azalea menuruti permintaan Randu dengan senang hati.

Dalam ruang kerjanya, Randu duduk di sofa panjang dan meminta Azalea mendekat padanya. Azalea kembali menuruti perkataan suaminya. Dia letakkan sepiring brownies di meja lalu melirik Randu yang tampak lebih santai.

Randu duduk mendekat pada Azalea dan memberikan tiga batang cokelat. Katanya sudah lama tidak memberikan makanan itu dan Randu minta maaf karena sempat melupakannya. Azalea hanya mengangguk dan memakan satu.

"Besok sore mau jalan?" Randu memecah kesunyian di antara mereka.

"Ke mana?" tanya Azalea.

"Ke mana saja semaumu."

"Aku lagi nggak pengen ke mana-mana. Mas Randu yang nanya, mestinya kan sudah punya tujuan."

"Jalan aja dulu, ya? Sambil lihat-lihat apa gitu, mungkin ada yang kamu pengen besok."

Randu tidak pernah seperti itu sebelumnya. Kalau pun mengajak Azalea keluar, itu pasti berhubungan dengan Deasy atau ke luar kota dalam rangka kunjungan kerja. Ada berbagai macam pertanyaan dalam kepala Azalea tentang Randu yang mendadak perhatian. Bukannya Randu tidak perhatian sebelum ini, tetapi kali ini benar-benar janggal untuknya.

***

Deasy sedikit rewel ketika Randu baru saja pulang kerja. Randu yang berlalu untuk mandi membuat Deasy menjerit keras. Azalea berusaha menghibur anaknya dengan berbagai mainan yang dimiliki Deasy, termasuk memangku anak itu di depan piano seperti yang biasa dilakukan oleh Randu.

Hampir sepuluh menit kemudian, Randu muncul dan langsung meraih Deasy. Si kecil itu terdiam seketika begitu wajahnya berlabuh di leher Randu. Azalea hanya bisa menggeleng menyaksikan kerinduan putrinya setelah dua hari Randu ke luar kota. Deasy bahkan tidak mau makan dengan Azalea. Hingga waktu tidur Deasy juga tidak mau memejamkan mata. Anak itu terus memeluk leher Randu supaya Azalea tidak bisa memisahkannya dari sang papa.

Azalea menyerah dan membiarkan anaknya terus bersama Randu. Dia masuk kamar dan membersihkan dirinya. Meletakkan pakaian di keranjang dan mengenakan baju tidur pendeknya yang berwarna merah. Matanya melihat ponsel Randu menyala menandakan ada pesan yang masuk.

Azalea meraih benda itu dan membukanya. Dia hanya mengusap layar ponsel Randu dan melihat satu pesan masuk tanpa membuka aplikasi. Efek yang ditimbulkan oleh pesan itu seperti memukul kepalanya.

"Mas Sayang, besok Sabtu jadi ke Semarang, kan? Aku pengen kita jalan ke Boyolali, makan di pancingan yang dekat perbatasan Klaten. Mau, ya?"

Mas Sayang? Tidak akan ada panggilan seperti itu kalau hubungannya biasa saja. Ini baru hari Senin dan ... Azalea melihat nama si pengirim pesan ke gawai Randu. Nita ... namanya adalah Nita yang sudah mengajak janjian kencan. Pesan yang datangnya terlalu dini untuk acara akhir pekan.

Secara otomatis Azalea mengingat perhatian Randu akhir-akhir ini untuknya. Jadi untuk apa perhatian Randu akhir-akhir ini? Beberapa cokelat yang katanya sempat alpa diberikan diikuti oleh tiga atau empat kali ajakan keluar bersama. Ternyata semuanya hanya untuk menutupi kesalahan yang sudah disembunyikannya. Semuanya palsu, Randu bermain api di belakangnya.

Azalea meletakkan ponsel Randu di tempatnya semula. Melupakan baju tidurnya yang pendek, Azalea keluar kamar dan berpapasan dengan Randu yang menggendong Deasy. Anaknya sudah tertidur. Azalea menatap wajah Randu yang berhias senyum manis di bibir, tetapi di matanya tak lebih dari sebuah basa-basi memuakkan. Azalea marah, namun otaknya masih mampu berpikir untuk tidak mengatasi masalahnya dengan peperangan kata. Randu pasti akan mengelak dengan jutaan argumen yang pasti bertujuan untuk membenarkan perilakunya.

Azalea membuka pintu kamar anaknya dan membiarkan Randu masuk. Sementara Randu sibuk membuat Deasy nyaman di tempat tidurnya, Azalea menyiapkan semua barang yang mungkin diperlukan anaknya saat terbangun. Dia melakukan semuanya dalam diam, mengeratkan mulut dan berusaha untuk menggigit lidahnya supaya tidak mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas.

Meski mungkin serentetan umpatan cocok dilemparkan ke wajah Randu, tetapi Azalea ingat bahwa orang tuanya tidak pernah mengajarkannya begitu. Mamanya selalu mewanti-wanti supaya tetap tersenyum menghadapi suami karena kepada dialah Azalea harus berbakti. Dalam pergaulannya pun Azalea sudah biasa mendengar banyak kata-kata kasar. Namun, tidak satu pun dari banyak kata itu terucap dari bibirnya. Apa pun keadaannya sekarang, Azalea tidak bermaksud untuk kehilangan kontrol atas lisannya.

"Biar aku saja yang menyiapkan itu, Lea. Kamu istirahatlah," titah Randu.

"Aku nggak capek kalau hanya untuk mengurusi kebutuhan anakku," balas Azalea.

Azalea masih bersyukur saat Randu tidak mempermasalahkan kegiatannya. Bersamaan mereka keluar dari kamar Deasy. Randu menyempatkan diri ke kamar lalu ke ruang tengah seperti biasa sedangkan Azalea ke dapur mengambil camilan suaminya.

Setengah melamun Azalea mengaduk kopi buatannya, mengambil toples berisi keripik nanas serta sepiring bolu yang dibuatnya tadi pagi. Semuanya diletakkan di atas nampan dan dibawanya ke tempat Randu. Azalea meletakkan nampannya kemudian duduk di depan Randu. Berdua melihat acara televisi memang cara menyenangkan untuk melewatkan waktu setelah Deasy tertidur.

"Kamu ada masalah, Lea?" Randu memecah keheningan panjang di antara mereka.

Masalahku itu kamu, Mas. Apa kurangku sebagai istrimu sampai kamu tega melakukan kecurangan di belakangku? Sebanyak apa kelebihannya dibandingkan aku hingga kamu pun meluangkan waktu untuk dia?

"Nggak ada. Memang kenapa tanya begitu?" jawab Azalea.

Apa yang ada di hati dan apa yang keluar dari mulut Azalea memang berbeda. Rasanya sudah tidak sanggup untuk berpikir saat hatinya sedang berkonfrontasi antara kemarahan dan usaha untuk mengendalikan diri di waktu yang sama. Azalea merasa dikhianati. Itu pasti, tetapi sedikit akal sehatnya masih bisa berkompromi.

"Kamu terlihat aneh sejak keluar dari kamar anak kita."

Manis sekali caramu mengucapkan kata anak kita. Apa benar itu keluar dari hatimu?

"Aneh bagaimana?" Azalea mengejar jawaban Randu. Hal yang sangat jarang dilakukannya mengingat Randu pasti akan memberikan banyak kritikan tentang sikapnya. Untuk saat ini, Azalea siap mendengarkan semua perkataan Randu.

"Agak pendiam dan matamu itu, loh ... lebih tajam dari biasanya."

Azalea tersenyum sinis. "Nggak ada masalah. Lagian masalah apa yang akan aku hadapi jika aku punya suami sehandal kamu. Iya, kan, Mas?" tekan Azalea.

Randu tersenyum dan berpindah duduk di samping Azalea. "Benar," sahutnya. "Ini kenapa pakai baju sependek ini? Nggak dingin?" Randu mengusap paha Azalea yang memang terbuka.

"Aku akan masuk kamar kalau dingin."

Kemudian kembali hening. Keduanya fokus pada layar televisi. Menikmati camilan tanpa percakapan. Azalea membiarkan Randu yang berbalas pesan beberapa kali hingga melihat Randu menguap. Azalea mengajak Randu ke kamar dan dijawab anggukan oleh suaminya. Baru saja Azalea berdiri, Randu membuka layar ponselnya dan berniat untuk membalas pesan. Azalea jengkel dengan ulah Randu ini.

"Sini ponselnya, Mas. Biar aku yang jawab pesan itu. Sudah hampir tengah malem masih aja kirim pesan."

Nah, kan, ketahuan. Piye jall🤔🤔
Ndu, Randu ... lindungi kupingmu dari mamamu😁

Love, Rain❤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top