🍁 13. Minder 🍁
Malem, temans ...
Ney lanjutan Mas Randu langsung mengudara gak pake lama🤭🤭🤭
Hari-hari berlalu begitu saja bagi Azalea. Tidak ada hal istimewa dari kesehariannya yang membosankan. Meski begitu, dia tetap mengasuh Deasy sebisanya. Sejujurnya dia merindukan saat-saat bercengkerama dengan Randu. Ada rasa menyesal saat mengingat bagaimana dia menolak upaya Randu yang menawarkan untuk menghabiskan waktu bersama.
Hal yang disadari Azalea adalah bahwa mereka sama sekali tidak berbicara kecuali beberapa hal penting dalam artian berbicara seperlunya saja. Hubungannya sebagai suami istri dengan Randu merenggang. Suaminya berhenti berusaha untuk mendekatinya dan saat itulah Azalea merasa tidak berharga.
Hanya seperti itulah perasaan Randu untuknya. Setelah semua kata tidak sopan yang telah pria itu ucapkan, nyatanya Randu tidak begitu gigih untuk mendapatkan kembali kepercayaan Azalea. Randu hanya berangkat kerja seperti biasanya dan pulang tepat waktu tanpa berbicara hal yang memang memerlukan jawaban Azalea. Semuanya menjadi keteraturan yang sepertinya terus mengakar dalam hubungan mereka.
Seperti pagi itu misalnya. Randu tiba-tiba keluar kamar dengan sebuah koper kecil yang biasa dia bawa saat harus bepergian ke luar kota. Koper itu artinya bahwa kepergian Randu butuh untuk menginap setidaknya dua hari. Randu hanya meletakkan koper itu di sisi kursinya sementara dia memulai sarapan.
"Mas Randu mau ke mana?" tanya Azalea setelah melihat keberadaan koper di dekat Randu.
"Semarang, dua hari," jawab Randu.
Lihat ... jawaban singkat dan to the point khas Randu. Benar-benar tidak ada manis-manisnya bahkan kepada istri sendiri. Randu menjawab seperti itu pun tanpa mengalihkan pandangannya dari roti isi yang sedang dinikmatinya. Tangan kirinya pun memegang secangkir kopi dan menyeruputnya pelan. Sampai saat itu pun mata Randu tak sedetik pun melihat pada Azalea.
"Kenapa nggak bilang? Kan bisa aku siapkan keperluannya seperti biasa." Azalea memulai protesnya.
"Aku bisa sendiri," gumam Randu seraya berdiri. "Aku berangkat," pamitnya langsung meraih koper dan menyeretnya keluar.
Azalea mengikuti suaminya dan sesampainya di teras ternyata mobil Randu sudah siap digunakan. Azalea benar-benar tidak tahu kapan Randu memanaskan mesin mobilnya. Randu juga menutup sendiri pagar rumahnya tanpa meminta tolong pada Azalea seperti kebiasaan mereka sebelumnya.
Setelah mobil Randu tidak kelihatan lagi, Azalea menutup pintu dan bersandar di baliknya. Ada sakit di dalam dada yang rasanya begitu tidak mengenakkan. Seperti sebuah perasaan tidak lega, tetapi Azalea tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan hal itu. Dari sekian banyak kata yang ada, Azalea tidak bisa memilih satu pun untuk mewakili apa yang sudah terjadi pada hatinya.
Suara tangis Deasy menyadarkan Azalea dari lamunannya. Sambil menghapus air mata yang meleleh di pipinya, Azalea beranjak menuju kamar putrinya dan mendapati gadis kecil kesayangannya itu sudah duduk di tempat tidurnya. Azalea meraih Deasy dan memeluknya sejenak sebelum memandikan anak itu serta memberinya sarapan.
***
Hingga dua hari berselang, tidak satu kali pun Randu mengirimkan pesan. Azalea sendiri juga merasa enggan untuk mengirim pesan terlebih dulu. Baginya yang masih merasa gengsi, mengirim pesan terlebih dulu akan membuat Randu besar kepala. Itu adalah hal yang tidak diinginkan oleh Azalea. Namun, apa yang terjadi saat ini benar-benar di luar kehendaknya.
Bagaimana Randu memperlakukannya akhir-akhir ini membuat mood Azalea memburuk. Lambat laun dia merasa tidak diperhatikan dan berbagai pikiran jelek menghampiri benaknya. Apa yang sudah dilakukan oleh Randu beberapa waktu belakangan justru memperburuk semuanya.
Azalea mendadak merasa minder. Selama menikah dengan Randu, dia mengingat bagaimana pria itu berusaha mengajarkan banyak hal kepadanya. Bukannya mengingat dan mulai membiasakan diri seperti maksud Randu, Azalea malah emosi saat suaminya menegur. Tiba-tiba dia ingat ucapan Randu yang mengatakan dia bodoh. Jangan-jangan itu benar mengingat dia yang memang kesulitan sekali mempelajari hal-hal baru. Dia bahkan tidak mengerti bagaimana cara menggunakan seluruh alat elektronik di rumahnya.
Sampai di sana Azalea merasa semuanya sia-sia. Perasaan tidak dibutuhkan membuat semuanya makin memburuk. Dalam ketidakseimbangan emosinya sendiri, Azalea berpikir kalau berpisah memang satu-satunya jalan keluar yang akan membuat semuanya membaik. Setidaknya dia bisa memulai hidup baru tanpa Randu.
Cerai. Kata itu muncul begitu saja dalam benak Azalea. Bukankah saat keluar dari rumah orang tuanya, Azalea telah membulatkan tekad untuk mengikuti Randu di mana pun pria itu berada? Lalu untuk apa terus berusaha melakukan banyak hal di rumah jika Randu tidak menyukainya? Jangankan menyukainya, melirik saja suaminya enggan.
Tidak ada gunanya terus mempertahankan sebuah pernikahan ketika dua hati yang ada di dalamnya sudah tidak lagi memiliki tujuan yang sama. Randu dengan pandangan cerdasnya yang bagi Azalea terlalu bergantung pada barang-barang buatan manusia, sementara Azalea memilih bersyukur dengan melakukan semua dengan kedua tangannya.
"Lea ...."
Azalea tersentak dan menoleh lalu mendapati mertuanya berdiri di ambang pintu. Wanita cantik yang telah melahirkan Randu itu membawa sebuah tas besar yang entah berisi apa. Azalea menyambut beliau dan membantunya membawa tas yang ternyata berisi belanjaan.
"Mama, kok nggak ngabarin kalau mau datang," kata Azalea sembari membawa belanjaan ke dapur.
"Nggak ada rencana kemari. Pas belanja tiba-tiba lihat cempedak dan langsung ingat kamu. Mama beli dan bawa deh ke sini. Sekalian beberapa sayur buat persediaan."
"Makasih, Ma, sudah mau repot-repot membelikan semua ini buat Lea."
"Repot apa? Sekalian itu tadi. Mana Deasy?"
"Tidur, Ma." Azalea mengambil sebuah gelas dan membuatkan sirop markisa kesukaan mertuanya.
Dibawanya minuman yang telah dibuatnya ke ruang tengah di mana sang mama mertua duduk dan memindah-mindah saluran televisi. Setelah meletakkan gelas di meja, Azalea berniat ke dapur dan mengembalikan nampan yang tadi dia gunakan untuk membawa minuman, tetapi suara Mama Randu menghentikannya.
"Lea, Mama mau nanya."
Azalea langsung duduk di depan mertuanya. "Ya, Ma, silakan saja."
"Kamu baik-baik saja, kan, dengan Randu?"
Azalea terdiam, tidak bisa menjawab pertanyaan itu sama sekali. Ingin memulai bercerita, tetapi tidak tahu mau memulai dari mana. Mama mertuanya saja bisa merasakan ada ketidakberesan dalam rumah tangga Randu dan Azalea, tetapi mengapa Randu bersikap seolah tidak terjadi apa-apa?
"Baik-baik saja, Ma. Memang kenapa Mama tanya seperti itu?"
"Enggak papa. Mama hanya heran, tadi pagi Randu mampir ke rumah hanya mengambil baju. Katanya habis dari luar kota dan nggak sempat pulang. Malas bolak balik katanya."
Azalea tersenyum manis. "Nggak papa, Ma. Mas Randu memang berangkat dua hari lalu dan mestinya pulang hari ini," jelas Azalea.
"Ya sudah kalau kalian baik-baik saja. Jangan sampai bertengkar, ya! Randu itu memang pendiam begitu anaknya, kamu yang sabar aja kalau menebak-nebak kemauan dia."
Mamanya saja mengatakan kalau Randu susah ditebak. Selama hampir dua tahun pernikahannya, Azalea belum pernah mengeluhkan hal itu. Namun, kini dia membenarkan ucapan sang mertua. Dia dan Randu benar-benar berbeda dan sepertinya memang tidak cocok sama sekali.
Pola pikir Azalea dan Randu sangat berbeda. Mengingat hal itu saja sudah membuat Azalea merasa tidak enak. Pandangannya berbeda dengan Randu. Dengan seluruh kepandaian suaminya, Azalea merasa tidak berguna. Sebuah kesadaran langsung menghantam otaknya. Randu tidak pernah butuh dirinya. Azalea mungkin hanya sebuah pajangan di rumah mereka. Rasa tidak berguna perlahan merambati hatinya.
"Lea! Ada apa sih, Nak?" Suara keras dan tepukan di tangan menyadarkan Azalea dari lamunan.
Azalea menghapus air mata yang tanpa sadar sudah membasahi pipinya. "Nggak papa, Ma. Lea baik-baik aja."
"Kalau nggak papa kok nangis?"
"Hanya terharu, Mama baik banget."
Hanya itu yang bisa dilakukan oleh Azalea. Sedikit pun dia tidak berniat untuk membeberkan masalah rumah tangganya meski itu kepada wanita yang telah melahirkan Randu. Dia masih berusaha mengatasi semua masalah itu sendirian. Sampai dia memutuskan untuk bertahan atau menyelesaikan pernikahannya.
Nah kan, kangen sibilangin kalo gak pulang² gitu. Syedih akutuuhh😁😁
Sampai jumpa Selasa depan temans.
Love, Rain❤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top