5.
"Morning, Mbak Win." Hana menyapaku yang baru sampai toko pagi ini. Ia tampak sedang merapikan rak kue kering dan kulihat Ismail sedang mengecek persediaan bahan pembuatan cake dan cookies.
"Morning, Han," balasku seraya menuju tempatku biasa duduk di toko ini. "Oya, aku minta tolong buatin rekrutmen untuk toko kita. Aku mau rekrut bagian pengiriman, sama asisten utnuk kamu dan Ismail."
"Haaaa, seriusan, Mbak?" Mata Hana berbinar.
Aku mengangguk tegas. "Iya, aku ditegur Mami kemarin gara-gara Mami gak tega lihat kalian kelimpungan melayani pesanan. Akunya juga sih, yang gak peka. Benar kata Mami, kalau customer kita sudah lumayan banyak. Dari Hotel, restaurant, catering, event organizer, sampai beberapa yayasan yang suka bikin acara amal. Sejauh ini kita bisa tangani bertiga karena mereka pesannya saat tidak berbarengan. Kalau sedang serentak, bisa tepar kita," jelasku sambil sedikit tertawa pada Hana.
Hana tertawa ringan. "Iya, Mbak, Alhamdulillah toko kita semakin hari semakin berkembang."
Aku membereskan mejaku yang ada di toko, dekat meja Hana yang bertugas sebagai kasir. Jika sedang di toko, aku bertugas sebagai customer service dan asisten Ismail.
Suara pintu kaca toko yang terbuka mengalihkan pandanganku yang sedang melihat catatan bahan-bahan yang harus aku belanjakan. Dipintu toko aku melihat sosoknya. Buaya korban Buaya Amazon itu sedang berjalan perlahan menuju mejaku. Sorot matanya, ya sorot mata itu kembali memasuki retinaku. Aku melihat pancaran kebahagiaan dan kerinduan yang terpancar dari manik matanya.
Dia bahagia, karena apa?
Dia rindu, merindukan siapa?
Aku terkesiap dari keterkejutanku. Aku harus menghadapi dia yang tiga hari ini selalu datang kemari mencariku. Winda yang cengeng tidak boleh hadir kali ini. Winda yang saat ini adalah winda yang tangguh dan kuat menghadapi apapun.
Meski hati ini tiba-tiba kembali merasakan sakit dan otak ini kembali mengingat memori lima tahun silam, tapi senyum tetap terbit diwajahku meski tipis dan terkesan lirih. Entah mengapa hati ini sepertinya tak bisa berbohong jika aku ternyata masih merindukan pria bajingan ini.
"Winda." Ia memanggilku lirih. Kini, tubuh tegapnya sudah berdiri di depanku, menatapku dan kami bertukar pandang dengan binar yang tak bisa kami tangkap artinya.
"Ya?" Ah! Kemana lidahku yang pintar merangkai kata ini? Mengapa hanya kata itu saja yang berhasil keluar disituasi saat ini?
"Jangan pergi lagi," ucapnya, dengan nada yang kudengar seperti memohon. Aku melihat ada pancaran sendu dan sedih yang ia tembakkan melalui retinanya kepadaku.
Jangan pergi
Jangan pergi katanya.
Memang siapa yang meninggalkan siapa?
Siapa yang pergi dari siapa?
Aku mengerjap lambat seraya terus meminta otakku untuk memutar kalimat apa yang harus kuucapkan kepadanya. Wajahnya terlihat lega dan bahagia bertemu denganku, padahal ia sendiri yang menciptakan luka di hatiku. Napasku terhela panjang sebelum akhirnya mampu menetralkan degup jantung yang bertalu kencang hingga membuat dadaku terasa nyeri.
"Kamu ngomong apa saja sama Mami? Kenapa cari aku setiap hari? Mau apa kamu? Hancurin hati aku lagi?" Mataku memicing sinis pada pria yang berdiri di depanku saat ini. "Oh ya, tahu darimana aku disini?" Berbagai pertanyaan yang ada dipikiranku terlontarkan begitu saja bagaikan gerakan pisau yang sedang mencincang penuh emosi.
Raditya tersenyum simpul dengan mata yang tampak lembut menatapku. Sialan, setelah apa yang ia lakukan pada hatiku, masih bisa juga dia bersikap seperti itu. "Satu-satu Win, kalau tanya. Aku bingung jawabnya." Buaya itu menjawab dengan lembut dan sabar.
Bisa ya, lelembut berbuat lembut.
"Oke,soal apa saja yang aku obrolin sama Mami kamu beberapa hari lalu, akan aku sampaikan ke kamu juga saat ini. Kenapa aku cari kamu beberapa hari ini juga karena aku ingin ketemu kamu. Ada yang ingin aku sampaikan. Untuk apa aku disini, tentu aku mau meminta maaf, dan menjelaskan semuanya sama kamu. Apa yang terjadi diantara kita, sejujurnya inginku kuanggap belum selesai, Win. Soal darimana aku tahu tokomu adalah, dari kartu nama yang kamu kasih ke Nesya melalui Karti. Karti selalu memberi laporan apapun soal Nesya ke aku Win." Radit menjelaskan dan menjawab semua pertanyaan Winda perlahan.
Sialan itu si Karti, tetapi bukan salahnya juga jika laporan soal Nesya ke majikannya. Aku jadi menyesal memberikan sesuatu pada orang yang tidak dikenal. Bahaya. Dan sekarang, itu harus terjadi padaku. Harusnya aku tidak sembarang memberikan apapun pada orang yang baru dikenal. Jadi begini kan hasilnya! Menyebalkan.
Wajah Raditya yang tampak menunggu, membuatku mau tak mau beranjak dari meja pelayanan pelanggan tokoku dan berjalan enggan menaiki tangga ke lantai tiga. Tanpa kuperintah atau kuundang, pria itu membuntutiku pelan. Sepanjang meniti anak tangga, hatiku berdebar dengan jutaan emosi yang ingin kupecahkan. Rasanya ingin menangis, tetapi harga diriku melarang keras airmataku untuk tumpah.
Aku menaikkan satu alis, dengan wajah yang kubuat sinis dan seakan tak tertarik mendengarkan penawarannya. "Kamu mau jelasin apa lagi? Sejak kamu meninggalkan aku sepihak tanpa pamit atau status yang jelas, aku udah anggap hubungan kita berakhir." Aku mengatakan kalimat tersebut dengan tegas. Saat ini aku duduk di mejaku dan dia duduk di sofa yang tersedia di ruanganku ini.
"Aku mau memulai hubungan kita lagi, Win. Izinkan aku memperbaiki yang sempat aku rusak." Ia menatapku lembut dari tempatnya. Gesturnya yang duduk tegak dengan mata yang menyorot tajam, membuat hatiku seketika dilanda bimbang.
"Kamu gila? Aku gak akan sudi memulai hubungan sama suami orang! Kamu pikir aku wanita apa?" Emosiku mencuat seketika. Gila saja pria ini. Memintaku kembali setelah merusak semuanya.
"Aku gak punya istri, Win."
"Bohong! Itu Nesya anak siapa?"
Ia menghela napas panjang, lalu berucap lirih. "Anak aku."
Aku berdecih dengan nada yang mencemooh. "Terus, aku harus menjalin hubungan sama pria berkeluarga kayak kamu? No way!"
"Aku gak punya istri, Win. Ibunya Nesya sudah meninggal dua tahun lalu."
Aku mengibas tangan seakan tak acuh dengan informasi yang ia lontarkan. Padahal, aku sedang mencoba menormalkan tanganku yang mulai gemetar. "Halah, alasan, Mas! Aku gak bisa," Aku menggeleng cepat, "gak bisa lagi menerima kamu. Semua sudah hancur. Hancur gak bersisa. Hati aku, rasa percaya aku, cinta aku, respek aku, aku sudah gak mau kenal kamu lagi, gak mau lihat kamu lagi." Aku merasa pandanganku mulai mengabur dan entah bagaimana bulir-bulir air mata sudah menetes dan membasahi pipiku. Aku gagal menjaga tekadku untuk terlihat tegar dihadapanya. Nyatanya, Winda yang sekarang tetaplah Winda lima tahun lalu yang mencintai Radit sepenuh hati.
Radit berjalan mendekatiku. Ia duduk di kursi yang ada di hadapanku dan memegang kedua tanganku yang saat ini kugunakan untuk menutupi wajah yang basah ini.Ia menarik kedua tanganku dan mengusap airmata yang ada di pipiku dengan tangannya.
Aku menampik dan mengempaskan tangannya dengan kasar. Dia pikir siapa dia, tiba-tiba hilang dan tiba-tiba kembali datang. Setelah menyakitiku, kini seenaknya menyentuh wajahku.
**
Hai ... aku mau promo novel cetak Kisah Klasik Hari Ini, sambil menunggu versi ebooknya tersedia. Lovrinz bikin program bundling dengan buku karya Bunda Rina (owner Lovrinz) dengan menambah sepuluh ribu saja dari harga normal Kisah Klasik Hari Ini. Jadi, dengan harga 155 ribu rupiah, kamu bisa dapetin novel cetak Kisah Klasik Hari Ini plus satu dari tiga judul novel karya Rina Rinz yang bisa kamu pilih.
Pengiriman dari penerbit Lovrinz yang ada di Cirebon dan free ongkir sampai 25 ribu rupiah. Yang rumahnya sekitar pulau jawa, bisa dapat gratis ongkir.
Paket Bundling KKHI + Sin Rp. 155.000,- Free ongkir sampai 25.000
Paket Bundling KKHI + Ladies in My Husbands Pocket Rp. 155.000,- Free ongkir sampai 25.000
Paket Bundling KKHI + Ladea Rp. 155.000,- Free ongkir sampai 25.000
Untuk promo ini, pemesanan hanya via aku di WA 087853513454 dan berlaku hanya sampai 31 Januari.
Berikut blurb dari novel karya Bunda Rina Rinz
1. Ladies in My Husbands Pocket
Yang datang dan pergi, tak perlu mencari alasan karenanya. Bahwa segala sesuatu bukanlah sebuah kebetulan. Tugas kita hanya lewati dan jalani dengan riang gembira. Bukankah setiap peristiwa layak untuk dirayakan? Bahkan satu embusan napas pun adalah sebuah ungkapan syukur. Bahwa satu tetes air mata pun adalah anugerah. Maka biarkan yang datang duduk diam sejenak atau beberapa jenak. Yang pergi, biarkan ia berlalu dengan atau tanpa jejak kenang.
Beginilah hidup.
Ladies in My Husband's Pocket adalah kisah yang bisa terjadi pada siapa saja. Kehidupan pernikahan sering kali terombang-ambing di tengah perjalanan. Penyebabnya harta, tahta atau hadirnya orang lain dalam bahtera rumah tangga. Kuatnya biduk rumah tangga berakar dari hati yang tulus ikhlas berserah pada Sang Pemberi Cinta. Namun bukan berarti yang retak pun tak berserah, hanya saja memilih sendiri adalah salah satu pintu yang bisa dibuka untuk memulai perjalanan selanjutnya.
Demikian dengan kehidupan Rhama dan Deschia. Kehadiran orang ketiga membuat hati tersayat. Mampukah Deschia melewati semuanya? Sanggupkah Rhama meyakinkan Deschia bahwa dialah wanita terakhir dalam hidupnya? Mampukah Rhama dan Deschia menjalani komitmen dan janjinya untuk sehidup semati pada pernikahan yang sudah mereka jalani selama 9 tahun?
2. Sin
Dua minggu sebelum pernikahan berlangsung Sintya memergoki calon suaminya bercinta dengan wanita lain. Padahal Sintya telah membuka hati untuk cinta. Merelakan cintanya pupus demi cinta yang lain.
Semesta seakan memberikan jawab. Bahwa tak ada cinta yang benar-benar layak untuknya.
===
Tiga ruangan dokter terbuka. Wanita itu mulai memelankan langkah kakinya. Ada yang tidak beres, batinnya. Sayup-sayup terdengar suara dari pintu yang tertutup. Langkah kakinya mendekat. Suara-suara itu makin menusuk gendang telinganya. Tangan kanannya menyentuh kenop pintu. Hati dan pikirannya tak sejalan. Ia ingin berlari, tapi tangannya sudah menempel kuat di gagang. Dengan napas memburu ia membuka dengan sekali hentakan.
"Apa saya mengganggu?"
Dua insan terlonjak dari atas meja.
"Maaf, seharusnya kalian mengunci pintunya dengan benar," ujarnya dengan nada cukup tenang. "Dan kamu, mas Jo, selamat bersenang-senang."
Ia menutup pintu dengan pelan. Membalikkan badan. Dan menarik napas panjang. Menjaga agar tak ada air mata yang tumpah dari pelupuk matanya.
"Sudah selesai. Sudah selesai, Sintya."
3. Ladea
Orang bilang cinta selalu menemukan jalan pulang.
Ya mungkin saja itu benar. Tapi tidak buatku.
Jalan yang bagaimana harus kulewati agar bisa menemukan rumahku? Rasanya jalan lurus sekalipun aku tak melihat pintu terbuka.
Pantaslah bila akhirnya aku memilih kembali ke rutinitas yang bagi sebagian besar orang mengatakan itu tak mungkin bisa membuatku bahagia.
Bahagia yang lengkap. Saat ada belaian lembut wanita di belakang punggung lelaki. Lelaki sepertiku yang terlalu takut bahkan untuk sekadar menatap wajah wanita.
Namun, itu dulu ... dan semua berbeda saat aku bertemu Ladea.
Mereka bilang aku gila. Anggaplah benar.
Siapa pun akan tergila-gila melihat Ladea.
Wanita berambut hitam legam dan ikal terurai di punggung rampingnya. Hidung mancung dan berkulit putih. Mataku tak berkedip saat melihat bibirnya terbuka walau hanya berucap, "Selamat pagi, pak Bayu." Senyumnya begitu menggoda, hingga tak bisa aku memejamkan mata tanpa membayangkan indah senyumnya.
Ya, mereka bilang aku gila. Bagaimana mungkin aku menyukai wanita yang terkenal dingin itu?
Lady La. Begitulah kupanggil ia dalam mimpi-mimpiku. Mimpi yang bermula dari sapanya sesaat setelah ia memperkenalkan diri sebagai partner bisnis
beberapa saat yang lalu.
Aku benar-benar jatuh cinta.
Nah, kan, tiga bukunya lumayan kan buat nambah koleksi kalian? wkwkkwkwk. Buruan ambil kesempatan ini sebelum 31 Januari!
LopLop
Hapsari
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top