Special chapter; Hanamaru tour!
A Touken Ranbu ft Twisted Wonderland fanfiction,
-Lueur-
By; aoiLilac.
Credit; DMM, Nitro+. And Disney- Twisted Wonderland, Aniplex, Yana Toboso.
Special cast: Mikazuki Munechika and Ichimonji Norimune, ft. Malleus Draconia.
Tak henti-hentinya Malleus tersenyum menimpali dua kesatria yang kata mereka di-tua-kan dalam benteng Timur. Melihat pemandangan yang tidak akan datang dua kali, merasakan undangan istimewa untuk menginjakkan kaki ke tanah yang diberkahi para dewa membuat Malleus merasa... tersanjung. Layaknya kelopak bunga yang mekar di antara musim dingin.
Riddle Roseheart sudah kembali dari pelepasan anak-anak penyu di pantai. Tubuh mungilnya bergabung di engawa.
"Baik, tuan-tuan." Bunyi piring yang bertemu permukaan teras membuat kedua penyihir saling menoleh ke sisi di mana sumber suara tersebut datang tanpa peringatan. Tak merasa ada langkah kaki yang mendekat, Riddle dan Malleus sama-sama mengatupkan bibir. Lain dengan Mikazuki dan Norimune yang membubuhkan senyum simpul pada beberapa tusuk dango serta teh hijau yang tampak mengepul asapnya disajikan.
"Oya. Shokudaikiri peka seperti biasa." Mikazuki memuji asal.
"Benar." Norimune menimpal. "Maa, terima kasih seperti biasanya, nak Mitsutada."
Jawaban tak lantas datang dari pedang Date, sebaliknya, ia hanya mengangguk menampilkan senyum tulus sebagai respon yang sopan. Iris emas beralih pada dua tamu yang dibuat sangsi dengan sajian yang dihidangkan di permukaan piring merah maroon yang dibubuhi lukisan pohon sakura beserta rerantingnya dan bunga sakura di sekekelilingnya. Apa ini? batin keduanya. Kudapan ringan berwarna putih; bundar; dan ditaburi bubuk merah kecoklatan di permukaannya. Shokudaikiri tertawa untuk menjawab kebingungan yang terjadi depan mata.
"Ini mochi, tuan-tuan."
Manik abu Riddle membesar layaknya iris hijau Malleus. "Apa?"
"Mochi." Diselingi tawa, Shokudaikiri mengulanginya kembali.
Malleus memandang penuh selidik. "Seperti apa rasanya?"
"Entah." Shokudaikiri mengangkat kedua bahu dengan ambigu, menampilkan senyum enigma. "Dicoba saja. Aku menaruh es krim di dalamnya?"
"Es krim?" Malleus dan Riddle sama-sama membilang takjub.
Keraguan dalam benak Malleus seakan menguap, langkah selanjutnya, ia memakai ibu jari berikut telunjuknya berencana membawa kudapan mungil itu ke dalam mulut. Ia menekan, memerhatikan layaknya seperti permata langka. "Apa benar di dalam sini ada es krim?"
"Cobalah."
Malleus bergeming.
Ichimonji Norimune dan Mikazuki Munechika memasuki denah obrolan mereka masing-masing saat Malleus terombang ambing dalam danau keraguan untuk memakannya atau tidak. Karena Malleus tak yakin kalau benda sekenyal yang ia cubit ini mengandung kudapan favoritnya; es krim. Riddle tertawa memandang seniornya. "Senior, tidak ada salahnya dicoba."
"Roseheart, aku hanya bingung. Mengapa camilan kecil ini bisa diisi dengan es krim?"
Membuktikan hipotesis, Malleus membuka mulut saat membawa lebih dekat kudapan itu dalam indra pengecap. Rona sewarna buah persik terbentuk samar, dengan cepat merebak ke seluruh kulit pipi menggambarkan perasaan tak biasa darinya. Kenyal saat digigit, meletup mencair menjamah seluruh daging tak bertulang di balik barisan gigi dengan empat taring meruap meninggalkan rasa manis samar nan lembut. Manik hijaunya lantas membesar begitu ia memandang Silver yang mendatanginya dengan menggendong Kenshin menggunakan satu tangan. Ia lantas meminta Silver mencicipi kudapan yang sama dengannya.
"I-ini enak, Silver. Sungguh."
"Malleus-sama." Panggil Silver lemah lembut. "Apakah Malleus-sama menyukainya?"
"Sangat."
Lalu, Shokudaikiri dikagetkan dengan suara permohonan Silver yang terdengar tegas. "Tuan kesatria!"
Shokudaikiri menganga terkinjat. "Y-ya?"
"Bisakah engkau yang terhormat mengajariku cara membuat kudapan yang disantap oleh tuanku?" Ia bertanya, mengharapkan jawaban 'ya' dari figur yang rupawan itu.
"Kenshin tahu, Kenshin tahu!!" balas si kecil dalam gendongannya. Lantas, Silver menoleh pada mata besar Kenshin. "Kakek Mitsutada dan papa Azuki adalah juru masak nomor satu di sini, tuan tamu! Aku tahu caranya buat mochi!"
"Kakek?" Dahi Silver mengerut. "Pa-papa?"
Shokudaikiri tertawa keras. "Yang kamu gendong itu cucu saya."
Riddle mangap, Malleus menjatuhkan mochi yang separuh tergigit. Silver mengaga lebar.
"Ah, tak perlulah engkau terkejut seperti itu." Norimune meluruskan selepas menyesap teh panasnya dengan damai di bawah serayu musim semi yang berambu lembut. "Banyak keturunan di sini. Aku pun memiliki beberapa keturunan di sini. Untuk yang juru masak itu." Norimune setengah tertawa menyebutkan juru masak. "Leluhurnya masih ada. Kamu ingat sosok bersurai merah yang mengajak saudaramu untuk ke dojo?"
Silver ingat. Si merah bertubuh tinggi besar yang mengajak Sebek ke dojo dengan beberapa kesatria. Lantas, ia menggangguk.
"Itu leluhurnya." Norimune menyambung.
Malleus, Riddle dan Silver tampak terkejut dengan pengakuan ini. Sekaligus dibuat takjub akan kekuatan seorang Saniwa yang mampu membangkitkan bilah logam dari beberapa generasi ke generasi menjadi seorang manusia. Dan itu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia biasa jika bukan karena kekuatan dewa. Atau, bahkan penyihir sekalipun seperti dirinya. "Ah..." Ia membalas sembari mendengar penuturan bergantian dari Norimune dan Mikazuki akan keluarga yang lain. Aoe. Gou. Ichimonji. Kanesada. Samonji. Sanjou. Awataguchi. Sadamune. Mike. Kobizen. Masamune. Hingga kelompok pedang tanpa nama penempa, namun dikelompokan dalam satu masa yang sama. Seperti pedang Shinsengumi. Heshikiri Hasebe, Fudou Yukimitsu dan masih banyak lagi.
"Itu maknanya, kekeluargaan di sini sungguhlah begitu erat." Malleus memuji. Tampak suaranya memancarkan kekaguman luar biasa akan kehidupan di sini.
"Maa..." Mikazuki membuat tawa khasnya. "Aruji yang menyatukan kami semua."
Lalu derap langkah menggebu datang dari arah yang berlawanan. Nasib baik Norimune sedang tak memegang teh atau menyuap potongan dango saat sang tuan tetiba menubruknya persis dari belakang. Mengikatnya dalam dekapan tenang saat kau sendiri mulai merasakan tangannya mengusap pergelanganmu. Satu tangan bergerak, meraih bunga-bunga wisteria yang ada di bandana Mikazuki. Sontak perlakuan tersebut membuatnya turut memberikan atensi untukmu. Tanpa suara, hanya dengan gerakan bibir yang dipenuhi senyum, kau mendengar batinnya. Apa, kasihku?
"Mikazuki suka dengan bandana yang aku buat?"
Ia tertawa sejenak. "Apapun yang Akina berikan, Mikazuki ini selalu menyukainya."
"Ah. Malas jawabannya selalu itu."
Kini, Norimune yang tertawa.
"Hime, baiknya, kamu menjawab pertanyaanku saja." Shokudaikiri memotong. Kini membuatmu merosot dari punggung Norimune dan duduk berhadapan langsung dengan figur yang dipanggil 'kakek' oleh Koryuu Kagemitsu dan Kenshin Kagemitsu. "Makan siang. Apa yang ingin kamu makan?"
Pertanyaan itu lebih sulit ketimbang taktik perang yang akan kau gunakan. Membuatmu harus berpikir lebih keras agar selera semua orang sama di satu waktu.
"... Sudah tanya tantou?"
"Aku sudah melakukannya. Dan mereka meminta apa yang kau inginkan, seperti itu."
"Aaaah. Namun, aku mengantuk sekali, Shokudaikiri."
Sebek yang ditarik bersamamu tadi kini mengatur degup jantung yang berceceran karena Malleus menawarkannya kudapan yang disebut mochi itu padanya.
Tampak air muka Shokudaikiri kini berubah satu tingkat menuju kegemasan. Menyokong perasaannya terhadap sang tuan, kini kau tak dibiarkan bernapas olehnya sebab hidungmu di pencet kuat oleh jemarinya. "Maafkan aku, Shokudaikiri!!"
"Aku hanya memintamu untuk memutuskan menu makan siang. Aku belum memintamu untuk mengupas kentang yang kamu benar-benar tidak bisa melakukannya."
"Aku mengerti!! Nabe saja bagaimana—nabe!!"
Kau kembali bernapas normal.
"Bagaimana dengan pendampingnya?"
"Ikan! Aku ingin ikan panggang. Namun, tidak mau yang kering."
"Baik. Para tamu kuyakin akan menyukainya. Nanti kita makan sama-sama."
Shokudaikiri bangkit, dan memandang Silver atas permintaan sebelumnya. Selanjutnya, tangan pemuda itu sudah digandeng oleh tangan yang lebih besar darinya. "Hanya dengan kau membantuku membuat makan siang, bagaimana?"
Shokudaikiri terkekeh geli mendengar jawaban polos Silver. "Ah. Tentu saja, tuan!! Aku akan membantumu menyiapkan makan siang."
"Aku bergurau." Ia membalas. "Tuanku mengajarkan kami untuk selalu memuliakan tamu. Saa, mari ke dapur."
Tanpa pengawasan, Silver turut serta menarik pergelangan Sebek—memaksa tanpa suara, hanya dengan aksi walau si surai hijau tampak sangat jelas enggan untuk ikut. "Oi oi oi!! Silver!!!"
Malleus dan Riddle beserta Norimune dan Mikazuki mengalunkan tawa yang terbelai anila. Tak membutuhkan waktu lama bagi Shokudaikiri memandu Silver dan Sebek ke tempat yang dituju. Meninggalkanmu dengan dua kesatria dan dua penyihir di engawa yang masih bertukar pikiran. Riddle yang banyak bertanya pada Mikazuki. Sementara Norimune kini menanggalkan topi berikut kain yang ada di punggungnya.
"Masih mengantuk?" Malleus Draconia mengajukan pertanyaan untukmu, dan tersenyum saat kau menjawabnya. "Kalau seperti itu, tidurlah."
"Bukankah tidak sopan kalau Saya tidur dan meninggalkan tamu?"
"Maa, tidak perlu ke kamar." Norimune menyela ringan. Kau mengalihkan atensi padanya. Ia melipat kainnya di atas paha, lalu menepuk-nepuk mengisyaratkan kalau kau bisa merebahkan kepalamu di sana. "Akina tidak tidur karena terlalu senang untuk menyambut tamu hari ini. Tidurlah di pangkuan kakek tua ini sementara waktu. Masih ada beberapa saat sebelum makan siang." Rayuan angin menambah berat matamu yang sedari awal sudah terombang ambing dalam riak danau kesadaran. Norimune masih membiarkanmu memandangnya dari bawah, satu tangannya masih menepuk-nepuk pelan pergelangan tuannya, ia tahu, kau mudah tertidur jika ada yang memberi atensi begitu.
Menyembunyikan wajah dalam perut dan melingkarkan pergelanganmu di pinggang, Norimune perlahan merasa pelukannya berkurang tak seerat awal. Mengintip sedikit, pastilah ia yakini kau terlelap dalam perutnya. Tipisnya kurva terbentuk tulus dari bibirnya, tak ingin tuannya terganggu oleh hal-hal yang tak terduga, kain yang mulanya ia jadikan selendang, kini digunakan untuk menyembunyikan wajah tuannya sementara waktu.
"Sudah tidur?" Mikazuki berbisik, ia bertanya.
Norimune mengangguk, meminta Mikazuki untuk melihat tuannya yang terlelap damai tanpa futon, hanya beringsut di pangkuan salah satu kesatrianya dengan nyaman. Wajah si bulan melembut, tanpa sadar tangannya menjaremba pucuk kepala sang dayita, mengusapnya perlahan seakan-akan membelai anak kucing.
"Gadis ini sempat marah padaku."
Malleus berdiri, kini ia turut berlutut mencoba mengintip wajah gadis asing yang terlelap damai. Agaknya, teratai pun kalah tenang dengan wajah tidurnya. Lalu ia memandang Mikazuki lagi. "Kurasa gadis lembut sepertinya tidak mungkin marah."
"Tidak begitu, nak." Ichimonji Norimune menjawab, "Akina marah besar pada Mikazuki, dan itu terjadi. Saat nak bulan ini nekat mengorbankan dirinya, lalu menemuimu dalam wujud roh. Itu yang membuat Akina sempat marah.
"Mengapa?" Bibir gelapnya bertanya. "Bukankah itu pengorbanan yang harusnya tidak bisa dianggap sepele? Butuh keberanian untuk melakukan hal itu."
Mikazuki menjawab, "Aku tahu apa yang kau pikirkan, nak. Namun, yang Akina pikirkan saat itu adalah kami—yang ada di sini. Ia tidak peduli bagaimana susahnya dia sendiri, Akina tidak peduli seberapa besar rasa sakit yang harus diderita olehnya, yang terpenting untuknya adalah kesatria miliknya aman. Hanya itu."
"Terlebih bulan ini adalah tangan kanannya. Wajar gadis itu agak tertekan. Dan berakhir marah."
"Namun, kalian semua berhasil melewatinya."
"Itu karena aku meminta Kikku Ichimonji ini melindungi benteng." Kekeh sang bulan. "Kikku melindungi benteng ini sampai nyaris terbelah."
Malleus terdiam. Ia tak mampu berkata apa-apa. Beberapa kali mulutnya terbuka hendak mengatakan sesuatu, di saat yang bersamaan bibir gelapnya kembali mengatup tak tahu harus menanggapi bagaimana. Cerita dua orang itu—Malleus yakin, tak dibuat-buat. Namun, ia juga sedikit bertanya-tanya akan kemampuan seorang Saniwa. Apa benar sehebat yang ia pikirkan atau isapan jempol belaka.
Bayang memggerayangi pikiran, sebelum ada dua pergelangan mungil mengalungi pundaknya. Hal tersebut juga didapat oleh Mikazuki dari Imanotsurugi. Dan Norimune dari Hochou Toushiro.
"Cantik, ya?" Lilia bertanya pada Malleus, tampaknya, ia sudah selesai bermain dengan anak-anak pedang. Sang peri tersenyum tipis saat pendar hijau dalam maniknya melebar. Dan Lilia tahu bahwa Malleus tak berbohong menjawabnya.
"Keterlaluan bahkan." Begitu ucapnya sembari berdiri kembali.
"Jujur, aku sempat berpikir bahwa tuanmu ini adalah boneka." Menuruni bukit, Vil lantas nimbrung masih bersama Daihannya Nagamitsu; yang menanggapinya dengan tawa. Entah mengapa, Norimune melihat keduanya tampak seperti sudah mengenal lama karena saking klopnya.
"Iya sama."
"Apa?"
"Aku bercanda, hey." Daihannya langsung meluruskan guruannya terhadap Vil. Lalu, lirikannya terpaku pada Leona yang memandangimu dalam diam. Ekornya bergerak ke kiri ke kanan. Kemudian berlutut sama seperti apa yang Malleus lakukan sebelumnya.
"Aku tak percaya, wanita mungil sepertinya mengurus kalian semua." Leona tertegun mengucap rangkaian kalimat itu. Pra-sadar, tangannya yang besar pun mengusap kepalamu lembut seakan tak mau membuatmu terbangun. Vil memainkan surai panjang yang tergerai bebas. Kalim mengisyaratkan untuk 'teman-teman' tantounya agar tetap senyap.
Tahap tidak mengenal pun namun, Great Seven dibuat mengenalmu karena cerita kesatria-kesatriamu. Entah mengapa, Great Seven ini merasa—katakanlah cukup iri dengan kehidupan kesatria di sini. Kesatria ini—pedang-pedang ini katakanlah pernah "hidup" dalam era yang berbeda. Dan tak sedikit mantan tuan mereka pun berselisih dengan mantan tuan lain. Tak jarang pun perselisihan dibawa sampai mereka menjadi sosom manusia seperti ini. Dan yang paling uniknya, apabila mereka bertengkar sebab membanggakan tuan mereka sebelumnya, kau hanya menonton dan tertawa karena tingkah konyol mereka.
Lalu satu yang mereka sadari adalah; kau menyatukan mereka seperti sebuah keluarga. Keluarga besar dengan canda tawa, suka duka. Semua dirasakan setiap harinya, lebih elok sebab... nyawa dipertaruhkan dalam degup jantung samar layaknya kelopak bunga yang masih kuncup.
Azul Ashengrotto tiba dengan Ichigo Hitofuri. Penyihir bawah laut itu nimbrung dengan rekannya. Idia Shroud tampak bengul di mata bersama Yamanbagiri Chougi saat mendatangi tempat yang sama.
Leona berjengit menemukan titel yang ia rasa cukup pantas untukmu. "Ratu tanpa mahkota." Bisiknya dengan mengulas senyum. Kemudian, kembali memandang Mikazuki dan melontarkan pertanyaan begini, "Apa kau merasa cukup dengan ini semua?"
Sang bulan bergeming. Kerinduan dalam dirinya lebih sedikit dari impian yang samar, nyaris tak ada bedanya dengan kerinduan dalam hati seseorang bila memandang sepotong awan yang manis pada langit musim semi. Great seven dan Touken danshi dibuat terkesima dengan jawaban singkat yang dilontarkan oleh Mikazuki saat menjatuhkan pandang padamu yang terlelap di sebalik tabir.
"Manusia, katana, benteng dan Akina, tempatku adalah di sini. Semua yang kudapatkan lebih dari cukup untuk kehidupanku sekarang."
August 16, 2023.
aoiLilac.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top