Special chapter; Hanamaru tour!

A Touken Ranbu ft Twisted Wonderland fanfiction,

-Lueur-

By; aoiLilac.

Credit; DMM, Nitro+. And Disney- Twisted Wonderland, Aniplex, Yana Toboso.

Special cast: Yamanbagiri Chougi and Idia Shroud.

Sayup rendah suara Ichigo Hitofuri yang memandu serta merta Azul Ashengrotto dan Idia Shroud keliling benteng terdengar begitu lembut layaknya kelopak bunga yang menjatuhi pipi saat musim semi bergulir.

Great seven dipecah sesuai keinginan mereka. Riddle Roseheart memilih ke tepi pantai, didampingi oleh Buzen Gou dan Okinawa kyoudai. Lilia Vanrouge dan Kalim al-Asim diajak anak-anak tantou untuk bermain outbond di bagian hutan dan sungai benteng. Vil Schoenheit dengan Leona Kingscholar berteduh di bawah pohon mannenzakura beralaskan karpet piknik dengan kesatria lain di bukit. Malleus Draconia beserta Silver tengah duduk-duduk di engawa bersama barisan kesatria yang ada di sana. Sedangkan Sebek Zigvolt melipir ke dojo dengan tawaran Ookanehira untuk mejatuhkannya. Akina pun ada di dojo, untuk melihat sejauh mana gerakan kesatria Lembah Duri dan kesatria kesayangannya. Walaupun, touken danshi miliknya selalu unggul karena pengalaman. Namun, Akina dan beberepa kesatrianya yang ada di dojo turut mengangumi pergerakan Sebek. Izuminokami Kanesada tak segan memberikannya ilmu, Sebek menyimak baik-baik.

"Nah, kalau di sini tempat jalannya memonitori peperangan." Ichigo berujar ramah. "Para punggawa yang dipilih nona Akina biasanya akan ada di sini satu hari penuh untuk memenuhi tanggung jawabnya."

"Tuan sering?" Azul bertanya pada sang tachi, yang segera disambut tawa dan anggukan oleh Ichigo. "Namun, seringnya adalah tangan kanan dan bayangan nona, tetapi untuk saat ini, nona mengatakan untuk bersantai sejenak."

Azul tersenyum, sementara Idia yang memang hobi dengan hal-hal seperti ini langsung memasuki ruangan itu. Menahan decak kagum kala melihat peta besar dan beberapa nama-nama wilayah di dalamnya. Tepat di tengah-tengah, ada sebuah lubang di mana kotak berisi nama-nama Saniwa ada di dalamnya bergerak saling tumpang tindih berwarna biru. Globe berbagai ukuran ada dalam satu tempat. Rak berisi buku-buku dan perkamen usang pun masih tersusun rapi. Beberapa gulungan diperiksa oleh Chougi, tanpa mengabaikan tamunya—tamu tuannya.

"Anda ingin mampir?" Ichigo menawari.

"Terima kasih, tetapi saya tidak." Azul tak lantas menghilangkan senyumnya. "Namun, Idia-san sudah pasti tertarik."

"Maksudnya, jalannya peperangan bisa dipantau dari sini?" benar saja. Si biru kepala asrama Ignihyde begitu antusias. Memberi balasan untuk Azul bahwa ia ingin berada di sini sesaat, Ichigo kembali menggiring Azul ke museum dengan duplikat pedang di dalamnya.

"Benar," Chougi membalas ringan, "Aruji lebih sering mengabiskan waktunya di sini ketimbang kamarnya."

"Wajar saja, bukankah gadis itu penjaga dan pengawas sejarah?"

Kepala perak Chougi teleng untuk sesaat. "Istirahat juga perlu."

Begitu indahnya sang bilah dengan yukata miliknya.

"Lucu sekali." Idia berkomentar dengan senyum tak sedap dipandang miliknya tak lupa memamerkan gigi-gigi runcing di balik bibir birunya, "Aku mendengar hal seperti ini dari seorang kesatria yang memiliki watak keras dan ngotot."

"Oh, ya?" Chougi membalas, "Untuk seorang pelajar yang menghabiskan hidupnya dalam kamar tanpa ada keinginan bersosialisasi dengan orang lain dan mengunci dirinya sendiri dari dunia luar. Bukankah harusnya kau yang harus belajar untuk menghargai orang lain?"

Idia memicing, Chougi menampakkan senyum miringnya. Chougi menggunakan intonasi paling rendah dantenang, yang secara tak langsung membuatnya menang sebelum adu mulut. Idia, kau tidak tahu sedang menghadapi kesatria dengan mulut yang paling pedas se-Takamagahara; Yamanbagiri Chougi. Dan Chougi, kau tak mengerti mulut biru itu jauh lebih tajam ketimbang gigi-giginya.

Perbedaan tinggi sebanyak sepuluh senti meter nyatanya tak membuat Chougi mengurungkan niat untuk melangkah mendekati tamu tuannya. Dibedakan oleh jarak sepatu, Chougi mengangkat kepala, Idia memandang bisu,

"Aku tidak menyukai gagasan bahwa kekasihku mengundang orang-orang ini ke Takamagahara."

"Kau menyebalkan sekali, bukan? Bagaimana tuanmu bertahan untuk mengurus kalian semua? Terutama dirimu?"

Chougi mengendikkan bahu sebelum Idia menyadari bahwa iris samudranya memandang amber Idia lekat. Chougi sedikit mengongah, Idia memusatkan seluruh pandangannya pada sosok kesatria yang begitu dekat dengannya ini. "Mana mungkin aku memiliki jawabannya? Mengapa tak kau tanyakan pada gadisku?"

"Oya, gadismu?" Satu alis terangkat sebagai respon mengejek. "Serakah sekali."

"Oya, aku tidak menyangka untuk mendengar kalimat ini dari seseorang yang tidak memiliki kolerasi dengan orang lain."

"Aku tidak menyangka kalau kau akan melayani tamu dengan baik seperti ini."

"Aku tidak suka tuanku memiliki hubungan yang tidak memberikannya keuntungan sama sekali. Jadi, rasa terima kasihku hanya sebatas terima kasih untuk kau karena sudah membantu kami."

"Posesif sekali."

"Pria waras mana yang senang melihat kekasihnya mengundang pemuda lain?"

Idia mengangkat bibir atasnya sedikit, melempar pandang jauh dari Chougi,

"Bisa kau tunjukkan aku tempat selanjutnya?"

"Oh, tentu tuan tamu. Mari kita ke galeri kesatria."

Tanpa membiarkan suara keluar dari bibir keduanya, Chougi menggiring Idia ke galeri yang berisi pigura-pigura besar dan nomor urut para kesatria saat sebelum dan sesudah mereka kiwame dengan posisi bersimpuh bersama bilahnya. Namun, langkahnya sedikit terhuyung karena diserbu segerombolan bocah tantou yang kebetulan melihatnya. Tangan-tangan kecil itu mengalungi leher dan bahu. Chougi reflek menggunakan satu tangannya yang lain untuk menahan beban tubuh si tantou, "Bukankah ini Imanotsurugi?"

"Chougi-san! Chougi-san!!"

Imanotsurugi, Akita, Maeda, dan Kenshin mengerubunginya. Chougi tak kuasa untuk berlutut menyamai tinggi anak-anak yang menggemaskan itu. Idia memperhatikannya dalam diam.

"Chougi-nii, mana tamu Anee-sama?" Kenshin bertanya setengah malu, "A-aku ingin memberikannya konpeito. Sebagai ucapan terima kasihku karena sudah menjaga Anee-sama."

"Aku juga! Aku juga!!"

"Aku juga!!"

"Baik, shh." Chougi mengisyaratkan telunjuk di bibirnya. Mengode anak-anak untuk tenang sejenak dengan lembut tak membentak dan sinis. "Kurasa, Anee-sama masih ada di dojo. Tunggu, apa kamu membawa konpeito?" Chougi baru menyadari kantung kecil yang digenggam oleh jemari Kenshin. Lantas, yang mendapat pertanyaan itu mengangguk sebagai jawaban pasti.

"Bagaimana kalau Kenshin dan semuanya memberikannya pada tamu ini dulu, hm?"

Chougi mengusap pipi gembil Kenshin penuh afeksi bahkan saat dirinya masih dipeluk-peluk tiga bocah tantou lain yang mengajaknya untuk bermain bersama. Dan Chougi tidak merasa terganggu dengan itu.

Mata biru Kenshin melebar, layaknya permata yang ditimpa embun. "Oh, begitu, ya, Chougi-nii? Baik!" Lalu, si tantou berhenti sejenak. "... Apa tuan tamu ini akan menerima hadiahku?"

"Tidak mungkin menolak, sayang." Chougi tertawa ringan. Idia yang menyaksikan hal ini hanya membisu memperhatikan betapa drastisnya sikap Chougi untuk bocah-bocah di sini. Sampai akhirnya Idia sadar bahwa celananya sudah ditarik pelan oleh sosok kecil bermata biru yang membuat Idia tanpa sadar langsung berlutut untuk menyamai tinggi si bocah-bocah tantou.

"A-ada yang bisa kubantu?" Idia terdengar ragu.

"Bantu?" Kenshin mengulangi kalimatnya, "Tidak ada, kok! Ini hadiah kecil dari kami. Terima, ya, tuan!!"

Idia di antara sadar atau tidak itu menadah kedua tangan pucatnya sampai ia tersadar bahwa di dalam situ sudah bertahtahkan empat kantung kecil dengan pita merah jambu yang mengikatnya. Silver dan Malleus yang berada di seberang di sana memandang perubahan iris emas Idia yang melembut, tanpa sadar membuat senyum balasan untuk anak-anak manis yang masih berdiri di hadapannya.

"Terima kasih banyak, ya?"

"Sama-sama~"

Kaki-kaki kecil mereka kembali memberi suara grabak grubuk pada permukaan lantai kayu. Chougi masih mengikuti punggung anak-anak sampai mereka teralihkan dengan sesuatu yang memancing mereka untuk bergabung; sebuah balon sabun yang datang dari arah lain

"Aku menganggap mereka sebagai adik-adikku. Entah siapa yang lebih dulu ditempa dariku, aku selalu menyukai anak-anak. Dan mereka adalah adik-adikku yang manis."

Idia mendengarkan.

"Tuanku mengajari kami untuk akur. Dan menganggap kami semua ini adalah keluarga walau sejarah kami katakanlah pernah berselisih. Hal itu terjadi padaku, dan aku menyadari bahwa apa yang ditanamkan oleh tuanku adalah sesuatu yang tak merugikan. Keluarga besar seperti ini memang harus aku jaga, tetapi aku sadar bahwa aku sendiri tak akan mampu melindungi mereka. Aku tak kuat, aku harus bersatu dengan yang lain untuk melindungi keluargaku."

Idia menyimak Chougi yang sangat membanggakan gadisnya,

"Tak hanya di benteng ini. Aku pun menganggap tantou dari benteng-benteng yang ada merupakan saudaraku. Mau mereka terima atau tidak, mereka senang atau sebaliknya, aku hanya menabuh kasih sayang yang tuanku berikan padaku ke mereka, hanya itu."

Di antara pra-sadar, Chougi membagi secuil ceritanya. Kedua samudranya beralih pada Idia sebelum si biru itu turut menyadari adanya bulir bening yang menetes dari netra birunya. Chougi segera mengusapnya kasar lalu tertawa kecil, "Maaf. Aku agak melankolia kalau melihat anak-anak. Ingat ketidak-berdayaan-ku saat kemarin."

"Aku pernah memiliki seorang saudara."

Langkahnya terhenti saat suara agak sendu itu menjamah telinganya. Sengau, terdengar seperti suara terowongan yang tak pernah dilalui oleh orang.

"Ia selalu ingin aku menjadi pahlawan untuknya, dan orang lain."

Chougi kini memasang telinga baik-baik kala manik emas Idia memusat padanya. "... Aku gagal menjaganya masa itu."

Uchigatana itu menyadari perubahan sorot emas yang tak lagi menaruh dendam. Ini teduh, seakan dipaksa untuk mengingat masa lalu saat hati dan pikirannya menolak dengan keras. "Itu bukan salahmu."

Idia membisu.

"Kamu tetaplah kakaknya. Fakta itu tidak akan pernah berubah sampai kapanpun walau kalian terpisah."

"Bahkan untuk selamanya?"

Chougi memberi angguk, tersenyum begitu tipis dan memberikan Idia keyakinan. "Itu tidak akan pernah berubah, kau tahu?"

"..." Idia bergeming. Lidahnya terlalu kelu untuk melanjutkan cerita. Ia ragu bercerita pada figur yang berdiri di hadapannya, tetapi pikirannya berkata bahwa Chougi tidak akan menghakimi kesalahannya.

"Aku akan mendengarkan ceritamu."

August 02, 2023.
aoiLilac.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top