Special chapter; Hanamaru tour!
A Touken Ranbu ft Twisted Wonderland fanfiction,
-Lueur-
By; aoiLilac.
Credit; DMM, Nitro+. And Disney- Twisted Wonderland, Aniplex, Yana Toboso.
Special chapter; Hanamaru tour.
"Selamat datang."
Suara lain mengalun diselingi tawa ringan yang serta merta membawa kepala-kepala berbeda warna menoleh saat langkah kaki terdengar menyapu rerumput terjamah indra. Disambut dengan pria muda berperawakan anggun. Puncak kepala pirangnya yang diurai, jika tak salah engeh, yang dipakainya merupakan mahkota bunga. Jubahnya putih, begitu kalis mengalahkan rembulan. Pandangannya teduh dengan senyum merah jambu terbubuh tipis. Maniknya dalam, burgundy dengan pupil lurus. Hidungnya kecil, mancung. Ada lesung pipit kala bibir mengulum tipis.
"Higashi sedang tidak ada di tempat. Katanya, ia mampir sebentar ke Kamakura untuk mengontrol sesuatu."
"Oh—benarkah?" Kalim langsung menjawab. "Kamu siapa, tuan?"
"Izinkan aku memperkenalkan diri." Ia menurunkan tubuh anggun, membiarkan semua surainya turun mengikut kepala dengan jubah putihnya yang mengembang. "Aku adalah satu dari tujuh Saniwa yang ada. Namaku, Tamotsu Katsumi, dengan nama kode Nantou. Aku dan anak-anakku mendiami benteng Tenggara dalam Divisi Ruang dan Waktu."
"Ru-ruang dan waktu?" Vil tergagap, membawanya pada sebuah petak ingatan dalam sudut otaknya. "Apakah...?"
"Benar." Nantou memotong sebab tahu isi pikiran tamu Higashi tanpa mereka katakan. "Aku merupakan Saniwa yang pernah gugur dalam invasi itu."
Kejujuran itu memancing satu sengatan listrik yang datang dari tengkuk. Mengundang bulu kuduk untuk berdiri, hingga mereka menyimpan asumsi yang berdiri di hadapan itu merupakan sosok yang tak kasat mata. Beranggapan bahwa figur itu merupakan halusinasi, tetapi kaki telanjangnya menapak lazuardi lembab.
"Katsumi-sama." Namazuo Toushiro memanggil, membuat sang empu nama memutar seluruh badan. Sang wakizashi tampak langsung memeluk erat pinggang tuannya disusul sundulan kepala kolokan. Sang Saniwa mengusap pucuk punggawanya dengan penuh sayang, tak terlihat terganggu dengan apa yang ia terima. Tampak, kesatria lain menyusulnya. Tubuhnya besar, tinggi tanpa ekspresi tertentu di wajahnya. "Ah. Kamu semua tamu nona Akina, ya?"
"Benar." Malleus menarik langkah lebih dekat ke arah sang Saniwa. "Namun, agaknya Tuan kalian yang menyambut kami lebih dulu ketimbang tuan rumah."
Nantou tersenyum menyaksikan bagaimana cara Malleus berlutut padanya. "Ini Taroutachi. Yang ini, Namazuo Toushiro. Namamu siapa, anak muda?"
"Malleus Draconia." Jawabnya mantap. "Penguasa malam, Raja dari tanah peri Lembah Duri."
"Raja?" Nantou menahan senyum. "Peri, ya? Penguasa malam? Tak heran jiwamu lebih gelap dari yang lain, anak muda. Hanya yang bersurai perak, dan bermanik ruby yang membawa pendar bagai fajar pertama di musim semi."
Malleus tertawa ringan.
"Aku ingin tahu siapa saja yang kemarin membantu Adikku. Bisa, kalian perkenalkan diri masing-masing? Waktuku tidak banyak, anak-anak."
Yang menjemput Great Seven hanya membubuh senyum. Ichimonji Norimune segera masuk ke dalam benteng—harus menyalin pakaian; yukata yang dijahitkan susah payah oleh tuannya.
"Naruhodo. Kamu semua kepala asrama?"
"Misaki tidak pernah bercerita?"
"Misaki?" Nantou memandang Sebek dengan sorot mengawang, seakan mengingat serpihan nama tersebut yang dilafalkan begitu asing. "Ah! Jadi kamu yang dibicarakan hari itu? Padahal, kamu sudah memperkenalkan namamu, tetapi aku tidak begitu ingat siapa yang diceritakan oleh Akina hingga menggebu hari itu."
Sebek berdiri kaku saat Saniwa dengan tinggi kira-kira 177cm itu menghampirinya cepat. Hingga surainya mengalun diiringi kain yang bergelombang, ada sebuah kehangatan terbagi saat kedua lengannya menutup jarak. Denyut jantung si penyihir muda itu berceceran. Tak memperkirakan mendapat perlakukan seperti ini dari Saniwa yang "baru" ia temui. "Kamu tidak meninggalkan sisinya. Baik sekali."
"Huh...?" Rona seketika timbul, Sebek sampai harus berlutut meniru tuannya tadi. Terbesit, wajah-wajah Saniwa yang lain—yang begitu cerah, hari itu menunduk padanya—atas apa yang telah ia lakukan. Tak bisa dikatakan benar juga, tetapi tindakannya sangat diperhitungkan pihak Takamagahara. "Maafkan aku." Gagapnya. "Jika saja, hari itu aku membantunya lebih awal—Misaki tidak akan kacau."
"Tidak." Nantou mengelak. "Higashi memang dinyatakan koma selepas—ah, sudahlah. Kamu akan mendengar ceritanya sendiri. Terima kasih banyak sudah mendampingi salah satu adikku yang tersesat."
Dialog singkat terjadi. Didampingi beberapa kesatriamu yang tahu jalan ceritanya, Great Seven membagi pengalaman singkat yang mengharuskan mereka untuk bertarung antara hidup dan mati. Belum lagi masalah dengan Departemen Sihir, yang membuat Nantou tertawa ringan. Entahlah, baginya, lucu saja begitu. Membayangkan anak-anak Higashi yang terkenal cepat "panas" dengan pihak yang melawan tuannya, pasti sulit menenangkannya. Dan untungnya, Minami cepat datang kala itu.
Beberapa kesatria dewasa dengan nama bilah Tsurumaru Kuninaga; Ichigo Hitofuri; Mutsunokami Yoshiyuki; Kasen Kanesada, dan Buzen Gou tampak menarik langkah persis yang ditujukan untuk Great Seven. Masing-masing dengan yukata, sapaan diterima. Lain Tsurumaru dengan Kalim yang seperti berjumpa dengan kawan lama.
"Ayo. Mari kukenalkan tempat ini!" Seru sang bangau semangat. "Tempat ini jika diukur, bisa empat sampai lima kali luas lapangan sepak bola."
Respon Azul sangat terbaca. Bingkai yang ada di antara hidung itu agak miring sebab keterkejutan luar biasa. "Empat sampai lima kali? Night Raven College tidak sebesar ini."
"Di sini, macam-macam, tuan." Balas Ichigo. "Ada museum. Tempat alat musik. Galeri Tenka Goken. Galeri Kesatria. Galeri Saniwa dengan Tujuh Dewa Keberuntungan. Perpustakaan. Dojo pun kami memiliki dua. Satunya untuk panah dan tembak, lainnya lagi untuk katana. Ruang tempa. Monitor perang. Lalu, apalagi Tsurumaru-dono?"
"Em, apalagi, ya? Jujur, aku juga tidak hafal, Ichigo."
Great Seven tertawa.
"Bangunan inti luasnya segini?" Selidik Vil, yang tampak tertarik. "Bagaimana dengan yang lain?"
Kasen menimpal ramah pertanyaan Vil. "Kalau kebun bunga, buah dan sayur, itu lain lagi. Sawah pun lain. Ah, iya. Untuk jerumun kuda, kami juga memiliki sirkuitnya sendiri. Mau coba?"
"Astaga," Malleus pusing sendiri. "kalian yang merawat alam ini, kah?"
Touken Danshi yang ada di sana tertawa.
Tengkuk Nantou tiba-tiba tersengat; seakan merasakan sesuatu.
"Nantou-sama?" Taroutachi menyadari gelagat sang tuan. "Ada apa?"
"Ah, tidak." Responnya begitu tenang saat ia membiarkan Kenshin dan beberapa kesatriamu yang lain kembali menyambung kegiatannya. "Akina akan kembali. Sebaiknya, kita juga pulang, Taroutachi, Namazuo."
"Eh?" Silver menyadarinya lebih cepat ketimbang yang lain. "Tuan ingin kembali?"
Nantou lantas mengangguk seraya memahat senyum sejuk di bawah langit biru. "Kamu semua silakan bersuka cita di tempat ini. Kami harap, kami tidak mengecewakan kalian."
Nantou undur diri saat Norimune menampakkan batang hidungnya di engawa.
Beberapa Touken Danshi dan tamu masih bercengkerama. Hingga pucuk dicinta, ulam pun tiba. Mesin yang berada tepat di pusat kastil itu tampak menyala mengirim pendar emas yang diiringi kelopak sakura. Membentuk pusaran, ada empat siluet yang berubah menjadi empat figur.
Malleus mengangkat alis saat ia sadar bahwa Mikazuki Munechika ada di dalam sana dengan tampilan yang agak lain dari yang pernah ia lihat. Sang bulan, ia tersenyum ramah kala menarik langkah begitu dekat pada sang raja. "Sudah lama datangnya?"
"Ah, tidak begitu lama."
Dan sayup perdebatan terjadi.
Pedang baru—Jikyuu Mitsutada hanya tersenyum miris melihat tuannya yang masih berdebat dengan Daihannya Nagamitsu. Jikyuu sudah mendengar perihal tamu yang akan datang, dan bibirnya membentuk senyum tipis pada semua tamu dengan seragam yang identik. "Selamat datang." Sambutnya dengan begitu ramah dan lemah lembut. "Tak perlu dihiraukan." Sambungnya. "Daihannya dan Aruji memang sering begitu." Jikyuu undur diri untuk menyalin pakaian, diikuti oleh Mikazuki yang dihadang Norimune.
"Itu kenapa?"
"Prahara rumah tangga." Mikazuki membalas menahan tawa. "Kesatrianya ingin membuat tuannya terlihat rapi di depan tamu, tetapi tuannya menolak."
Norimune paham.
Di sana, Daihannya Nagamitsu bertolak pinggang padamu yang cemberut.
"Yang rapi. Ada tamu!"
"Aku tidak mau!" Selorohmu cepat. "Apa salahnya memakai baju miko?"
"Tidak ada yang salah dengan itu." Daihannya meluruskan. "Namun, yang pantas sedikit, Akina."
"Tidak!"
"Jankenpon."
"Baik!"
"Akina apa?"
"Batu."
Jankenpon dilakukan untuk memilih siapa pemenangnya. Memang dasar, ya. Kau mengeluarkan batu, sedangkan Daihannya mengeluarkan kertas. Telapak tangannya membungkus kepalanmu yang mungil, satu gerakan cepat, kau sudah ada di bahunya dengan kepala di punggung, dan kaki di dadanya. Night Raven College menganga, lain Lilia yang tertawa sampai memegangi perutnya. "Begitulah cara membawa wanitamu dengan benar!"
Daihannya menunjukkan ibu jarinya pada Lilia.
"Sudah berapa kali minggu ini, Daihannya?" Tsurumaru teriak.
"14 kali, Tsurumaru-san!"
Touken danshi milikmu tertawa lepas menyaksikan tuannya yang dibawa begitu saja oleh salah satu kesatrianya yang paling blak-blakan. Norimune geleng-geleng geli hingga bahunya naik turun, tawanya mengembang bagai kelopak bunga yang menunjukkan kemegahannya.
"Tunggu apa lagi?" Tsurumaru berkata demikian, "Hanamaru tour, dimulai!!"
July 29, 2023.
aoiLilac.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top