Special chapter; Hanamaru tour!

A Touken Ranbu ft Twisted Wonderland fanfiction,

-Lueur-

By; aoiLilac.

Credit; DMM, Nitro+. And Disney- Twisted Wonderland, Aniplex, Yana Toboso.

Special chapter; Hanamaru tour.

Invitation.

[TWISTED WONDERLAND|DIASOMNIA.]

"Sebek."

Beberapa hari lalu, akademi dilanda musibah yang cukup mengejutkan. Nyaris sebagian tanah yang ada dalam lingkungan sekolah tak lagi berbentuk; rampak. Kolosium dan lapangan yang selalu dipakai untuk aktivitas belajar mengajar olahraga dan kegiatan lain memiliki kerusakan paling teruk. Bagusnya, bangunan utama untuk sekolah tidak terkena dampak yang mengerikan.

Pihak Takamagahara selalu melakukan kunjungan untuk melakukan perbaikan. Departemen Sihir: Rollo Flamme masih terus menyoroti pergerakan Dire Crowley. The Great Seven tak luput dari pengawasan lembaga otoritas sihir tertinggi; walau kesatria yang kau utus juga tak mengabaikan Twisted Wonderland untuk menyelesaikan perkara ini, dan seringkali melakukan pakansi dalam buana cermin, didampingi oleh Saniwa lain, atau Dewa Keberuntungan yang tengah lowong waktu.

Kegiatan belajar mengajar pun di rumahkan selama beberapa hari. Sang Dewi malam kembali memberi power pada penyihir, malah, mereka merasa kekuatannya jauh lebih baik sebelum kejadian kurang mengenakkan ini melanda tanah sihir.

Sebek mendelik begitu sayup suara lain datang dari arah pembatas ruang dan lorong. Satu figur yang lebih mungil itu berdiri di ambangnya; Sebek tak keberatan jika pelakunya merupakan Silver. Sebelum ini, Sebek masih tidak melakukan banyak hal. Malleus dan Lilia hanya menganjurkannya untuk beristirahat upaya memulihkan segala sesuatu yang ada padanya—walau pengobatan dan pengapusan bercak masih terus dilakukan oleh Yatsuo Tatsuya—Saniwa healer; Minami yang bolak-balik Kayangan dan tanah magis.

Silver menduduki bibir ranjang di mana Sebek masih tak melepaskan buku yang ia baca, tetapi maniknya mengikuti gerak gerik pemuda perak itu. "Pakai seragam akademi." Si perak mengarahkan. "Kita dipanggil oleh Kepala Sekolah. Great seven menunggu."

"Hah?" Pembatas novel diselipkan, Sebek mengalihkan buku. "Kupikir masalahnya sudah usai karena Great Seven terus-terusan dipanggil oleh Kepala Departemen Sihir juga." Ia bangkit dari ranjang, menyalin kaus dengan tetek bengek aksesori yang dibutuhkan untuk sekolah seperti biasa. Kemeja di kancing; dasi dipakai rapi; rompi tak ketinggalan; sabuk kulit memertahankan celana hitam agar terus berada di lingkar pinggang. Almamater mulai diloloskan pada kedua lengan; helai hijau disisir. Sebek kembali terpikirkan satu sesosok perempuan tatkala ia meghidu arumi yang masih melekat pada luaran hitam khas Night Raven College. Sebuah harum yang tidak menguap walau ia sudah menitipkannya di laundry akademi. "Apa dia datang kali ini?"

Melirik Silver dari cermin, tampak biasnya turut melempar pandang persis ke netra hijau yang mencari jawaban. Terselip sebuah asa dari pertanyaan yang dilontarkan. Si perak paham bahwa "saudara"nya ini masih belum mampu melupakan sosok perempuan yang beberapa waktu lalu masih merepotkan dirinya. Agahnya menatap gamang, seperti lapisan kaca tipis yang mampu retak kapan saja.

"Oh. Begitu, 'kah?"

Silver mengerti citta yang diterimanya barusan. Sebuah rasa ingin tahu yang tidak akan bisa terjawab jika bukan orang yang bersangkutan menceritakan semuanya.

"Ayo." Silver kembali mengajak begitu melihat bayang Sebek yang tampak sudah rapi dari ujung kepala hingga kaki.

[NIGHT RAVEN COLLEGE – HEADMAGE ROOM.]

Silver berpura-pura tidak tahu. Padahal, ia sudah mengantungi 'indentitas' akan siapa saja orang-orang yang ada dibalik pintu magis ini. Segerombolan kesatria lain yang sudah menunggu; menunggu calon tamu yang akan mereka ajak untuk mengunjungi sebuah tempat atas keinginan sang pujaan hati.

Tampak jelas, Sebek mengumpulkan segenap jiwa raga sebelum Silver menekan sebuah gagang pintu dari kayu pohon ek di hadapan.

Mulanya, Sebek terlihat seakan tak acuh dan mencoba untuk tetap tenang walau tuan dan gurunya ada di balik pintu ini.

Namun dari apa yang ditangkap cembung matanya sungguhlah patut dijadikan sebagai faktor utama daripada degup jantung yang berpacu dua kali lebih hebat. Maniknya membesar, mendadak, Sebek nyaris kehilangan kemampuan untuk mengendalikan diri.

"K-KAU—!!"

Sosok yang ditunjuk agak menutup wajah dengan benda merah yang ia yakini sebuah kipas tengah direnggang.

Surai pirang ikal itu—pakaian perak dengan kain merah menyelempang serta sarung pedang emas kekuningan—tak salah lagi!! Itu sosok adalah yang pertama kali Sebek lihat darimu. Sosok yang membuat darah dalam nadinya membeku; figur kesatria misterius dengan pendar biru pudar dan senyum enigmatiknya.

Dia.

Sang founder dari keluarga tempa yang cukup tua dan melahirkan katana berkualitas pada masanya.

Bayangan Misaki Akina yang ribuan kali lebih tangguh dari Akina sendiri.

Ichimonji Norimune, kini turun ke tanah sihir.

Hirano Toushiro; Maeda Toushiro; Sayo Samonji; Horikawa Kunihiro; Honebami Toushiro; Kasen Kanesada; Yamatonokami Yasusada; Kikkou Sadamune; Matsui Gou; Himetsuru Ichimonji, Ichimonji Norimune—sekumpulan kesatria dari kelompok yang Kashuu sebut kelompok eksekutif—datang menjajakan kaki ke Twisted Wonderland dengan Azuki Nagamitsu dan Sanchoumou sebagai guardian.

"Yo! Anak muda."

Great Seven menyaksikan, Lilia berusaha menahan tawa.

"K-kau!! Yang hari itu!"

Kerutan di dahi salah satu guardian; dari pedang milik Uesugi Kenshin terbentuk jelas. Mengerut; membentuk garis berlapis; mengintip dari lensa hitam kacamata; iris ruby memandang Sebek penuh selidik sebelum mengajukan sebuah pertanyaan yang dilandasi ke-rasionalan pada kepala keluarga sebelumnya. "Gozen." Panggil Sanchoumou dengan suara khasnya. "Kamu mengenal anak muda yang sehat ini?"

Senyum enigmatik dari Ichimonji Norimune membuat yang lain merasa bulu roma Sebek meremang. "Sangat."

"Maa maa..." Yamatonokami Yasusada; si manis yang mendapat perhatian dari awal dari Vil Schoenheit itu mengangkat tangan defensif. Persis di sisi kakek tua penghuni pendekar Shinsengumi dari keluarga Ichimonji. "Jangan begitu, ah. Ingat, Aruji meminta kita semua ke sini 'kan sebagian dari misi. Ehehe, em. Maaf, ya. Kami memiliki beberapa kesatria yang dituakan, yang ini termasuk salah satunya. Sikap mereka seringkali tak terduga."

"Aku bercanda." Norimune membela diri, kini, sosoknya bangkit. Meninggalkan arumi samar bagi siapapun yang dilaluinya. Sebek benar-benar dibuat membeku sampai tak menyadari bahwa figur kesatria yang memiliki aura lebih mengerikan dari Mikazuki ini persis berdiri di hadapan. Terpisah dengan jarak sepatu, Ichimonji Norimune membuka dua kancing pakaian peraknya. "Ada sebuah undangan."

Sebek bergeming.

Satu detik.

Tiga detik.

Lima detik.

"Eh—?"

Dari balik pakaiannya, jemari meraih sesuatu berwarna merah jambu yang dibubuhi sebuah ukiran berwarna keemasan dari bunga-bunga yang persis sama saat kehadiran dan kepulangan mengiringi setiap kesatria yang hadir dalam buana cermin.

"Hanamaru... tour?" Bibirnya mengucap serangkaian kalimat dalam undangan yang ia pegang. "Tour? Maksudnya?"

"Kamu bisa bilang... kalau kekasih kami hanya ingin mengenalkan semua kesatria-kesatria miliknya, dan tempat di mana kami berteduh." Matsui Gou menjawab serak. Tak disangka, suaranya begitu menarik untuk Idia yang baru mendengarnya. Iya, Matsui Gou hanya diam geming dan tak menghilangkan senyum sejak ketibaannya. "Ikut tidak?"

Tampak menimang sesuatu dalam benak, sampai lirikan ia tujukan ke Silver. Tanpa ia duga, Silver pun mengeluarkan benda yang serupa dengan miliknya. Diikuti kepala asrama yang lain; termasuk Rollo Flamme yang menunjukkan benda merah jambu bersegi empat.

"Huh...?"

Lilia tak kuasa menahan tawa lebih lama. "Kita semua diundang ke sana."

Malleus paling berseri wajahnya, kentara, ia senang akan undangan ini. "Aku juga tak mau menolak ajakan kesatrianya." Nada bicaranya terdengar gembira. "Aku ikut. Silver, bagaimana denganmu?"

"Jika Malleus-sama ingin, maka aku juga ikut." Segaris merah jambu terbit di belah bibirnya. Memandang sang tuan yang menunjukkan raut wajah excited membuat kupu-kupu dalam perut Silver juga turut mengepakkan sayap-sayapnya.

"Kalau kamu, bagaimana?" Kasen kini bertanya. Kupu-kupu ungu di sana itu menunjukkan wajah lembut nan hangat padanya; Sebek. "Kamu yang diceritakan oleh Aruji. Kamu Sebek—kun, kalau tak salah, 'kan?"

Perasaan tergelitik kembali membumbui hidup Sebek untuk kali kedua di usianya yang menginjak remaja—masih berusia enam belas tahun. Great Seven menanti jawaban, kesatria-kesatria di sana memberi opsi; ikut atau tidak.

"Kami tidak memaksa." Suara Ichimonji Norimune lagi-lagi menjamah gendang telinga. "Bagi yang ingin ikut, kami tetap ajak. Jika tidak, kami menghormati pilihan kamu semua."

"Aku mau." Sebek membalas gumam. "Aku mau ikut."

"Yosh! Sudah diputuskan!" Norimune berseru. "Namun sayang, Kepala Departemen di sini agaknya tak bisa bergabung."

"Mengapa?"

Terlihat, Rollo Flamme menghela napas. Jemari menunjuk pada cermin yang berada tak jauh dari jangkauan—tetapi Sebek baru menyadari benda itu. Benda dengan kaca yang tak lagi utuh. Cermin itu pecah—parah. Seperti dihantam oleh benda padat dengan keras.

Tak perlu waktu bagi lama untuk Sebek merasakan kengerian dari benda itu.

"Dari pihak Kayangan yang sudah menyelidiki cermin ini dan dari laporan yang kuterima." Kata Rollo Flamme, yang membuat beberapa pihak harus menajamkan telinga—sebab Rollo memiliki pelafalan yang kurang begitu jelas, ditambah nada bicaranya yang cepat membuat yang mendengar seakan dipaksa untuk lebih fokus pada penjelasannya. "Ini hanya hipotesis kami saja. Jika—wanita yang kemarin adalah roh suci, maka tak heran jika jiwanya terpilih di tempat ini. Untuk mengimbangi hal-hal yang bisa saja terjadi tanpa pengawasan kita semua."

"Dan tidak semua "orang" bisa terpilih masuk dalam akademi ini walau dengan mengandalkan nilai tes sekalipun." Lilia mengutip. "Namun, heran. Mengapa cermin tua ini bisa sampai di Kayangan? Awalnya, cermin ini memang dipakai Night Raven College. Lalu satu tahun lalu, memang diganti."

"Maa. Aku hari itu salah melelang cermin antik." Crowley menjawab. "Ada cermin lain yang memang ingin kulelang karena daya tampungnya sudah tak sanggup menerima kemampuan magisku dan harga lelangnya cukup tinggi di pasaran, untuk menambah kas sekolah. Namun, aku salah membuat teleportasinya."

"Tuan kami kebetulan memiliki hobi yang cukup menarik." Kikkou Sadamune tersenyum—sedikit, menutupi kecemburuan luar biasa saat tuannya mengundang penyihir-penyihir ini bertandang ke rumah mereka. "Goshujin-sama gemar mengoleksi barang antik."

"Aaaah. Begitu?" Malleus menanggap seadanya. "Namun, apa pembeli pertamanya adalah salah satu dari kesatria?"

"Tidak." Ichimonji Norimune menjawab mantap. "Aku sendiri juga tidak paham, nak. Akina mengaku kalau benda ini ditemukan olehnya di pasar lama era Heian saat hari itu terjun langsung melakukan penyelidikan seorang diri, tetapi aku tidak menyangka kalau cermin tua ini merupakan benda yang mengalirkan energi sihir."

"Mungkin teka-teka ini memang dimaksudkan untuk tidak terjawab." Vil Schoenheit membuka mulut, mengutarakan gagasan yang bersarang dalam kepalanya. "Aku juga ragu kalau cermin ini tiba-tiba sampai di era yang kuyakini merupakan salah satu era yang sering kalian benahi demi sejarah. Sering berpindah tangan karena dianggap mistis juga hipotesis yang bisa diujikan. Karena, sihir akan sampai ke segala tempat—bahkan yang paling asing sekalipun."

"Tak salah, tuan." Matsui Gou menyimpulkan senyum tipis. "Namun, seharusnya jika kekuatan mistis itu benar adanya, kami memiliki kekuatan spritual yang mampu menangkal semua kekuatan buruk dari luar untuk menjadi tameng untuk Akina-sama."

"Namun, saat kejadian itu, Ratu kalian sedang sendirian." Leona kembali mengingat cerita yang dijabarkan oleh Ichimonji Norimune—beberapa waktu lalu sejak kedatangannya. "Kejadian ini di luar perkiraan. Terlebih, saat terlempar ke sini, Ratu-mu sedang kurang sehat. Dia sakit. Jika dalam kondisi prima pun, aku yakin, ia akan mampu memertahankan diri tanpa harus kerepotan melindungi tempat ini."

"Jika begitu, baiknya kami akan mengeluarkan sebuah aturan baru terkait cermin-cermin lama." Rollo Flamme memetik jari, menghilangkan cermin yang menjadi "tersangka" ditelannya roh yang bersemayam di balik tubuh sang Saniwa. "Aku undur diri. Kami harus mempelajari cermin ini. Aku akan menyimpan undangan kalian, terima kasih sudah repot-repot mengundangku. Sampaikan salam dan permintaan maafku pada seorang Nona yang merawat kalian semua."

Sebelah alis Ichimonji Norimune terangkat. Lehernya dibuat miring dengan kepala yang sedikit terangkat. Siluet wajahnya berubah, entah mengapa, suasana ruang menjadi dingin sebab tingkahnya.

"Hentikan itu, Gozen." Telapak tangan besar Sanchou mendarat di bahu kecilnya. "Jangan. Jangan pancarkan energi negatif untuk pemuda yang tadi."

"Memang." Ichimonji Norimune mengakui kesalahannya. "Tak ada gunanya juga aku mengamuk saat Akina melarangku untuk menghunuskan katana di tempat ini."

Azuki Nagamitsu tertawa kecil menanggapi. "Tuan Norimune terlalu posesif. Aruji juga sudah memaafakannya, 'kan?"

Norimune membalas singkat. "Aku tidak selembut Mikazuki. Lagipula, aku sudah tidak mampu menangkat pedangku." Suaranya hilang di akhir, bagai kabut yang tak bisa membuat orang lain melihat dengan jelas, namun, Malleus masih mampu mendengarnya.

"Kami tahu itu." Yasusada mencoba menjadi penenang, walau ia sendiri tahu tak akan ada yang mampu membawa Ichimonji Norimune menemui ketenangan sejati jika bukan tuannya. "Kamu tetap yang tertangguh untuk Aruji. Ayo berangkat!!"

Suasana tidak menemui titik terang. Hingga ditelan keheningan beberapa detik sampai kipas merah miliknya terangkat. Lalu mengayun mengirim gerakan lain.

"Coba buka sarung tangan kalian, anak-anak muda."

Instruksi datang, para penyihir muda di sana mengikuti arahan sang kesatria. Tepat di punggung tangan, mereka dapati sebuah simbol '東' bercat coklat tua.

"Ini adalah simbol rumah kami. Akina membagi kekuatannya padaku untuk melakukan hal ini. Markah yang kamu semua dapat merupakan penanda bahwa kalian adalah tamu, sampai tulisan itu hilang, waktu kamu semua akan habis di Kayangan. Dan akan melebur bersama dengan bunga sakura."

Penjelasan datang singkat. Great seven berdecak-decak.

"Keren!" seruan datang dari Kalim.

Ichimonji Norimune tersenyum. "Maa, untuk mempersingkat waktu, mari berkunjung ke rumah cucuku."

"CU—"

"CUCU!?"

Terlambat bagi Riddle, Azul, dan Vil memekik sebelum meninggalkan ruangan. Saat kipas terayun, kirana putih segera menelan mereka dalam siluet pucat yang pecah menjadi petal merah jambu.

Tak ada basa basi. Tipe kesatria macam Ichimonji Norimune merupakan penggambaran kehancuran secara gamblang jika ia tak memiliki keraguan. Beradu pandang dengan Dire Crowley, sebuah peringatan tanpa suara datang darinya. Bayang netra yang ditutup oleh surai blond mampu membuat tubuh kepala sekolah tak mampu bergerak.

"Kami permisi."

Hanya itu.

Sebelum para kesatria yang memandangnya seperti tengah merapalkan kutukan abadi itu hirap ditelan petal merah jambu. Meninggalkan ambu yang bermacam-macam, lagi sorot mata yang tak bisa dinilai untuk mengibarkan bendera putih.

"Tuannya mungkin memaafkan kita. Namun, tidak dengan anak-anaknya."

[HIGASHI HONMARU.]

Biasa melintasi cermin, kali ini, para penyihir dipaksa untuk melintasi ruang dan waktu secara instan. Melewati lorong dengan berbagai layang-layang dengan dominan warna merah jambu dan biru, serta bilik-bilik bambu di permukaan sebuah origami bangau yang membawa satu persatu—sepuluh orang pemuda yang tak henti mengagumi kekuatan aneh yang dilakukan oleh kesatria.

Sampai akhirnya, mereka ditemukan pada titik terang berujung. Di mana ada pintu geser di sana, dan ajaibnya lagi, kesatria yang mengundang mereka sudah menunggu di sana untuk membuka pintu itu.

"Selamat datang di rumah kami."

Pendar putih menyilaukan. Dibuat buta sampai mereka menyadari suatu hal.

Bahwa apa yang mereka pandang, kini puluhan anak-anak dan beberapa orang dewasa yang mendampingi. Di bawah langit jernih saat aroma rumput yang tak pernah mereka hidu sebelumnya. Serayu hangat akan angin membelai lembut, menelan segala ketidak-nyamanan yang diciptakan oleh pikiran sendiri. Dan—berdiri, tepat di tengah-tengah sebuah kastil yang tak bisa disandingkan dengan lapangan bola saking luasnya.

"Higashi Honmaru ni Yokoso!!"

July 29, 2023.
aoiLilac.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top