{Prologue}

Prologue.

Council of the Holliest Seven.

Ada tujuh sifat kedengkian manusia yang acapkali dikatakan 'Tujuh Dosa' sebagai penggambaran sifat-sifat buruk yang kerap menghinggap dalam tiap-tiap atma di sebalik daksa.

Dalam sebuah balairung suci, persensi dari ketujuh sosok menawan tengah mendisukusikan sesuatu yang cukup pelik untuk tidak diperhatikan. Empat pemuda dengan kannushi bersihnya, sereta tiga gadis sisanya menggunakan miko putih mereka yang saling menanggapi mengenai topik pembicaraan yang diangkat kali ini.

Mengenai invasi besar-besaran yang akan menyelimuti sejarah dengan awan kelabu.

"Seperti apa selayaknya persiapan yang harus kita matangkan?" Pemuda dari seberang sana bertanya. Sosok yang mewakili satu dari tujuh dosa. Antonim dari kalangan noda PrideHumble—dengan nama kode; Seinan – Barat Daya.

Meja bundar yang menjadi tempat diskusi para Saniwa sejak empat jam yang lalu pun menjadi saksi bisu akan kesiapan dan keawasan untuk mengantisipasi setiap pergerakan Pasukan Pengulang Sejarah.

"Tidak perlu dikhawatirkan." Balas pemuda lain dengan halus di kursi Nantou – Tenggara, "Kita bisa bersatu untuk melawan invasi itu."

"Ya, aku setuju." Balasmu dari kursi Higashi – Timur. "Namun ada baiknya kita harus bersiap. Sebab ini pertama kalinya dalam sejarah para Saniwa, adanya invasi besar-besaran. Bukan begitu, Kita-sama?"

Sang Dewan yang menduduki kursi Kita – Utara—sekaligus kepala pemerintahan atas segala urusan korelasi antara Saniwa dan Pemerintah, serta Saniwa dengan Touken Danshi. Laki-laki tanggung, bertubuh mungil dalam balutan baju kuilnya seperti Saniwa lain.

"Benar itu benar." balasnya. "Aku akan meminjamkan kekuatan untuk Tujuh Tersuci. Kapan kita membiarkan kejahatan lebih kuat daripada kita?"

Ketujuh pengawas sejarah di sana mengangguk kecil menabuh senyum ramah tanpa adanya perselisihan menjadi yang terbaik dibalik rasa ambisius yang cukup mengerikan.

Sang Dewan sengaja membentuk para Saniwa dengan sifat-sifat yang nyaris mustahil dikendalikan oleh manusia pada umumnya. Bagi Kita yang sudah hidup lama dan menyaksikan banyak hal bahkan sebelum bulan terbentuk, ada tujuh sifat alami kedengkian yang tidak bisa dikendalikan dengan mudah. Kemurkaan; sifat malas; rakus; iri hati; nafsu; serakah; dan yang terakhir adalah kesombongan. Baginya, sungguh pedih kehidupan manusia yang kelak menanggung semua dosa-dosa tersebut dalam setiap masing-masing insan.

Kita sendiri tidak akan sanggup untuk menghadapi segala bentuk dosa yang akan datang tanpa mengenal waktu, bahkan tanpa persiapan yang bisa saja mengakibatkan kekalahan dunia. Terlebih sejak surga menjadi rumahnya, sifat-sifat tersebut tidaklah melekat pada pribadi setiap makhluk hidup di sana.

Sebuah akara yang tidak terdeteksi waktunya sempat ia tangkap, berupa musuh hina yang memutar balikkan waktu dalam planet yang disebut bumi. Terperangkap oleh dosa-dosa diikuti dorongan duniawi untuk mendapat apa yang mereka inginkan. Menjijikan.

Kita memutar balik otak, tidak menginginkan perasaan dosa tersebut untuk memimpin setiap hunian yang terbagi dalam mata angin. Cara terbaik menyeimbangkannya adalah membuat dosa-dosa tersebut beretemu lawan dari sifat mereka. Sistem Saniwa dan para kesatria untuk menjaga alur sejarah pun lahir dengan ia sebagai dewan.

Saniwa dibentuk dari roh suci yang ia panggil; satu-satunya hal murni yang mereka bawa sejak Dewan menjelmakan sifat tersebut menjadi sosok makhluk hidup yang nyata. Ketekunan; sifat tenang; kesederhanaan; murah hati; bijak; dermawan; dan rendah hati. Sama dengan lahirnya bulan, Saniwa pun lahir dari indurasminya untuk mengasihi, dan memerintah para Kesatria untuk mempertahankan sejarah nantinya.

"Oh, ya." Ucapnya kembali membuat semua mata tertuju padanya. "Ada radar yang kutangkap. Sesuatu terdeteksi dari sisi dunia yang lain."

"Dunia... lain?" Minami – Selatan, membeo. "Bukankah ini surga, mengapa engkau mengkhawatirkan hal ini?" Saniwa yang mewakili sifat charitable itu mengusap pipinya pelan, seakan menghangatkan diri dari atmosfir yang terlalu dalam.

"Jika surga tidak akan terganggu, mengapa radar bisa menangkap dunia lain itu?" Nishi – Barat membalikkan pertanyaan yang menurutnya harus diselidiki lebih dalam mengenai informasi yang cukup mengejutkan beberapa pihak Saniwa.

"Apakah, engkau menyimpan koordinat dari sisi lain itu?" Saniwa philantropic dari Biro Penyelidik dengan senang hati menawarkan bantuannya untuk mengetahui lebih dalam mengenai dunia lain itu.

Kita menggeleng pasif, kedua tangan menutup mulut dengan saling menautkan jari. "Sayangnya belum."

"Dunia lain...?" Kau membeo ragu. "Jika boleh tahu, dari mana kau mendapat deteksi itu, tuan Kita?"

Ingin rasanya menjawab, tetapi ada keraguan di hati Kita untuk menanggapi pertanyaanmu. Sang tujuh tersuci menunggu jawaban pasti, abhati dari setiap tempat duduk para Saniwa membentuk bayang lain seiring satu dari dua punggawa benteng diajak untuk mendampingi diskusi, supaya mendengar jawaban yang sama dari pemuda tanggung itu. "Cermin."

Keheningan melanda cukup lama saat jawaban didapat dengan nada paling rendah disertai kabut teka teki yang tidak mungkin terselesaikan dalam waktu dekat.

"... Apa ini ajang lelucon baru?" Seihoku – Barat laut yang sedari awal hanya menyimak, kini mengeluarkan suara halusnya sebagai tanggapan atas apa yang baru saja di dengarnya.

"Aku harap ini lelucon." Kita menenangkan semuanya. "Apa ada pertanyaan terkait invasi? Jika masih ada, tanyalah."

"Kurasa cukup." balasmu saat saling lirik menggunakan mata, menyiratkan sesuatu tanpa suara setelah saling geming. "Cukup, tuan Kita."

"Ah, baiklah. Jika seperti itu, pertemuan Tujuh Tersuci kali ini dibubarkan. Silakan lanjutkan pekerjaan kalian."

Dibubarkan, semua Saniwa satu persatu meninggalkan balairung suci. Ketujuh Saniwa berkumpul kembali dalam pelataran masuk dengan lilin-lilin yang tinggi menjulang.

"Kurasa hal yang patut kita awasi saat ini adalah invansi." Lagi-lagi Seinan terfokus pada invasi.

"Kamu benar." balasmu. "Aku tidak ingin dikhawatirkan dengan hal yang belum pasti. Anak-anakku bisa dalam bahaya jika aku mengesampingkan mereka."

Seketika tanganmu digenggam halus oleh pemuda lain yang cukup pendiam. Begitu sejuk wajahnya dengan tahi lalat di bibir kiri bawah, memberikanmu sebuah senyum dibarengi tawa yang meyakinkan.

"Kita bisa." Sangat tenang ia mendiami benteng Selatan.

Tak hanya kau, para Saniwa yang lain pun saling menyatukan tangan mereka untuk membentuk kekuatan menghadapi invansi yang tidak diinginkan,

"Jangan remehkan Tujuh Tersuci!" ucap Seihoku – Barat Laut semangat dengan rona di pipinya. Gadis yang mewakili sifat assidous itu membuat yang lainnya tertawa, seakan-akan rasa khawatir terhadap invansi itu turut lenyap.

Lagi, kau pandangi saudara-saudara Saniwa-mu yang memberi kekuatan sembari mengatakan hal-hal yang membuat semangat. Begitu cerah, hangat dan lekat. Saling tertawa, suka duka dilalui bersama. Bayak tinta yang menuliskan cerita mereka masing-masing, terkumpul menjadi satu senjata paling mujarab untuk melawan kegelapan.

"Kita bisa."

date of update; September 06, 2022,
by; aoiLilac.

Note;

- Humble >< Vainglory. Name code; '南西' Seinan (Barat Daya) = Lembaga Pemutakhiran Strategi. Male Saniwa,

- Unnasoming >< Gluttony. Name code; '南東' Nantou (Tenggara) = Divisi Ruang dan Waktu. Male Saniwa,

- Virtue >< Lust. Name code; '東' Higashi (Timur) = Divisi Pertahanan. Female Saniwa (You/reader),

- Charitable >< Envy. Name code; '南' Minami (Selatan) = Divisi Kesehatan. Male Saniwa,

- Philantropic >< Greed. Name code; '西' Nishi (Barat) = Biro Penyelidikan. Male Saniwa,

- Temperate >< Wrath. Name code; '北東' Hakutou (Timur Laut) = Perbaharuan Persenjataan. Female Saniwa,

- Assidous >< Sloth. Name code; '北西' Seihoku (Barat Laut) = Kesekretariat Dewan. Female Saniwa,

- The Creator. Name code; '北' Kita (Utara) = Dewan; Bishamonten. Saniwa Katsugeki.

revision: March 15, 2023.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top