{Epilogue}

Epilogue.

Higashi's new structure, and Until the end of the Time.

Ada sebuah rapat koordinasi di mana kau, Mikazuki Munechika, dan Ichimonji Norimune disandingkan dengan kepala-kepala dari tipe pedang yang ada, dan leader dari kelompok "eksekutif" benteng Timur.

Kikkou Sadamune mengajukan permintaan pengapusan jabatannya sebagai pemimpin regu elit Tsubakki. Tak salah kau lihat dalam surat permintaanya, Kikkou Sadamune tak akan membantah jika kau memberi perintah untuk harakiri. Kikkou Sadamune berdalih; ia gagal memimpin timnya saat invasi berlangsung. Ia memohon; dan linang air mata itu tidaklah dusta. Kau tak melihat urgensi untuk menurunkan perintah pada Kikkou agar merobek perutnya hanya karena hal itu. Menanggung malu apabila terus-terusan dipertahankan, kau mengabulkan keinginan pertamanya. Berkat itu, Yamatonokami Yasusada yang kini memimpin satuan Tsubakki dengan masa training selama tujuh dekade, dan Kikkou Sadamune, benar-benar bukan lagi bagian dari kelompok eksekutif di benteng Timur. Ia menolak dipertahankan dalam tim. Kini, satu member kosong telah diisi oleh Jizou Yukihira.

Kasen Kanesada melakukan hal yang sama. Ia berdalih gagal melaksanakan tugas yang diberikan oleh Ichimonji Norimune. Jika Kikkou hanya melibatkanmu, maka, Kasen Kanesada turut meminta pengampunan pada Ichimonji Norimune. Kakek tua itu tidak melihat kesalahan yang ada dalam diri Kasen Kanesada, ia tak memiliki wewenang apapun atas tim-tim di benteng—kecuali Mikazuki Munechika. Mikazuki mendengar permohonan Kasen, ia juga tidak melihat kesalahan apapun yang ada pada si sulung Kanesada. Maka, kau tidak menurunkan Kasen dari jabatannya.

Yamanbagiri Kunihiro tidak lagi menjadi pemimpin kelompok kesatria uchigatana di benteng Timur. Dengan alasan; trauma. Malu sebab tak mampu memertahankan benteng. Tangisnya lebih parah dari Kikkou Sadamune. Ia malah memintamu untuk memenggal kepalanya sebab kelalaian yang menurutnya tak dapat diampuni. Jabatannya kini berpindah tangan ke Hachisuka Kotetsu, sebab, Kashuu Kiyomitsu tidak ingin menambah beban pikiran dengan menjadi pemimpin pedang setipe dengannya.

Nikkari Aoe tidak ingin lagi mengulangi kesalahan yang sama. Ia yang selama ini memerhatikan dan mengawasi perkembangan wakizashi pun mengajukan dua rekannya; Namazuo Toushiro dan Chiganemaru. Kau tidak tega meminta Namazuo Toushiro dibebani hal yang tak ringan seperti itu. Maka, pembicaraan dengan saudara-saudara Okinawa di kamarnya pun kau lakukan satu minggu setelah rapat dan pertimbangan yang kau dan Mikazuki Munechika serta Ichimonji Norimune diskusikan. Chiganemaru kini memegang wewenang atas wakizashi yang baru selesai masa training di bawah bimbingan Nikkari Aoe selama tiga dekade.

Yagen Toushiro melakukan hal yang sama sebab alasan yang persis sama seperti Kikou Sadamune. Untuk permohonannya, dengan berat hati kau mengatakan bahwa tidak bisa mengabulkannya. Tidak ada tantou yang paling dewasa selain Yagen Toushiro. Kalaupun nanti akan ada yang mengimbanginya, pengalaman tempur saat dimanifestasikan juga tidak sebentar dan tak bisa digantikan dengan cepat. Yagen tetap menjadi pemimpin tantou di benteng Timur hingga hari ini.

Dan hal yang kau takutkan terjadi.

Saat Ichimonji Norimune tak lagi sanggup menjadi bayanganmu karena sudah benar-benar "pensiun" akibat cedera permanen, dan Mikazuki Munechika yang turut mengajukan surat pencopotan jabatannya sebagai tangan kananmu.

Kau dilanda kepusingan luar biasa. Kepala terasa pecah saat dijatuhi beban tak terkira.

Namun, baiknya dari Ichimonji Norimune dan Mikazuki Munechika menyiapkan beberapa nama kesatria yang dinilai mampu menggantikan posisinya.

Dan masalah baru dimulai.

Kapabilitas Kokindenjunotachi dianggap mampu untuk menggantikan Ichimonji Norimune. Sikapnya yang tak banyak bicara, dan tak banyak tingkah, tetapi cukup mematikan dari segi penyerangan dan strategi kala desakan datang, membuatnya memiliki peluang besar untuk menggantikannya. Namun, sang penyair menolak dengan halus. Dengan dalih, ia tak ingin terikat dengan segala peraturan yang datang langsung dari Dewan. Baik, kau dan Ichimonji Norimune hari itu sama-sama tertawa mendengar tanggapannya. Kau dan kakek tua itu sama sekali tidak memaksa.

Kandidat lain adalah Hizamaru. Kau tidak meragukan kemampuannya dan tindakan cepatnya jika hal-hal di luar perkiraan terjadi. Namun, adik dari Higekiri itu juga tak ingin melakukan hal berat yang kau minta. Higekiri mendukungnya, tetapi Hizamaru berkelit kalau ia masih tak mampu melakukan hal tersebut. Intinya, ia mau Higekiri yang menjadi kandidatnya, tetapi Higekiri benar-benar sudah tak bisa mengangkat katana-nya sebab cedera permanen yang ia dapatkan di kaki dan tulang belikatnya. Higekiri tertawa, kau dan Norimune geleng-geleng kepala.

Pilihan terakhir jatuh pada Sanchoumou. Mulanya, ia bingung. Ia berpikir banyak kesatria lain yang memiliki kapabilitas lebih besar ketimbang dirinya. Ichomonji Norimune kemudian menerangkan segala sesuatu yang sudah terjadi, sang kepala Ichimonji itu mendengarkan penjelasan kepala sebelumnya dengan seksama. Ia tangguh. Ketahanan fisiknya kau katakan tiga kali lebih baik ketimbang Ichimonji Norimune. Pembawaannya tenang. Rasional. Setiap tindakannya turut diperhitungkan dengan cepat lagi matang, apa lagi yang kurang? Dan beruntungnya dirimu serta kakek tua itu, Sanchoumou bersedia menggantikan leluhurnya. Dengan masa training 11 dekade.

Dan Sanchoumou kini sudah mendampingimu, menuruti segala perintah absolut yang keluar dari bibir tuan gadisnya. Menjadi bayangan sang Saniwa yang sering turun ke bumi seorang diri. Membaur; memerhatikan sejarah dari dekat. Mengingat; mencocokkan dengan apa yang ada dalam catatan.

Masalah tangan kanan serta Higashi 'kedua' kini terputar dalam benak. Mikazuki Munechika mengantungi beberapa nama. Di antaranya; Shokudaikiri Mistutada; Ookanehira; Juzumaru Tsunetsugu dan Daihannya Nagamitsu.

Petang itu kala fana crimson menabuh bastala, kau dan kakek Sanjou memanggil Shokudaikiri Mitsutada untuk mendatangi ruanganmu.

Mendengar jabaran yang disusun rapi, Shokudaikiri menolak tawaranmu. "Sebelumnya, terima kasih banyak Mikazuki-san, Hime, atas pertimbangannya. Namun, mohon maafkan aku. Aku sungguhlah masih dilumuri dosa sebab tak mampu memimpin tachi saat kemalangan hari itu tiba."

Dari perkataannya, kau bisa menilai bahwa Shokudaikiri Mitsutada tak ingin menggantikan Mikazuki Munechika sebab masih terbayang yang katanya "kegagalan karena dirinya" itu.

Baik. Kau dan Mikazuki juga tidak memaksa.

Luka fisik bisa disembuhkan, tetapi mental yang tergores sedikit pun membutuhkan waktu yang tak sebentar untuk pemulihan.

Ookanehira menjadi pilihan yang mumpuni. Ia tangguh. Kuat. Tak pantang menyerah. Namun, sisi negatipnya, ia memiliki emosi yang kurang mampu dikendalikan. Short-tempered, istilahnya begitu. Hanya kesatria yang berkepala dingin yang bisa mendampingi tuannya dalam kondisi paling bagus, maupun paling menguras tenaga sekalipun.

Juzumaru Tsunetsugu menjadi opsi lain yang baik. Gelarnya sendiri adalah Tenka Goken, sama seperti Mikazuki Munechika. Semuanya sempurna. Ia mampu menjadi tangan kanan yang tangguh. Ketenangan; kemampuan; dan peforma tempurnya di atas rata-rata. Namun, kurangnya, ia—tak memiliki keberanian untuk menegur langsung kesalahan Akina. Ini tidak bisa. Juzumaru sendiri tahu bahwa Touken Danshi adalah pembimbing untuk Saniwa-nya, tetapi, Juzumaru sendiri masih merasa kurang untuk membimbing sang Saniwa dari dekat. Katanya, "Kurang pantas untukku menegur Dewi."

Baik.

Pilihan terakhir tersisa Daihannya Nagamitsu.

Si tachi yang terlihat 'teradahan' ini memiliki catatan tempur yang cukup bagus jika kau boleh katakan. Tak pernah kurang, tak pernah lebih, emosinya stabil dan bertindak cepat saat timnya terdesak. Tangan kanan—atau wewenang Saniwa hanya bisa dipegang oleh kesatria yang bahkan tak pernah memiliki nafsu untuk memenangkan setiap pertempuran. Yang tak terpengaruh oleh perubahan sejarah secara cepat, serta pergerakan Jikan Shukogun yang tak terduga. Kesatria yang tak segan menegur kesalahan tuannya, mengatur, dan membimbing siang malam serta bekerja lebih lelah ketimbang yang lain. Terlihat santai, tetapi ia turut memastikan bahwa tidak akan ada yang menyadari tindakan benteng selanjutnya. Kebetulan, Daihannya Nagamitsu adalah kesatria yang memiliki sikap yang diperlukan. Tak pernah terlihat menunjukkan emosi, tetapi memiliki niat murni untuk memertahankan benteng beserta rekan dan saudara-saudaranya, dan keinginan untuk membantai musuh dengan tangannya yang nyaris tak pernah ditunjukan secara gamblang.

Masa trainingnya baru berakhir siang tadi—di bawah bimbingan langsung Mikazuki Munechika selama 13 dekade. Waktu seribu tahun itu sangat cepat untuk makhluk-makhluk yang tak memiliki raga murni sepertimu dan para kesatria. Bagai kedipan mata, semua terjadi begitu cepat.

Mulai esok kala mentari terbit, Mikazuki Munechika merupakan kesatria biasa yang tak memiliki tanggung jawab lain. Saat hari berganti, Daihannya Nagamitsu tidak memiliki banyak waktu untuk bersenda gurau dengan Koryuu Kagemitsu, atau menemani Kenshin Kagemitsu bermain. Masih satu benteng padahal.

Arus sejarah tidak akan pernah berhenti saat manusia-manusia masih ingin mencari tahu kebenaran akan fakta yang tertulis di dalam buku. Maka, sejarah merupakan jawaban absolut. Tugas Saniwa dan Touken Danshi adalah melindungi, menjaga, dan mengawasi sejarah. Tanggung jawab sudah melekat sejak pertama kali dimanifestasikan. Tak akan sulit bagimu menemukan anak-anak berbakat.

Dalam ruanganmu, Malleus Draconia meninggalkan permata zambrud miliknya. Sebagai kenangan untukmu, begitu ungkap si peri. Dalam sebuah tabung tembus pandang, permata tersebut hidup dan bersinar begitu lembutnya saat jemarimu terus membalik setiap halaman di album foto.

Merasa enggan untuk terlelap saat suasana benteng sudah sepi, lantas Akina memutuskan untuk berkeliling bentengnya. Ada sebuah kebiasaan lama yang kembali muncul saat langit malam menunjukkan kuasa dengan ratu biru dan para pendampingnya. Melangkah pelan memastikan semuanya terlelap saat pintu digeser dengan hati-hati membuat hatimu terasa hangat hanya dengan melihatnya.

Si kapas Akita berpelukan dengan si mungil Gokotai di bawah lengan Ichigo Hitofuri yang protektif walau terlelap.

Kenshin Kagemitsu yang menyembunyikan wajahnya di dada bidang Azuki Nagamitsu.

Yamanbagiri Chougi yang entah bagaimana ia yang meminta ditempatkan dalam satu ruang tidur yang sama dengan Yamanbagiri Kunihiro. Keduanya terlelap menunujukkan raut wajah tenang dan pulas. Agaknya sejak kejadian kemarin, Chougi merasa semakin terbuka dengan Yamanbagiri, begitu pula sebaliknya.

Ketiga Sadamune tertidur pulas dengan Kikkou yang berada di dekat shoji.

Tentu saja tak semua bisa disebutkan satu persatu.

Satu hal yang Mikazuki lakukan saat ini. Manik heteronya memusatkan pandang pada sebuah omamori. Terdiam di permukaan futon, Mikazuki tampak belum tertidur. Wajahnya yang lembut kini berubah satu tingkat lebih serius. Memutuskan untuk berbaring dan menaruh omamori itu di sisi bantalnya dan bersiap untuk menjelajah alam bawah sadar, telinganya mendengar shoji yang digeser pelan, seakan menekan suara yang tak akan mampu dikendalikan.

Itu tuannya.

Mikazuki tahu betul bahwa itu Akina sebelum ia mendengar geseran lagi.

"Tak bisa tidur?"

Ah, suara tersebut jelas menghentikan langkahmu.

Kunang-kunang mengiringi dalam setiap jengkal benteng pada malam hari.

Begitu kau memutar tumit, tampaklah sosok yang senantiasa membubuhkan senyumnya padamu.

"Lalu, kamu sendiri bagaimana?"

"Maa..." Balasnya, "Orang tua memang tidak mudah untuk tertidur, 'kan?"

"Apa kamu ingat kalau usiaku nyaris sama dengan bulan?"

"Ah—hahaha. Kalau seperti itu, kita sama-sama orang tua?"

Kau tertawa, begitu pula dengan dirinya yang dibarengi tangan terangkat mengajakmu dalam gandengannya. "Mari."

Tanpa bertanya dan Mikazuki mendapat senyum dari tuannya, tanganmu yang mungil digenggam erat oleh tangannya. Seakan apabila mengendur, kau kembali hirap dari pandangannya.

Di bawah pohon mannenzakura, Mikazuki dan tuannya saling memandang langit malam penuh punggawa. Sesuatu yang putih lagi abadi yang selamanya akan memenuhi udara.

Menjadikan pangkuan tuannya sebagai tempat untuk merebahkan kepala, dialog masih terus terjadi. Sesekali bersenda gurau dengan tangan Mikazuki yang hendak meraih wajah tuannya, ataupun sang Saniwa sendiri yang mengistirahatkan tangannya di dada Mikazuki. Seketika, sengatan listrik menjalari tengkuk, Mikazuki bangkit dan mengatakan sesuatu.

"Aruji, mohon ulurkan tanganmu."

Lalu kau menurutinya. Jemarinya menyambut jemari sang tuan, Mikazuki sedikit memperhatikannya. "Rasanya, aku sudah lama sekali tidak menyentuh tangan ini." Ungkapnya dengan gumaman yang melewati radar pendengaranmu.

Ada sebuah pergerakan lain dari lengannya yang bebas, tetapi terkepal itu. Jemari halusnya mulai bergerak memegang benda mungil berlubang. Lalu di detik selanjutnya, ibu jari, telunjuk dan jari manisnya segera memasankan dua benda tersebut ke jari telunjuk di pergelangan kananmu begitu saja.

Kau masih membisu, Mikazuki tampak serius ingin memulai sesuatu,

"Aku menyimpan ini saat pertama kali mata kita bertemu."

Kau bergeming. Mikazuki masih memandang dua buah cincin batu giok yang kini melingkari telunjukmu. "Aku masih ingat saat Aruji memberikanku perintah pertama untuk ekspedisi. Membiasakan diri dengan tubuh manusia ini. Kami menelusuri pasar lama di Edo saat tugas kami selesai."

Kau mendengarkannya.

"Aku membantu saudagar kaya di sana, dan pria itu memberikanku ini sebagai imbalannya. Lalu, aku meninggalkan benda ini di sungai yang terhubung langsung dengan sungai utama Takamagahara. Membiarkan energi sungai itu mengaliri celah benda ini."

Apa ini? Mengapa perasaanmu begitu hangat mendengar cerita yang keluar dari belah bibir sang Tenka Goken ini?

"Dan aku sadar, Aruji memiliki benda yang sama di telunjukmu. Aku menutuskan untuk menyimpan cincin ini. Apa Aruji masih ingat omamori yang khusus dibuatkan untuk kami?"

Kali ini ia mengangkat kepala. Iris malam dengan bulan sabitnya memandang teduh mengirim perasaan tak tersirat. Sesuatu berkata di dalam sana, tetapi kau tak mampu untuk menerka. Bak terhalang kabut yang menutup kuningnya bulan sabit di malam hari, tidak ada yang pasti saat kau menunggu jawaban dari sang bulan.

"Aku... ingat."

Ia tertawa lembut, "Aku menyimpannya di dalam sana. Sudah pasti aku tidak akan lupa kalau aku menyimpannya di dalam omamori itu. Karena setiap turun ke garis depan, aku selalu membawanya. Setiap tidur, kupastikan untuk memandang sesuatu yang ada di dalamnya. Setiap bangun, ada rasa yang harus aku utarakan, tetapi selalu aku urungkan karena aku tak yakin kalau Akina akan menerima pemberian ini dariku."

Sesuatu yang hangat kini menyerah dan memilih untuk meleleh membentuk sungai di pipi porselennya. Bahu bergerak naik turun diiringi napas dengan ritme napas yang tak beraturan.

"Kalau sesuatu yang disebut jatuh cinta pada pandangan pertama itu tidak nyata, lantas bagaimana aku menggambarkan perasaan ini selama ratusan tahun lamanya, Akina?"

Sesuatu pecah. Tak ada gunanya membendung rasa sesak yang tak mampu kau tahan seorang diri. Membiarkan semua kupu-kupu lepas dari sangkarnya. Isak yang berbicara, tawa ramah tak lupa hadir di sela-sela pengaturan napas, Mikazuki tertawa mendengar balasanmu. "JiiJii, bodoh. Bodoh, aku benci ini."

Yang Mikazuki saksikan saat ini bukanlah seorang Saniwa. Namun gadis rapuh yang mencoba untuk meledakkan segala emosi yang ia tahan. Tangisannya terdengar seperti anak kecil, pasti terasa sesak sekali menahan ham tersebut dengan waktu yang lama. Dan Mikazuki mengerti dengan apa yang kau lakukan saat ini.

Hal yang terbaik untuknya adalah mendengarkan tangisan tak berujung itu. Membiarkan air terjun di dalamnya mengalir deras menjebol palang keraguan dalam batin. Menjadi lemah di balik senyum yang kokoh pun tiada masalah sesekali. Punggung membentuk lengkung, menangis di atas pangkuan Tenka Goken sudah dilakukan sejak awal. Percuma menahannya, karena Mikazuki akan selalu memberikan usapanya dan berkata. "Lepaskan saja apa yang ingin kamu keluarkan."

Di rasa tuannya sudah sedikit tenang, kesatria itu meminta tuan perempuannya untuk kembali duduk tegak. Alangkah terkejutnya dirimu mendapati netra hetero miliknya agak berkaca. Membentuk muara dan akhirnya terjun bebas hingga menetes di kepalan tanganmu yang kini dibalut dengan tangan besarnya.

"Jangan tinggalkan kami lagi, Akina. Jangan tinggalkan aku lagi. Aku tidak ingin kesepian untuk kedua kalinya, aku minta tolong. Tempat kita di sini; rumah kita di sini; tempat berlindung kita. Kabulkan permintaanku kali ini, dewiku. Tolong dengarkan permohonanku kali ini."

Mikazuki Munechika—ia masih mendengar lengkingan itu.

"Kami hancur tanpamu. Kami lemah tanpamu. Kami rapuh seperti daun-daun kering dalam musim panas. Dan Mikazuki Munechika sungguh tak berdaya tanpa kehadiran tuannya."

"Maafkan aku, Mikazuki. Maafkan aku."

Sebuah cumbana mendarat di keningnya. Mikazuki sedikit terkejut dengan apa yang didapatnya hingga tak sadar sampai menutup kelopak mata membiarkan sebuah perasaan mengalir dari sang tuan yang ia terima di kening. Satu hal yang belum pernah Mikazuki dapatkan selama ini, tuannya menangkup pipinya lembut. Disalurkannya sebuah kehangatan yang tak pernah hilang. Kelembutan yang tidak akan pernah dimiliki oleh siapapun. Kasih sayang yang terlalu berlebihan. Kini saling menatap sampai raut wajah tuan perempuannya itu terlihat kental. Lihatlah, saat masih menangis pun, manisnya masih lekat, batinnya dalam hati.

"Kita akan bersama-sama lagi. Kamu; aku; kita. Selamanya. Hingga akhir waktu."

Alis bertaut, Mikazuki mengleuarkan tawa khasnya. Tangan dingin yang lebih besar dari milikmu kini mengikat seluruh jemari dengan rematan yang dibuat agak kuat. Senyum kembali dipahat. Pendar bulan sabitnya membesar saat malam terus bergulir. Gemintang memerhatikan, rembulan tak lagi bersembunyi di balik akasia. Kunang-kunang mengiringi, menambah pesona seorang Mikazuki Munechika dalam malam nan tenang. Si bulan sabit lantas meraih dagu Akina dengan pelan, sebelum mempertemukan bibirnya dengan belah bibir bawah sang tuan begitu lembut layaknya kelopak bunga yang saling bersentuhan.

"Kita. Aku suka kata itu."

Kau melemparkan sebuah tawa, berikut dirinya. Satu hal yang kau tahu, kini pergelangan itu mendekapmu dalam diam sampai kau merasa degup jantungnya yang berdetak begitu tenang mengalahkan instrumen apapun yang pernah kau dengar. Ada satu kalimat lagi yang keluar dari belah bibirnya. Berbisik begitu pelan dengan belaian yang tak berhenti di kepalamu.

Rangkaian kisah baru akan dimulai. Dari tuan dan punggawa kepercayaan, kini merangkap sebagai rumah pribadi sang hawa. Tidak akan Mikazuki lepaskan. Tidak akan Mikazuki abaikan. Karena baginya, tawamu merupakan obat paling mujarab yang ia miliki selepas rasa penat menggerayangi fisik dan pikiran. Karena untuknya, sentuhanmu merupakan zat adiktif yang begitu candu. Karena baginya, kau adalah rumah terbaik yang tidak akan pernah ia dapatkan di mana pun.

Tempat untuk pulang. Sebuah hati untuk berteduh. Wajah yang selalu menatapnya lembut. Suara yang menuntunnya untuk melakukan segala hal.

Karena kau adalah sang Dewi yang lebih cantik rembulan. Lebih indah dari permata. Lebih tenang dari malam. Jauh lebih terang dari gemintang. Sesuatu yang bersifat subtil, bisa disentuh bisa memberi sentuhan. Hanya satu yang Mikazuki butuhkan sepanjang hidupnya kala menjadi seorang "manusia" dan kesatria pelindung sejarah. Hanya satu yang ia mau. Kini tengah tenggelam dalam rungkuhannya yang menghapus jarak. Senyum terukir, Mikazuki tak sadar bahwa likuid bening pun masih membanjiri pipinya. Ia bergetar. Hatinya turut merasakan hal yang sama. Darah dalam nadi tergelitik membawa seluruh perasaan yang hendak ia sampaikan pada sang tuan terkasih.

"Hingga akhir waktu..."

August 28, 2023.
aoiLilac. 

A crossover project by aoiLilac,
Touken Ranbu ft. Twisted Wonderland

-Lueur-

start: September 06, 2022.
end: August 28, 2023.

end here.

nb: data saniwa nyusul, yha. Terima kasih banyak udah baca sampe akhir.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top