20.
A Touken Ranbu ft Twisted Wonderland fanfiction,
-Lueur-
By; aoiLilac.
Credit; DMM, Nitro+. And Disney-Twisted Wonderland, Aniplex, Yana Toboso.
Chapter Twenty: Arcane.
[DIASOMNIA.]
Ada sesuatu yang Silver coba untuk menanggapi sebuah kebenaran yang baru saja didengarnya. Ia yakin kalau Sebek pun menangkap sebuah cerita yang dituturkan sosok biru tadi dengan begitu jelasnya; "Hari-hari kami sedang tidak tenang, dan perempuan ini merupakan satu-satunya pelindung kami. Bisakah aku meminjam kekuatan kalian untuk melindunginya sampai kami datang untuk menjemputnya?"
"Kita berdua berhalusinasi." Silver berkata demikian ke Sebek sembari menurunkan asal tasnya di permukaan sofa lounge Diasomnia. Lilin-lilin hijau di sana berkedut menandakan hadirnya sosok lain yang kini mengalungi pundak Silver dari belakang.
"Oya. Okaeri." Lilia ramah menyambut. "Apa yang membuat kalian terlambat pulang, hm? Aku mengingat dengan baik jadwal kalian di semester ini."
"Sebek mengunjungi teman perempuannya." Jawab Silver sekenanya sembari menunjuk Sebek dengan dagu. Terlihat persis di sisinya, Sebek tampak menjambak kepala atas rangkaian film yang baru saja terputar lagi dan lagi dalam kepalanya. Resonansi yang dibuat pria biru tadi membuatnya tenggelam dalam pikirannya; siapa, mengapa, dan apa yang kini tengah terjadi dalam dimensi lain itu membuat kepalanya agak berdenyut—sampai-sampai ia tak menyadari presensi Lilia.
Maka Lilia memutuskan untuk melayang ke sisinya. Melakukan hal yang sama dengan apa yang diterima oleh Silver, Lilia berucap. "Oya, Sebek. Tak biasanya kau mengabaikanku."
Usapan dan suara yang ia dapatkan kembali menggugahnya. Membawa Sebek kembali ke dunia nyata. "Maafkan aku, tuan Lilia."
Lilia membawa kepala hijau itu hingga manik saling memandang. Aksa itu tampak keruh satu tingkat, kentara ada sesuatu yang menimpanya. Lilia menarik kesimpulan kalau Sebek kini tengah kehilangan fokusnya sementara waktu. Irisnya gamang, pandangannya tak fokus, binar dalam matanya tertutup kabut menghalangi binar bening netra indah dari manusia setengah perinya.
"Naik dan tidurlah."
Ketika Sebek berusaha untuk fokus, yang ia dapatkan hanyalah belah pipi merah jambu disertai senyum yang terbentuk dalam hingga lesung pipi mantan Jenderal Lembah Duri itu terlihat dengan begitu jelasnya. Biasanya, Sebek akan menolak dan berkata seperti. "Tak pantas untuk pengikut tuan Malleus lalai pada senja dan segala waktu yang ada!!" atau hal-hal yang berkaitan dengan tuan dan pengikutnya. Namun kali ini, Lilia lihat dengan mata kepala sendiri bahwa Sebek itu benar mengikuti arahannya tanpa mengucap satu dua kata untuknya.
Masih mengikuti punggung lebar itu sampai menaiki tangga dan berbelok, kini Lilia kembali menyadari Silver yang nyaris sama seperti Sebek sebelumnya. Tanpa suara, duduk dengan kaki sejajar, menyembunyikan segala pikiran dalam sorot mata aurora yang memandang sembarang dengan jemari saling bertaut dan punggung yang tak menempel di sandaran sofa. Tidak tidak, Silver memang pendiam, tetapi Lilia mengenal betul anak angkatnya ini hanya dari sorot mata yang tak fokus itu, pikiran Silver tidaklah berada di dalam Diasomnia—atau mungkin, pikirannya tidak berada di dalam raganya sendiri.
"Silver." Barangkali suaranya tak terdengar. "Nak."
Lalu Silver menengok. "Ayah." Denyut jantungnya bekerja dua kali lebih cepat. "Kurasa gadis itu bukanlah gadis biasa. Selalu ada sosok yang mengikutinya—entah siapa, tetapi sosok itu sempat memperkenalkan namanya padaku dan Sebek."
"Siapakah?"
"Agak susah untuk kuingat." Silver memijat batang hidungnya. "Sangat asing namanya. Namun rupanya sungguh menakjubkan. Anggun, indah—segala kecantikan ada dalam dirinya. Dia laki-laki, tinggi semampai. Matanya sungguhlah menawan—ada bulan sabit di dalamnya. Ia memiliki senyum yang misterius. Auranya kuat—seperti tuan Malleus, tetapi miliknya jauh lebih terang dan hangat. Lalu..."
Silver menggantungkan kalimat, Lilia menyimak segala penuturan yang keluar dari belah bibir pemuda di seberangnya. Selanjutnya, ia mencari wajah itu dengan jelas; tampak semerawut—yang Lilia tebak karena sebuah keterkejutan yang ia dapatkan. "Lalu?"
Silver menatapnya sebentar, tidak berniat mengalihkan pandangannya dari iris serupa dengan wine. Lilia tak berhasil menutup mulut saat mendapat jawaban dari Silver. "Wangi. Sosok itu sangatlah wangi. Dan gadis itu juga. Namun aromanya berbeda—jauh. Gadis itu beraroma manis yang akan membuat kita terasa nyaman. Sedangkan laki-laki itu memiliki aroma yang jauh lebih kuat dan memabukkan. Aku tidak mengerti—mereka itu siapa? Dan datang dari mana?"
Dahi Lilia mengernyit. Ia tahu betul baik Silver maupun Sebek sama-sama tak pandai berbual, tetapi untuk yang ini, Lilia memang menaruh rasa curiga. Bukan tentang Silver, tetapi padamu. Lilia Vanrouge mulai curiga padamu yang bisa menyebabkan Sebek sampai membisu seperti itu dan Silver yang tenggelam dalam retorisnya sendiri.
"Lalu, apa yang kalian lakukan saat—katakanlah berhadapan dengan sosok itu?"
"Aku diam. Sebek pun diam. Lidah kami berdua terlalu kelu untuk menanggapi hal-hal yang telontar dari bibir merah jambu laki-laki biru tadi. Dan sosok gadis itu sendiri merupakan puncak keanggunan. Tiada kecantikan seperti itu di Lembah Duri—bahkan Twisted Wonderland sendiri, Ayah—aku berani bertaruh bahwa senior Vil sendiri tak akan bisa menandingi kecantikan gadis itu dan laki-laki biru yang membuat darah dalam nadiku membeku tadi. Sosok biru tadi bercerita tentang perang yang tengah dihadapi oleh mereka... Ada tadi dia menyebutkan kalau mereka memiliki panggilan tersendiri, tetapi sulit untuk kuingat. Dan ada kaitannya dengan bulan—keruh atau apalah itu. Mengenai roh, celah dan sosok hitam lain."
"... Apa sosok biru tadi memiliki permintaan?"
"Ada." Silver menghela napas gusar. Dengan berat, Lilia mendengar jawaban yang keluar dari Silver. "Hari-hari kami sedang tidak tenang, dan perempuan ini merupakan satu-satunya pelindung kami. Bisakah aku meminjam kekuatan kalian untuk melindunginya sampai kami datang untuk menjemputnya?"
Lilia mengubur cemas akan sesuatu yang baru saja didengarnya. Apabila benar yang dikatakan oleh Silver mengenai sosok biru, perang bulan keruh, hari-hari yang tak tenang, sosok hitam sampai pelindung dan penjemputan, maka sebagai salah satu ras yang paling lama hidup dalam Twisted Wonderland, Lilia menyimpulkan sebuah hal yang paling masuk akal; gadis misterius itu mempunyai kedudukan penting dalam sebuah dimensi yang lain dan memiliki peran yang serius. Silver sungguhlah pusing sendiri dengan apa yang ia dapatkan tadi. Memang gadis itu sempat berbagi cerita sebab dirinya absen dalam pelajaran—itu karena Sebek yang bertanya. Namun suara laki-laki misterius itu terus terngiang dengan baik dalam kepalanya. Memang tidak ada penekanan tertentu, yang ada hanyalah permintaan sederhana; melindungi gadisnya.
"Ah—" Silver seperti mendapat pencerahan yang membuat Lilia agak terkejut. "Laki-laki biru itu juga mengaku kalau gadis itu adalah miliknya. Sepertinya, memang ada sesuatu yang disembunyikan pihak akademi, Ayah. Maaf aku lancang, tetapi ada baiknya kalau kau dan tuan Malleus sebaiknya turut menyelidikinya. Agar kau percaya dengan apa yang kami lihat."
"Sebentar." Lilia menemukan kejanggalan dari cerita anak angkatnya. Dagu diusap, kini tangan terlipat dengan kepala agak miring. "Dari tadi kau bilang biru? Lantas yang hari itu kau ceritakan bahwa ada pemuda bersurai pirang dan menangis saat kebetulan memandangmu—dan Sebek yang mengadu padaku tetang sosok merah yang berdiri di belakang gadis itu siapa?"
Bulu di tengkuk Silver berdiri sempurna.
"Silver. Maaf, ubah rencananya. Kau harus memberitahu Sebek akan situasi ini dan kau yang memiliki tugas untuk menyelidikinya atas perintah Malleus. Aku adalah veteran perang, dan kita tidak bisa menampik fakta kemungkinan besar mereka juga berperang. Dan—apabila benar kalau gadis itu seperti yang aku duga merupakan kunci dari sesuatu yang mereka hadapi..." Kedua tangan kecilnya mencengkram pundak Silver dengan serius. "Keluarganya dalam bahaya, Silver! Apabila ada hubungannya dengan bulan, maka Lembah Duri juga dalam bahaya!!"
[HONMARU HIGASHI|MONITORING ROOM.]
"Ah—sudah terlihat? Tsurumaru Kuninaga—kau mendengarku?"
Matsui Gou masih berusaha mengontak tim Tsurumaru. Setelahnya, suara dari radio rusak melewati gendang telinga dan membuat semua sosok yang ada di ruang monitor menghela napas lega.
"Terdengar. Maaf membuat kalian khawatir, tetapi aku sempat marah tadi. Tak kusangka energi spiritual yang kukeluarkan malah berpengaruh pada sinyal. Kami hendak laporan, di hutan bagian Selatan sudah bersih. Namun memang harus waspada karena kekkai di sini menjadi satu dengan benteng."
"Tsurumaru! Tsurumaru Kuninaga, bagaimana dengan Kuwana Gou dan Monoyoshi Sadamune?" Kita mengambil alih.
"Kita-sama, tak perlulah engkau khawatir. Kami masih baik-baik saja."
Ia mengucap syukur.
Dalam monitor, terlihat jelas bahwa ketiganya tengah berdiri di masing-masing titik sembari menghunuskan bilah mereka pada arah yang tak menentu. Keawasan memang diperlukan dalam saat-saat di mana benteng Timur kini menjadi sasaran empuk untuk serangan kejutan yang bisa datang kapan saja.
"Maa, bagaimana dengan tim lain?"
Kini suara Ichimonji Norimune kembali menggema. Sisa tim yang ada menjawab saling tumpang tindih namun simpulan yang berhasil ditarik adalah: keadaan hutan sudah terkendali.
Agaknya semua emosi kini terkepal dalam tangan Kita. Deru napasnya terdengar berat, bola mata besarnya memandang sana sini dengan sorot tajam kini membalut hatinya dengan sempurna kendati ia harus pandai mengatur air mukanya.
"Seluruh Saniwa, apa kalian mendengarku? Keadaan kalian bagaimana?"
Telepati dilakukan. Satu persatu sosok yang menjabat sebagai Saniwa memberi tanggapan.
"Barat Daya masih aman. Namun perlu diwaspadai sebab pergerakan musuh di sini hanya fokus dalam satu titik. Kami mengantisipasi adanya perubahan serangan."
"Tenggara berada dalam situasi yang—kurang menguntungkan. Maaf aku tidak bisa banyak berkomentar, aku benar-benar berada di garis depan bersama anak-anak."
"Selatan masih terkendali."
"Mereka mengubah serangan di Barat. Sebelumnya hanya gerilya, tetapi saat ini nyaris menjadi genosida jika saja aku terlambat pulang."
"Timur Laut sama seperti Selatan. Hanya ada regu elit untuk latihan di sini. Regu elit siap diterjunkan ke benteng apabila diperlukan penerjunan."
Satu suara memecah hening. Meja terbelah menjadi dua akibat benturan yang diterima benda mati itu. Uap keluar dari mulut sebagai pengalihan amarah yang nyaris menguasainya. Dewa Perang itu kini mematung di mana para kesatria yang ada di sana mundur satu langkah dalam hening yang mencekam saat aura kehitaman mengitari tubuh mungilnya. "Maafkan aku. Lanjutkan saja." Begitu putusnya sembari keluar ruang monitor.
Chougi sendiri sudah lama—sangat lama tidak melihat sosok yang membangkitkannya emosi seperti itu. Atau mungkin, ini pertama kalinya bagi Yamanbagiri Chougi melihat Bishamon nyaris meledakkan emosi lalu menumpahkannya pada benda mati yang ada untuk menghindari segala sesuatu yang tak diinginkan. Kebengisan Bishamonten tertuang dalam beberapa perkamen yang pernah Chougi baca beberapa dekade lalu. Satu di antaranya yang paling berbahaya adalah; terbukanya pintu neraka hingga makhluk mengerikan di sana sanggup merangkak sampai bumi. Dan—situasi ini nyaris memantik amukan sang Dewa Perang yang memilih untuk keluar ruangan untuk menenangkan diri sementara waktu.
"Oh, tidak. Kurasa aku mengerti mengapa Kita-sama nyaris murka."
"Iya." Jizou Yukihira menanggapi. "Aku pun memikirkan hal yang sama sepertimu."
"Selain membelah pecah kekuatan benteng ini, coba ingat-ingat yang pertahanannya terancam. Milik Nantou-sama dan Nishi-sama, benar? Jika dikaitkan dengan hilangnya tuan kita—kemungkinan besar pihak musuh sudah mengetahui kalau Higashi-sama tidak mengawasi kesatrianya." Matsui Gou berpendapat. Manik hijau kebiruannya memandang seluruh rekan yang ada di dalam satu ruangan itu. Hening, hanya ada bulu roma yang berdiri di balik pakaian. Dingin menjalar dari telapak kaki hingga membuat gigi saling beradu dalam pikiran yang tak tenang.
Intuisi Hachisuka Kotetsu memperjelas segalanya. Menjadi semakin keruh di bawah kentalnya lumpur pekat yang mencegah kelompak teratai untuk mekar.
"Ini jebakan. Satu Saniwa yang berperan penting atas kembalinya tuan kita akan gugur dalam waktu dekat. Kita memang harus menjemputnya sendiri."
date of update: December 09, 2022,
by: aoiLilac.
revision: March 18, 2023.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top