18.
A Touken Ranbu ft Twisted Wonderland fanfiction,
-Lueur-
By; aoiLilac.
Credit; DMM, Nitro+. And Disney-Twisted Wonderland, Aniplex, Yana Toboso.
Chapter Eighteen: Boketto.
[HONMARU HIGASHI - HIGASHI'S ROOM.]
"Mengapa kamu menangis, Nisemono-kun?"
Yamanbagiri tidak memberi balasan apapun manakala Chougi dengan sedikit kasar mengusap matanya yang basah akibat sesuatu yang hangat tak lagi mampu untuk ditahan. Sorot pandangnya jauh lebih redup sesaat setelah mempertemukan dahinya dengan milikmu; sekedar ingin melihat kondisi sang tuan dari dekat, tetapi tetap jauh terasa. Yamanbagiri masih menekan pergelangan mungil tuannya. Tidak terasa dingin memang, tetapi Yamanbagiri bisa merasa tuannya akan semakin kurus apabila tidak memenuhi kebutuhan primer di depan matanya.
Lagipula, raga yang menampung roh tuannya dalam buana cermin itu adalah wadah lain yang jauh lebih ringkih dan rapuh. Fisiknya sekilas memang tampak sama, tetapi Yamanbagiri tahu lebih baik siapa tuannya dari sebuah renjana yang selalu membuat jiwanya memiliki rumah. Bagaimana rupa aslinya yang jauh lebih kalis diikuti kirana putih rembulan dalam setiap langkahnya. Anindya yang teduh lagi sejuk dipandang. "Yang tercantik di Takamagahara."
"Apa?" Kata Chougi yang tak menangkap suara Yamanbagiri dengan jelas. Lantas kedua peridot miliknya segera memandang samudra yang Chougi berikan padanya sejak awal. "Kamu menangis kenapa?"
"Tuan kita."
"Iya, kenapa?"
"Yang tercantik di Takamagahara, 'kan?"
Chougi mengerutkan dahi. Memandang Yamanbagiri nuraga di tengah-tengah jiwa yang memaksanya untuk kuat sebagai sang utama dari bilah Yamanbagiri. Chougi tertawa kecil menutupi rasa miris.
"Cengeng. Di sini diam-diam, aku harus memonitori dua garis yang tersisa."
Chougi melenggang, Yamanbagiri memerhatikan jubah birunya yang berkelibat sebelum berbelok ke arah lain dengan bunyi derap yang semakin menghilang dalam setiap detik yang menelan hawa keberadaannya. Si pirang memandang kosong lanskap luar ruangan sang tuan yang tak karuan luasnya. Ada sebuah taman di sana yang membuat memori Yamanbagiri kembali terputar dalam suatu masa di mana kau yang girang karena kebun kecil yang di desain oleh Kasen Kanesada tumbuh subur membentuk sebuah pola yang diinginkan dan tak jarang anak-anak tantou sering bermain petak umpet di sana dengan tak lupa mengajak tuannya bermain bersama.
Lucu, pikirnya.
Gadisnya ini agak sulit untuk ditebak, Yamanbagiri meyakini hal tersebut. Gadisnya tidak terlalu suka dengan sesuatu yang mewah, tetapi selalu mencari kesempurnaan. Kekasihnya tidak suka sesuatu yang terlalu manis, tetapi tidak menolak apabila Shokudaikiri menawari cemilan yang memiliki rasa favorit orang banyak. Jelitanya tidak mahir dalam pertempuran jarak dekat dengan tangan kosong, tetapi selalu meminta Ookanehira atau Chiganemaru untuk melatihnya. Oh, ya, dan lagi; Yamanbagiri ingat betul kalau Chougi masih bersikap "wajar" beberapa waktu lalu padanya karena keinginan sang tuan yang menyandingkan mereka bersama-sama dalam beberapa kesempatan. Namun saat dirimu dinyatakan 'hirap'—ah, tidak—katakanlah sejak invansi awal dan Yamanbagiri memohon pada rekan-rekannya yang lain untuk meminjami tuannya kekuatan, mendadak sikap si perak agak berubah padanya. Apa-yang membentur kepalanya? Batin Yamanbagiri bertanya-tanya.
"Kalau dilihat dari sisi positif invansi sialan ini, aku dan dirinya agak akur, ya? Apa Aruji melihatnya?"
Ah, perlu diperhatikan kalau dalam kamus "wajar" Yamanbagiri ke Chougi itu adalah sifatnya yang sedikit acuh dan apatis, ya. Bukan wajar dalam artian baik, melainkan sebaliknya.
"Yamanbagiri."
Suara itu terdengar lain. Ringan bak sehelai bulu merpati yang mendarat tenang di atas air membentuk suara riak yang damai. Yamanbagiri menoleh setengah terlonjak,
"Ni-Nishi-sama!!"
"Yo!" Nishi membalas sembari memberi belaian di keningmu. "Sepi sekali, anak-anak di mana?"
"I-itu! Dua regu di kirim ke garis depan dengan tim tambahan untuk mengantisipasi sesuatu. Lalu Norimune mengajak beberapa berpatroli ke hutan karena jenggala di sini mengirim suara aneh yang kami tangkap. Lalu sisanya turut memonitori tim yang terjun perang." Tambahnya gugup karena dibuat terkejut dengan presensi Saniwa ini yang datang tiba-tiba. "Nishi-sama kapan tiba?"
"Baru saja." Yamanbagiri menerima senyum tulus darinya. "Chougi ada, sayang?"
"Ada, kok." Jawabnya santai. "Perlu kupanggilkan?"
Nishi mengangguk tak lupa membubuhkan senyum yang tak pernah pudar darinya. "Tolonglah, Yamanbagiri."
[HONMARU HIGASHI|WARD.]
Kita memanjatkan syukur.
Tim yang beberapa waktu lalu kembali dalam keadaan teruk dan tak sadarkan diri selama enam hari, kini sudah bisa dipastikan untuk membuka matanya masing-masing. Perban masih melilit dada; leher dan pergelangan kaki serta lengan pun tak luput dari penyalut itu.
Dengan tenaga yang ada, Chiganemaru sedikit mendesis kala berusaha untuk mendudukan diri di atas kasur yang ditidurinya,
"Kita-sama... terima kasih banyak."
Wakizashi Okinawa itu menerima seulas senyum,
"Kembali kasih." Katanya. "Sekarang, apa kamu ingat apa yang ada di garis luar itu?"
"Huh....?" Si kuning melakukan sebuah gerakan. Ia memengang kepalanya seakan berusaha mengumpulkan suatu keping ingatan yang membuat rekannya babak belur, tetapi gestur tersebut tak lantas membuatnya ingat lebih baik. Hanya membentuk keping puzzle yang masih terpencar di antara layar hitam dan percik putih yang menimbulkan suara lengkingan dari tawa makhluk tak kasat mata, "Mi-Mikazuki-san? Mana? Mikazuki-san terluka paling parah!"
Perlahan namun pasti, senyum yang terpahat itu samar menghilang. Terganti dengan wajah pilon dengan lara yang tampak begitu jelas transparan.
"Aku pindahkan di kamarnya yang agak terbuka dan membiarkan tubuhnya sedikit di siram cahaya matahari. Lukanya dalam diikuti beberapa tulang yang retak. Apabila dalam dua minggu masih tak bangun, Mikazuki akan diambil alih oleh Hotei-sama ke kediamannya nanti."
Chiganemaru mendadak bisu diikuti kepala yang terlihat sedikit menegang. Wakizashi itu lantas sedikit memalingkan wajah, tak ingin melihat wajah dari sosok yang telah membangkitkan tuannya.
"Dia yang menyebabkan Mikazuki-san seperti itu."
Alis berkedut, Kita menggali informasi,
"Dia...? Apa atau siapa yang kau maksud?"
Getaran datang dari belah pucatnya, Wakizashi dominan warna cerah di sana menoleh dengan wajah kentara akan sebuah ketakutan dan trauma. Pupil matanya bergetar, jemarinya bergerak tak tentu. "Hitam. Lebih gelap dari malam. Suaranya besar, tetapi melengking yang akan menyesatkan kita semua apabila ia tertawa. Dia memiliki sebuah cambuk—yang mampu membakar daratan dari setiap lecutannya. Cambuk kotor itu—iya. Cambuk itu adalah benda yang cukup berbahaya."
Kita diam.
Makhluk apa yang dikirimkan oleh pihak musuh kali ini, hm?
"Apa kalian tidak menyadari kehadirannya sebelum sadar kalau kaliah sudah dikalahkan?"
"Kita-sama..." Kini ia berbisik, menggambarkan guratan yang nyata dalam memorinya. "Hati punggawa mana yang sanggup melihat replika kekasihnya digunakan dalam hal kotor seperti ini?"
Jemarinya saling menutup saat ia menghalangi belah bibir dengan mata yang nyaris keluar dari tempatnya.
"Demi Dewa..."
[HONMARU HIGASHI - MONITORING ROOM.]
"Taikogane Sadamune dari regu dua. Musuh sudah habis dengan Tokugawa Ieyasu sebagai kepala untuk pergerakan mereka. Aizen Kunitoshi terkilir di bagian kaki sebelah kanan, selain itu tidak ada yang terluka."
Chougi menarik layar biru tembus pandang yang ada di hadapannya agar dapat terlihat lebih jelas mana bagian terkilir dari Aizen yang diterima. Dari mata birunya terpantul barisan data yang keluar hadir dalam pendar biru tersebut, dan ia mengikutinya dengan cepat hingga mampu menarik simpulan dari regu dua dengan perannya sebagai kapten sudah mempertahankan garis paling dalam dengan baik.
"Kembalilah, dan untuk Aizen Kunitoshi langsung ke ruang perawatan. Hakusan Yoshimitsu sudah menunggu di depan. Selanjutnya dengan wakizashi Hanjin sebagai kapten akan langsung berangkat ke sana karena pergerakan musuh tak berhenti untuk hari ini."
Jawaban datang dari seberang sana sebelum panggilan jarak jauh tak lagi dilakukan.
Kokindenjunotachi bersama Jizou Yukihira yang mengamati regu di garis dua pun tampak tenang dan mengikuti peperangan yang unggul dari tim yang maju dengan Nansen Ichimonji bertanggung jawab sebagai pemimpin tim.
"Hanya aku yang merasa atau memang perangnya sengaja berjalan lambat, ya? Tenaga kita akan terkuras habis sebelum puncak ini terjadi." Jizou menarik simpulan dari data stastistik benteng Timur. "Jika benar seperti itu, kita semua akan kalah dan kita tidak akan sempat meminta maaf pada tuan sebab kegagalan besar ini."
"Dan kelopak sakura akan berguguran sebagai tanda dari padam hayatnya seorang kesatria yang gagah." Kokindenju menjawab rancu. "Maa, memang tak banyak yang bisa dilakukan semenjak bulan keruh."
"Kamu putus asa?" Ini suara Chougi dari seberang sana yang kebetulan mendengar dialog dua kesatria dari sekolah tempa Bungonokuni Yukihira di seberangnya.
"Aku tidak pernah mengatakan hal tersebut." Lirihnya ia membalas. "Namun menunggu usainya sesuatu adalah hal yang melelahkan di tengah-tengah embusan angin ketakutan dan ketidakpastian. Aku minta diterjunkan untuk selanjutnya."
Terdengar sebuah erangan yang datang.
"Baiklah." Statistik dari sosok-sosok yang ada dalam list tengah diperhatikan baik-baik sembari mengangguk pelan. "Engkau pergilah esok bersama tim berat yang akan maju karena pertempuran diperkirakan terjadi menjelang petang. Kamu; Daihannya Nagamitsu; Higekiri; Hizamaru; Uguisumaru; dan Koryuu Kagemitsu sebagai kapten akan mempertahankan garis tengah."
"Petang?"
"Yaaa..." Chougi menggeser layar sekali lagi. "Kalian pedang besar tak mumpuni kalau malam."
"Oh, jahatnya."
Chougi tertawa kecil. Kokindenju tak menjawab apapun, ia hanya menanamkan sebuah kesiapannya dalam garis depan.
"Honka."
Chougi melirik sedikit di bibir pintu meminta Yamanbagiri meneruskan,
"Nishi-sama memanggilmu."
"Hah? Kapan datangnya?"
Kemudian Chougi bergegas untuk menemui sosok Saniwa yang disebutkan Yamanbagiri sebelumnya. "Gantikan aku."
[HONMARU HIGASHI|HIGASHI'S ROOM.]
"Minami-sama? Ada Minami-sama juga?"
Sosok lain hadir dalam ruang yang sama di sana pun menoleh saat sayup suara yang cukup ia kenali memanggil namanya dengan nada penuh selidik.
"Baru tiba lalu langsung ke mari. Kita-sama di mana?"
"Kita-sama masih di ruang perawatan karena kesatria yang kemarin kritis, hari ini sudah bangun."
Bertambah pendar binar di maniknya. "Hah, syukurlah. Mikazuki bagaimana?"
Chougi menggeleng pasif.
"Oh, baiklah. Lanjutkan kegiatan kalian." Minami melenggang persis di hadapan Chougi yang mendudukkan pandangan saat dirinya berlalu tak lupa memberi usapan kepala di atas pucuk peraknya. Kembali pada Nishi karena ia memanggilnya, Chougi melakukan kiza di hadapan Saniwa yang satu itu.
"Langsung saja, ya? Cermin tidak jelas itu mengeluarkan sebuah suara putus-putus."
"Sungguh?"
"Aku menarik simpulan kalau di balik sana, Higashi melakukan hal yang sama. Firasatku mengatakan bahwa orang-orang yang dikejutkan dengan kehadiran Higashi pun turut membantu untuk mengembalikannya dengan ilmu fisika yang dipadukan dengan magis mereka. Terlebih—kalian yang agresif ini selalu mengikuti tuan kalian. Aku tahu apa yang kalian lakukan. Dua kali—dua kali kalian tampak menyulitkan pelajar di sana."
Bahu Chougi agak sedikit menegang dengan iris mata yang menyiratkan sebuah penyesalan-yang pasti akan diulanginya lagi selama tuannya belum kembali. "Maaf, Nishi-sama." Chougi menerima lektur yang datang dengan lapang dada.
Helaan napas keluar dari belah bibirnya. "Aku hanya memberimu kabar saja karena Buzen Gou melarangku untuk berlama-lama di sini."
"Mengapa tidak dengan surat kalau seperti itu?"
"Kalau dengan surat, aku tidak bisa memberimu lektur seperti tadi." Balasnya jujur. "Nantou-sama dan aku akan mengupayakan yang terbaik jika ini dipastikan sebagai suara Higashi. Aku pun berharap seperti itu."
[HONMARU HIGASHI|WARD.]
"Mengapa kamu tak bilang ingin kemari?"
Saat itu, Aizen Kunitoshi sedang ditangani oleh Kita. Atas permintaannya, Hakusan Yoshimitsu tidak mengambil alih perbaikan Aizen selama Yagen Toushiro masih mendampingi Ichimonji Norimune dan beberapa kesatria lain dalam jenggala sana.
"Mendadak sekali, bukan?" ungkapnya sembari memperhatikan Aizen dengan seksama, "Tampaknya tidak ada luka lagi, ya? Tidak ada memar juga."
"Tidak, kok!!" balas si tantou. "Apa sudah selesai?"
"Sedikit lagi." Kita menanggapi lembut selepas menyelesaikan kompresannya. "Nanti dikompres lagi, ya? Berkala. Jika kau tak mau melakukannya, jangan sungkan untuk mendatangiku, nak."
"Kita-sama terlalu perhatian. Maa, terima kasih banyak!!"
Aizen berlalu tak lupa berjalan dengan pelan mengurangi rasa denyut sebab kaki yang terkilir akibat tingkahnya sendiri di medan pertempuran karena semangat yang melewati batas wajar.
"Masih recovery, ya? Namun setidaknya, anak-anak ini sudah bangun. Kita-sama, aku ingin bicara denganmu. Di luar, ayo."
Dewa perang itu tampak tidak mengerti apa permintaan yang datang dari satu sosok yang diciptakannya. Tak sabar, Nishi segera menggandeng pelan tangan mungil sang Dewa,
"Oh, yaampun. Maafkan aku. Hati dan pikiranku tidak sinkron. Apa yang ingin kamu bicarakan, Nishi?"
"Tidak ada yang perlu dimaafkan. Mengenai hipotesis dari Hakuto terkait Mikazuki."
"Oh. Kenapa?"
Nishi mengerang penat. Tampaknya, ia pun bingung bagaimana menafsirkan hal ini pada sosok yang ia hormati. "Bagaimana, ya? Hipotesis Hakuto mengatakan bahwa Mikazuki kemungkinan mengorbankan dirinya sendiri. Kamu tahu, Mikazuki itu tipe yang tidak akan berpikir dua kali untuk membela tuannya."
"..."
"Mikazuki kemungkinan melewati celah itu dengan kekuatannya sendiri."
"... Lalu?"
"Roh Higashi saat ini kemungkinan dijaga "langsung" oleh Mikazuki Munechika."
"Namun itu tidak boleh!!" Kita mengelak mantap sampai membuat Nishi agak terkejut.
"Mengapa tidak boleh?"
"Ada Higashi palsu di luar sana!"
date of update: December 02, 2022,
by: aoiLilac.
revision: March 17, 2023.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top