16.

A Touken Ranbu ft Twisted Wonderland fanfiction,

-Lueur-

Credit; DMM, Nitro+. And Disney- Twisted Wonderland, Aniplex, Yana Toboso.

Chapter Sixteen: Runda.

[NIGHT RAVEN COLLEGE - SPORTS FIELD.]

Peluit ditiup, mengirim suara lengking anantara anila yang membawa embusan udara segar saat biru membelah bumantara keunguan. Baju agak kebesaran dengan celana yang sedikit digulung tampaknya tidak mengurangi pergerakanmu untuk olahraga di pagi hari. Iya, saat ini, ada kelas gabungan olahraga dengan kelas D tahun pertama bersama kelas A tahun kedua akademi Night Raven College. Sedari awal yang Sebek pastikan hanyalah kau yang tidak jauh-jauh dari tempatnya berpijak sampai lari keliling lapangan sebanyak dua kali seperti yang dilakukan saat ini.

"Woaa!!" Seruan itu tampaknya datang dari arah yang bersamaan saat kau masih berlari tepat di belakang Sebek. Kau yang memikirkan nasib anak-anak di benteng lantas dibuat terkejut dengan suara penuh semangat yang benar-benar datang dari sisi yang berdampingan bersamamu entah sejak kapan. "Kau yang waktu itu, 'kan? Boneka yang dibeli Kepala Sekolah!!!"

Sepertinya kau pernah melihat sosok ini; kulitnya sawo matang—ah, tidak—lebih ke eksotis. Kelerengnya merah besar, seperti matahari yang hendak terbenam menaburkan kirana jingga ke seluruh daratan dengan kehangatannya. Surainya ivory, dengan apa itu? Tato putih yang kontras di kulit jingganya; melingkar di pergelangannya.

"Uhh—mungkin?" Jawabmu kikuk. "Apa Anda adalah senior Saya dalam akademi ini?"

Apa yang senior, Higashi? Usiamu tak jauh berbeda dengan bulan.

"Aku kelas dua A!" Balasnya mantap. "Sekali lagi, aku Kalim Al-Asim! Kau memiliki nama?"

"Nama?"

"Baik, cukup!!" Teriakan dari coach—Ashton Vargas—yang kembali menginstruksikan dua kelas untuk membentuk barisan dengan kelasnya masing-masing yang akhirnya memisahkanmu dengan sosok berkulit gelap barusan. Ada beberapa arahan yang datang darinya mengenai olahraga yang kali ini dilakukan—pertama kali untukmu sebenarnya—dan cukup membuatmu terkejut karena murid-murid di sana langsung mengenggam sapu dengan serabut yang begitu tebal di bagian bawahnya.

"Ningen!"

Sayup keras suara Sebek membuatmu menoleh setengah terkejut di tengah-tengah lamunan yang tak pasti. "Saya?"

Sebek mengangguk lantas memintamu untuk mendekat tanpa suara.

"Ada apa?"

"Apa kau dengar arahan dari Vargas-sensei?"

"Dengar."

"Coba ulangi." Sebek memastikan. "Kau sempat melamun tadi."

"Em, arahan untuk mengeluarkan pena ajaib lalu mengubahnya menjadi sebuah sapu dan menunggangkannya. Lalu mengucap beberapa mantra agar sapu tersebut bergerak mengikuti kemauan kita?"

Mendengar penuturan yang baik darimu, Sebek dengan ekspresi anehnya sedikit membuat senyum lebar dengan alis menukik disertai bentuk mata yang terlihat merendahkan. Ia bertolak pinggang. "Hmph. Tak buruk juga."

"Saya memiliki pertanyaan."

Pergelangan seputih susu milik pemuda yang berdiri di hadapanmu ini kini bergerak. Meraih pena dengan kristal hijau yang ada di saku lengan kiri setiap pelajar di akademi ini. Terlihat jelas jemarinya sempat memutar pena ajaib tersebut sebelum mengubahnya menjadi wujud sapu. Benar-benar sapu; yang memiliki banyak rambut di bagian ulunya. Kau yang berjongkok memerhatikan hal ajaib itu pun menganga berdecak kagum, sepertinya, sihir itu sesuatu yang hebat. Pikirmu demikian.

"Apa yang mau kau tanyakan?" Kini Sebek memandangmu dari atas.

Telunjukmu mengarah ke sapu yang digenggamnya. "Saya mau pegang benda ajaib milikmu."

"Apa?" Sebek melirik sapunya sesaat. "Ini bukan benda ajaib. Ini sapu terbang." Jaremba lengannya ke arahmu sehingga kau mampu untuk meraih benda yang kau anggap ajaib ini.

Tanpa Sebek sadari bahwa Silver sudah memperhatikannya sejak awal. Pemuda bersurai perak di sana hanya mengulum senyum tipis saat tahu kalau ia—Sebek—diminta untuk menjadi seorang 'pengawas' dari pihak siswa untuk seorang gadis tersasar yang masih belum jelas darimana asalnya.

Kejadiannya seperti ini—beberapa waktu lalu tepat di Diasomnia, kepala sekolah datang. Kebetulan kelas 2A saat itu tidak ada jadwal untuk melakukan kegiatan belajar dan mengajar, Silver menghabiskan waktunya bersama sang tuan; Malleus Draconia dan Ayah angkatnya; Lilia Vanrouge di lounge Diasomnia. Pagi menjelang siang, kepala sekolah hanya meminta persetujuan dari Malleus Draconia atas kehendaknya untuk Sebek agar "mengawasi"mu sebagai teman satu kelasnya.

Untuk Malleus sendiri sebenarnya tidak ada masalah, dan malah bersyukur kalau Sebek mau melakukan hal tersebut untuk membantu orang lain yang kesulitan. Lilia pun sama, Silver juga tak merasa keberatan. Toh, yang memiliki tanggung jawab seperti itu adalah Sebek dan bukan dirinya, tuannya, atau Ayah angkatnya dan baiknya, Sebek akan mendapat teman baru. Namun yang masih terngiang di dalam kepala Silver adalah; tentang Lilia yang bertanya ihwal siapa gadis itu sebenarnya? Dan jawaban yang diberikan oleh kepala sekolah saata itu tidak membantu sama sekali. Masih terekam dengan jelas dalam kepala perak Silver saat jawaban yang diberikan oleh Crowley untuk Diasomnia adalah sesuatu yang cukup mengundang rasa curiga. "Kami masih belum bisa memberi tahu kalian. Namun kami masih berusaha untuk menemukan jalan pulang untuk gadis itu."

Gadis yang masih mendengarkan lektur dari sosok pelajar yang ia anggap seperti saudaranya itu terlihat damai, tenang, dan sejuk. Ia menyimak penjelasan Sebek, juga mendengar arahan dari coach. Dan tidak mungkin gadis lugu itu merupakan ancaman sampai-sampai kepala sekolah tidak membeberkan siapa dirinya; bahkan dari dari Malleus Draconia sekalipun.

Kasarnya, identitasnya dirahasiakan pihak sekolah.

Mengapa Silver sampai menganggapmu sebagai sebuah ancaman? Sebenarnya setelah Malleus mendapat jawaban abu-abu dari kepala sekolah, ia langsung menurunkan sebuah perintah untuk Silver. Perintahnya sederhana, hanya untuk menyelidiki sesuatu yang bersangkutan denganmu dengan catatan kalau Sebek tak boleh tahu tentang hal ini. Maa, mungkin kalau sempat, Silver akan menanyakan satu dua hal tentang teman Sebek yang menurutnya langka itu.

Gadis itu terlihat berdiri dari jongkoknya saat Sebek mengajaknya untuk menjelajah langit dengan ekspresi yang sulit Silver tebak. Di detik yang bersamaan, Silver dikejutkan dengan hal lain yang membuat kelereng indahnya mengecil sebab sesuatu yang tak terduga. Di balik gadis itu ada "orang lain". Silver yakin, itu "orang lain". Fisiknya memang tak tampak jelas, karena binar mentari pun menembus sekujur tubunya. Saat kau bangun dan duduk di depan Sebek yang memastikanmu aman sebelum kaki tak lagi menginjak bumi, Silver yakin, matanya dan "orang lain" di seberang sana sempat bertemu, diikuti air yang mengalir dari pelupuk matanya.

Laki-laki.

Laki-laki di sana... menitikan derai. Air matanya terkumpul di dagu lancip lalu jatuh di bawah sinar baskara yang membuatnya seperti berlian mereflkesikan cahaya. Bersurai pirang dengan ikat kepala jingga panjang yang melayang dibelai angin. Maniknya cukup teduh seperti warna lumut yang baru tumbuh di atas bebatuan. Garis wajahnya terlihat tegas, tetapi entah mengapa, Silver mampu merasakan sebuah nestapa dari wajah yang sayu itu. Mengapa dan siapa, Silver tidak akan memiliki kesempatan untuk mendapatkan jawaban sebab sosok yang barusan membuatnya membeku sudah hirap saat dua rekannya berlari melewatinya.

"Silver!!"

Ia menerima sebuah tepukan di pundaknya.

"Ayo main voli! Timku kekurangan orang!"

Kalim pun tersenyum girang mendengar jawaban yang dilontarkan dari Silver,

"Ayo."

[NIGHT RAVEN COLLEGESPORTS FIELD|SKY.]

Kau benar-benar tidak mempercayai hal ini. Ingin kau menganggapnya sebagai sebuah mimpi, tetapi lektur dari Sebek yang memberi tahu bangunan-bangunan dalam akademi yang belum sempat Sebek kenalkan padamu memaksamu untuk sadar dan ini bukanlah bagian dari kepingan ilusi.

Serayu hangat menyapu kulit pipi, kau berpegang erat pada sapu yang menjadi tungganganmu kali ini. Lengan kekarnya melingkari pinggangmu yang begitu mungil, dengan telunjuknya yang lain masih mengarah tepat ke bangunan dengan kubah kaca yang cukup tebal melapisi bagian luarnya.

"Itu botanical garden. Kita akan praktek alkemi minggu depan di sana."

"Oh, iya. Tentang mengamati tanaman yang dipakai untuk ramuan sihir?"

"Begitulah."

Kau mengangguk paham.

"Kalau yang di sana, apa?"

Tunjukmu ke arah yang bersebrangan. Sebek turut memusatkan perhatiannya ke arah yang kau tunjukkan. Sapu sihir kembali digerakkan, melesat melawan angin yang membuatmu harus berpengan lebih erat diikuti pergelangan Sebek yang tak kalah kuat untuk mencegah sesuatu yang kurang mengenakkan terjadi,

"Ini?" Sebek bertanya tepat di atas tempat yang kau tunjuk dengan pilar-pilar kokoh yang membentuk lingkaran mengikuti bangunan di sekelilingnya,

"Iya."

"Ini coliseum."

"Untuk apa di akademi membangun coliseum?"

"Entahlah, aku juga tidak tahu." Sebek mengendikkan bahu. "Kau nanti mau lihat isi di dalamnya selepas kelas usai?"

"Boleh sa—"

Deg!!

Jawabanmu belum sampai ke telinga Sebek.

Tanpa peringatan apapun, dadamu terasa begitu sakit seperti es yang perlahan membekukan seluruh persendian. Akara monokrom kini terlihat begitu jelas dalam visusmu yang masih berceceran seperti potongan-potongan bilah yang hancur. Dengan rakus, kau menghirup oksigen seperti ikan yang berada di daratan. Suhu tubuh menurun dengan cepat, tanpa kau sadari, kini Sebek sudah membaringkanmu di atas lantai batu yang berada di dalam bangunan yang kau tanyakan padanya sebelumnya.

"Kau baik-baik saja!?"

Herannya, kau menggeleng. Dan memang benar kalau kau tak baik-baik saja.

Dari berbaring, kini kau berbalik arah. Lutut menumpu pada permukaan lantai batu dan dengan kepayahan, kau masih terus mengejar sesuatu yang agaknya hilang.

Asupan oksigen.

Napas tersenggal, jemari meremat dada.

Batuk sesak tak berhenti saat suara Sebek yang terdengar panik seakan menguap begitu saja.

Kepala terasa begitu berat mengumpulkan candramawa yang tak tentu membentuk objek seperti apa.

"A-ada apa ini? Garis paling luar sudah ditembus?"

Tanyamu dalam hati.

"A-a-anak-anakku terpukul mundur? Ti-tidak! Beberapa dari mereka kritis—d-dan satu sosok kini koma? La-lalu siapa musuh baru kami?"

Dalam satu tarikan napas dengan suara yang semakin menipis, dipastikan Sebek akan dihadapkan sesuatu yang merepotkan yang belum pernah terbayangkan olehnya.

**

Wujud lain menampakkan diri,

membawa serta merta mala dalam seringai.

Di bawah teduh langit malam, asa senantiasa dikayuh dengan penuh harapan saat pilu kini mendekap tanpa belas kasih.

Gemintang menjadi saksi, rembulan bersembunyi di balik gulungan mega tipis, tak ingin menyaksikan lebih banyak.

Cambuk memecah pijakan. Melahirkan retak warna jingga dalam kobaran geni.

Dersik angin menambah rasa kering tenggorokan.

Kelopak merah jambu berguguran,

menyajikan keping perak yang tak lagi sempurna di atas genang merah berambu anyir.

Karat besi, warna merah, lakuna memberi beban punggung.

Sosok legam itu kembali datang,

memberi lecut menambah teruk sebuah luka mengaga.

Kelereng hijau mendelik, tangan melakukan gerakan tak terbantah.

Sesuatu yang menyerupai ditampakkan untuk menyesatkan.

Saniwa delusif mengemuka,

mendengar tangis dalam balutan sadrah para pejuang sejarah.

***

date of update: November 24, 2022,
by: aoiLilac.

revision: March 17, 2023.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top