15.

A Touken Ranbu ft Twisted Wonderland fanfiction,

-Lueur-

Credit; DMM, Nitro+. And Disney- Twisted Wonderland, Aniplex, Yana Toboso.

Chapter Fifteen: Esedensies.

[GREAT HALL OF TOUKEN DANSHI'S|HONMARU HAKUTO.]

"Mikazuki?"

Cukup sulit untuk Horikawa menerima penuturan yang keluar dari belah ranum Saniwa Hakutou berikut Saniwa Seinan yang memilih tak berkomentar apapun selain mendengar celotehan Hakutou. Jujur, Seinan pribadi pun agak ragu semisal sang bulan sabit bisa dikalahkan dengan mudah oleh pihak musuh. Mikazuki Munechika bukanlah sosok yang akan mundur jika bukan karena satu dua hal yang memaksakan dirinya melakukan tidakan tersebut, dan, Mikazuki Munechika juga salah satu tachi yang cukup sulit untuk ditaklukan oleh pasukan pengulang sejarah; terutama Mikazuki memiliki peran penting di benteng Timur selama roh tuannya hirap. Masih ada puluhan alfabet yang terancang di dalam kepala Seinan manakala mendapat kabar seperti itu.

"Lagipula Mikazuki yang memegang seluruh tanggung jawab di benteng Timur setelah tuan kalian "sakit", benar?"

"Sakit?" Yasusada mengernyit dahi. "Bukankah Higashi-samaakh!!—"

Cubitan diterima Yasusada dari tangan Kikkou Sadamune. Nyaris Yasusada keceplosan mengenai kondisi tak terduga yang dialami tuan perempuannya, berserta sebagian rekan-rekannya di benteng Timur. Jeritan tertahan Yasusada mengundang si kembar Awataguchi untuk memandang penuh penilaian dan selidik dalam satu waktu. Dua pasang netra berbeda warna diiringi wajah polos mereka lagi-lagi harus membuat pedang dewasa unit Tsubakki milikmu menahan perasaan kalut dalam kepala mereka yang berusaha disembunyikan seperti semak belukar yang tak tampak oleh hima musim dingin.

Kikkou berdehem keras.

"Goshujin-sama—di garis luar itu, sebenarnya ada apa? Mikazuki-san saat ini dinyatakan koma sampai waktu yang tidak bisa ditentukan, lantas siapa yang memegang benteng tuanku? Kami tidak akan bisa bergerak jika dua pemimpin tumbang begitu saja." Tegasnya suara Kikkou jika sedang serius menambah suhu ruang menjadi agak turun. Bulu roma dibuat berdiri di belakang tengkuk, iris keabuan miliknya mendelik. Senyum sudah lama hilang dari bibirnya semenjak rohmu berada dalam dimensi lain. Suara-suara aneh selalu membisik ke telinga, meniupkan sebuah kabar penuh misteri akan kenapa, siapa, dan bagaimana. Hakuto menyadari hal tersebut; Kikkou mulai memasuki tahap stres penuh tekanan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.

"Mungkin sebaiknya, unit Tsubakki dipegang oleh Himetsuru jika penerjunan diperlukan." Hakuto berkata dengan jelas yang mengundang tanda tanya bagi anggota elitmu. Abai dengan pertanyaan yang diajukan oleh kesatria merah jambu,

"Maaf, Hakuto-sama." Tachi bersurai perak langsung menyela. "Jujur, Saya masih belum pantas memegang tim ini. Kikkou terlihat sangat baik-baik saja, dan tidak ada alasan untuk Anda mengubah komandan tim ini."

"Aku tahu itu." Balasan Hakutou terdengar satu tingkat lebih berat. "Namun aku mengkhawatirkan kalian apabila komandan tim dilanda sebuah pikiran yang cukup kacau."

"Aku tidak—" Kikkou mencoba membela diri.

"Kamu iya." Hakutou berkata tegas yang membuat bahu-bahu dari kesatriamu sedikit menegang karenanya. Seinan memegang pundak Hakutou lembut, menyadarkannya bahwa hal tersebut bukanlah sesuatu yang pantas diterima oleh anak-anak. Terlihat hela napas singkat yang keluar dari Saniwa perempuan itu mengiringi pendar manik yang ada dalam bola mata beningnya. "Maafkan aku. Hanya itu yang ingin kusampaikan terkait Mikazuki. Namun aku minta tolong pada kalian untuk jangan membiarkan pikiran negatif mengitari kepala, akan fatal akibatnya apabila tim inti ini tidak memiliki pikiran yang jernih jika diterjunkan nantinya. Bubar, Tsubakki."

Kepala tujuh kesatriamu menunduk sebelum meninggalkan Balairung Agung Kesatria di benteng Timur Laut. Dengan bantuan Buzen Gou milik Hakuto, unit Tsubakki dipandu ke tempat singgah mereka sementara waktu—setidaknya, sampai keadaan tegang ini reda. 

Warna merah akhir-akhir ini semakin sering berdenyut di layar biru. Menandakan gerilya pasukan hina yang masih tak terhentikan; dan energi Touken Danshi sepenuhnya bergantung pada indurasmi bulan yang mulai terkikis sedikit demi sedikit.

Kepala Seinan terlihat bergerak ke kiri ke kanan sebagai indikasi menyayangkan segala sesuatu yang sudah terjadi—bahkan nyaris mendekati final dari seluruh pergerakan gabungan para Touken Danshi.

"Kita-sama menunjuk Ichimonji Norimune milik Higashi untuk menggantikan posisi Mikazuki Munchika sementara waktu. Ada sisi positif dan negatif dari kakek tua itu apabila ia memegang kendali pergerakan Touken Danshi di benteng Timur. Namun, memang setiap benteng memiliki bayangannya sendiri. Dan Higashi menjadikan Ichimonji yang itu sebagai bayangannya."

"Iya." Balasan Hakutou terdengar lebih rendah kali ini. "Mikazuki merupakan sosok lembut walau agak menyebalkan, ia memiliki maksud tersendiri dari setiap pergerakannya. Sangat lain dengan Norimune. Kakek tua itu cukup keras, setiap kalimat yang diujarkan oleh bibirnya nyaris tidak memiliki makna yang jelas dan kita harus berpikir berulang kali untuk menemukan jawabannya."

"Aku rasa Norimune tidak akan melakukan hal yang sama dengan Mikazuki; terkait menyembunyikan fakta bahwa roh Higashi hirap dari anak-anak tantou. Maa, memang harus transparan, sih."

Hakuto tertawa kecil.

Langkah saling beriringan meninggalkan balairung. Berpisah dengan Seinan yang kembali ke bentengnya, dan Hakutou yang tampak bercermin tanpa sehelai benang membalut tubuhnya.

Markah '北東' yang berada di tulang selangka masih tampak jelas sebagai simbol bahwa dirinyalah seorang Saniwa dari benteng Timur Laut di Takamagahara. Iris topaz dan prusian miliknya memandang kosong dari refleksi cermin yang memantulkan bayangnya. Citta di dalam kepalanya agak tidak kontras dengan kata hatinya untuk kali ini. Di tengah gempuran perang serta asa yang selalu dikayuh setiap malam di bawah rembulan, Hakutou sedikit menampilkan senyum kecutnya.

"Anak-anak Higashi agak sulit untuk dibelokkan, ya?" Bisiknya.

Rangkaian film beberapa waktu lalu dengan petak perak dialognya dengan Seinan kembali terngiang; perbedaan antara Mikazuki Munechika dan Ichimonji Norimune yang terlalu signifikan. Namun ada satu yang menjadi perhatiannya; kalimat yang dilontarkan oleh dirinya sendiri mengenai pergerakan Mikazuki yang selalu memiliki alasan tersendiri.

"Mungkinkah....?" Kedua iris berbeda warna itu memandang tajam relfek sosoknya di cermin. Seakan-akan menemukan sebuah hipotesis yang masih belum terbukti, tetapi layak untuk dicari tahu. "Sanchoumou."

Sosok yang dipanggil kini telah berada di luar ruang pribadi Hakuto.

"Sanchoumou hadir memenuhi panggilanmu, Hakuto-sama."

"Masuklah, dengarkan penuturanku dan sampaikan surat ini."

[GREAT HALL OF TOUKEN DANSHI'S|HONMARU HIGASHI.]

"Anak-anak sudah kembali, yang berjaga di luar adalah pedang-pedang dewasa. Lakukanlah, Tousan. Kecepatan anak-anak sangat diperlukan untuk memperkuat garis pertahanan." Daihannya berbisik langsung ke telinga Shokudaikiri yang tampak tengah menyiapkan diri untuk sebuah pengumuman darurat—jika itu kata yang tepat—untuk saat ini sebelum si jangkung melenggang mendapati Koryuu yang melambaikan tangan untuknya dari luar balairung.

Ia sendiri tidak pernah merasakan telapak tangan dan telapak kakinya berada di suhu paling rendah. Bibir bawah digigit indikasi mengurangi perasaan tegang. Dalam barisannya, masing-masing kepala dari setiap tipe pedang telah hadir di sisi kiri kanan Shokudaikiri; kepala Tantou: Yagen Toushiro berdiri dan melipat tangan menunggu kabar yang "katanya" darurat ini; kepala Wakizashi: Nikkari Aoe tampak tenang dan melempar atensi ke pintu masuk balairung; kepala Uchigatana: Yamanbagiri Kunihiro bersama Ichimonji Norimune tampak membaca dokumen salinan yang diberikan oleh utusan Saniwa Seinan terkait unit elit dan pengesahan pergerakan dari Tujuh Dewa Keberuntungan; kepala Ootachi: Ishikirimaru terlihat memberi isyarat bahwa waktu terus berjalan maju. Iya, Shokudaikiri paham.

Kepala Naginata: Tomoegata Naginata, dan kepala Yari: Tonbokiri siap mendengarkan berita itu "lagi" masuk ke telinganya. Dan sosok netral dari Tsurugi: Hakusan Yoshimitsu yang memang tidak pernah bercakap banyak itu hanya berdiri di belakang barisan anak-anak tantou yang melakukan dogeza di masing-masing banjar. Iris biru dari sang tsurugi yang biru itu nyaris tidak bisa dibaca oleh Shokudaikiri Mitsutada; selalu tenang bagai lautan, dalam, tetapi menyimpan ribuan asrar.

Sang tachi berdehem seketika membuat atensi para tantou tertuju untuknya,

"Butuh waktu lama untuk kami mengumpulkan keberanian." Shokudaikiri sudah memulainya, "Dan kami tahu betul dalam masing-masing jiwa kalian—kalian merindukan sapaan Aruji selepas mempertahankan garis benteng. Dan kalian; para tantou adalah mutiara yang tuan kita miliki."

Terlihat Shokudaikiri menarik napas dan membuangnya lagi.

"Seperti yang kalian tahu, bahwa Aruji tidak bangun selama dua minggu terakhir dan kami menyembunyikan hal ini lalu mengatakan ke kalian kalau Aruji sedang sakit. Mohon maaf, ini semua dusta."

Yagen Toushiro gagal menutup mulutnya. Ada alfabet "O" di sana, "Dusta..., apa maksudnya?"

Hening menyelimuti ruang, Shokudaikiri membersihkan tenggorokan.

"Mungkin ini terdengar menyakitkan, tetapi Aruji yang selama ini kalian yakini itu "sakit" sebenarnya sehat—sangat sehat bisa dikatakan seperti itu. Namun ada sebuah fakta lain yang kami sembunyikan. Roh tuan kita sedang tidak ada di dalam raganya. Rohnya terjebak dalam dimensi lain—yang cukup jauh dari Kayangan."

Dalam titik ini Shokudaikiri siap apabila dihujani berbagai pertanyaan dari tantou. Dan benar saja, dalam waktu yang bersamaan, bibir-bibir kecil mereka saling bersahutan menanyakan hal-hal yang menimbulkan gema dalam kepala Shokudaikiri.

"B-bagaimana mungkin?"

"Anee-sama... terjebak? Anee-sama?"

"Lelucon apa ini?"

"Tunggu—jadi selama ini—yang terbaring di sana hanyalah fisik, itu tandanya, Jenderal tidak mendengarkan cerita yang kami bagikan selepas berjuang di luar sana?"

"Haik haik, tolong diam."

Suara santai namun menyeramkan milik Ichimonji Norimune seketika membuat balairung kembali hening dan memantulkan kembali suara kakek-kakeknya yang menggema ke seluruh penjuru yang mengirimkan perasaan menggigil menembus tulang dibalik kulit.

"Maaf. Sekali lagi, tolong maafkan kami." Kepala blond-nya tertunduk, diikuti kepala dari pedang dewasa lainnya. Lantai marmer coklat menjadi pemandangan selama dua puluh detik, sebelum melihat mata-mata besar berkilau mereka tampak berbayang. Air hangat yang berada di pelupuk itu bisa jatuh kapan saja—terutama dari Awataguchi.

Sudah terlampau banyak kesusahan yang punggung-punggung kecil itu hadapi walau sejatinya mereka seorang pejuang sejarah yang diharuskan memiliki sikap kesatria, tetapi saat ini, situasinya sangat berbeda. Anca yang mereka hadapi saat ini terlalu berat; mengenai invansi, terlebih digempur dengan berita yang tidak mengenakkan ini—dan pedang-pedang dewasa sengaja menutup-nutupi hal ini dari mereka.

"Aku tahu kalau kata maaf saja sama sekali tidak membantu kalian untuk menghadapi kenyataan ini." Sekali lagi Norimune berkata demikian. "Ada amarah yang terpantul jelas dalam mata kalian. Ada kesedihan, hampa, dan tentu rasa takut kini menggerayangi pikiran. Terbalut rapih dengan pertanyaan; bagaimana kami akan bertahan tanpa tuan kami? Jujur, pedang dewasa pun merasakan ketakutan yang sama. Namun tolong lihatlah kemampuan kalian yang sudah bertahan sampai ke titik ini. Jangan tunjukkan kelemahan kalian walau kekuatan kalian—kita semua saat ini sedang terombang ambing dalam kegelapan."

"Namun mengapa kalian menyembunyikan ini semua?" Hyuuga Masamune berdiri dari posisi kiza-nya. "Apa kalian hanya menganggap kami semua—tantou—ini anak-anak kecil yang tidak akan mampu bertahan? Dan memilih untuk menyembunyikan fakta ini sampai tiada pilihan yang kalian miliki sampai sekarang?"

"Benar!" Taikogane Sadamune kini turut berdiri. Meremat dada di mana jantungnya bekerja. "Memang kami ini kecil, tetapi langkah yang kita berikan untuk benteng ini tidaklah berbeda. Tantou bahkan memiliki langkah yang lebih besar daripada pedang besar, apa aku salah? Apa kami takut mendengar berita barusan? Tentu saja. Aruji adalah semangat kami, tetapi hal tersebut tidak bisa membuat kami semua untuk diam di tempat dan pasrah dengan keadaan."

"Hati kami juga akan menerima realita ini." Fudou Yukimitsu berdiri. "Aruji selalu mengajarkan keikhlasan, dan hal tersebut yang menjadi kekuatan untuk kami para tantou. Tidak perlulah dusta ini sembunyikan oleh kalian. Kita sama-sama pejuang sejarah; kita sama-sama permata yang dimiliki oleh Aruji; kita semua adalah anak-anaknya yang berharga, tidak ada alasan untuk kalian menyembunyikan hal ini dari kami."

Lalu tantou lain berdiri turut menyampaikan gagasan mereka.

"Memang sejauh ini para tantou selalu diutamakan oleh Anee-sama, kami tidak menyangkal hal tersebut. Namun disaat seperti ini, adakah alasan kita untuk saling menyembunyikan sesuatu? Tidak, 'kan?" Midare menyampaikan gagasannya,

"Aku setuju!" si kecil Imanotsurugi menjawab. "Kurasa tidak ada hal yang bisa kita lakukan selain terus bertahan. Aku yakin, Saniwa yang lain dan pedang dewasa mengusahakan kembalinya roh Aruji-sama, benar? Kita masih sanggup berdiri, kita masih bisa untuk menghunuskan pedang, kita masih mampu untuk melawan."

"Sou sou!!" seru Aizen semangat. "Sedih memang kami rasakan, tetapi apa rasa sedih bisa membuat roh Aruji kembali begitu saja? Mikazuki dinyatakan koma dan kau menggantikannya, saudaraku dalam satuan elit kini berkumpul di benteng lain, keadaan kian genting setiap harinya, semua itu menuntut kita untuk kuat dan kembali bangkit selepas luka yang kita dapatkan, tidak ada yang bisa kita lakukan selain melawan balik! Mari sama-sama berjuang sampai titik darah penghabisan!!"

Tebak, siapa yang menangis sekarang?

"Siapa sangka, tantou-tantou yang sudah kiwame ini jauh lebih dewasa ketimbang pedang-pedang besar seperti kita?" Shokudaikiri bersenandika.

Yagen masih bergeming. Kepala tantou yang ditunjuk dari Awataguchi itu hanya mendengarkan dan menyimak seruan yang datang dari pedang setipe. Suka duka, maupun suka cita sudah dilalui selama lebih dari berabad-abad lamanya. Keakraban para tantou dengan medan perang tak lagi diragukan, tetapi kekuatan mereka datang dari tangan halus sang tuan yang selalu mengapresiasi dengan usapan kepala dan pipi.

Lalu saat ini, tuan mereka sedang tidak bisa untuk melakukannya. Dan Yagen sempat ragu kalau anak-anak di sana tidak akan bersemangat lagi mendengar pernyataan yang dengan pahitnya disampaikan oleh Shokudaikiri. Namun nyatanya tidak seperti yang Yagen duga; perkiraan Yagen tidak sampai dimana para tantou berani menyampaikan gagasan mereka—yang mungkin mereka pendam selama ini.

Sebuah pernyataan untuk melawan balik. Sebuah pernyataan bahwa tantou memiliki langkah yang lebih besar dari pedang dewasa lainnya. Sebuah pernyataan untuk memantik semangat dalam perang, dan determinasi untuk membalikkan keadaan walau mereka sendiri tengah berada di tepi jurang yang siap menjatuhkan mereka kapan saja,

"Yagen!!"

"Yagen-niisan!!"

"Yagen Toushiro, langkah apa yang akan kita perbuat?"

"Yagen-taichou!!"

Sayup suara mereka terdengar satu tingkat lebih membara ketimbang hari-hari sebelumnya, itu memang sudah biasa. Namun ada perbedaan yang kentara saat ini; agah mereka terlihat lebih membara dan berapi-api. Ada kobaran semangat dalam dada para anak tantou. Hirapnya dirimu bukanlah kelemahan, melainkan sebuah cambukan baru yang membuat mereka semakin yakin untuk mencapai kemenangan.

Mengusap ujung mata, Yagen menjawab mantap,

"Pertahankan semangat ini—sampai Jenderal kembali ke pelukan kita."

Ichimonji Norimune tak dapat berkata apapun. Sudah selayaknya anak-anak ini bersikap kesatria. Keadaan memaksa mereka menjadi dewasa saat hidup mereka sendiri mungkin terancam, dengan bisikan berharap angin membawa pesannya, Norimune mengatakan,

"Apa kamu merasakannya, Aruji? Anak-anak ini sudah dewasa."

date of update: November 18, 2022,
by: aoiLilac.

revision: March 17, 2023.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top