05.

A Touken Ranbu ft Twisted Wonderland fanfiction,

-Lueur-

By; aoiLilac.

Credit; DMM, Nitro+. And Disney-Twisted Wonderland, Aniplex, Yana Toboso.

Chapter Five: Skintila.

[HONMARU NISHI – DAY 9 GREAT INVASION.]

Garis pertahanan paling luar Higashi sempat tertembus, tetapi para punggawa dan Saniwa mereka berhasil membalikkan keadaan dan berhasil memukul mundur pasukan musuh yang menyerupai wujud sosok-sosok Tenka Goken.

Minami menahan serangan beruntun selama dua hari tiga malam. Tiga ratus pasukan dengan berbagai duplikat Touken Danshi telah berhasil dikalahkan.

Kerusakan ringan terjadi di benteng Seihoku saat mempertahankan garis paling luar. Empat Tantounya sedikit retak dengan satu Tachi nyaris terbelah di garis depan.

Serangan mereda.

Kita yang memberi kekuatan pun turut mengumpulkan energi kembali untuk membantu ketujuh Saniwa yang turut mengerahkan semua apa yang mereka miliki untuk mengakhiri ini. Dari monitor, semuanya tampak kelelahan. Tidak hanya para Touken Danshi yang tidak segan menjadikan diri mereka sebagai tameng hidup untuk rekan, benteng, dan terutama tuan mereka. Bahkan para Saniwa pun tidak mengenal tidur selama delapan hari hanya demi menemani punggawanya, terlebih kekuatan tsukumogami mereka terus-terusan dipakai setelah melihat tanda keretakan atau kerusakan dari bilah kesatria untuk melakukan perbaikan luar dalam.

Nishi berjengit dari tempat duduknya, pemuda yang memiliki surai sewarna dengan perak itu melirik pojok kanan atas monitor dari tempatnya berpikir. Tertangkap, iris rubynya memandang satu Saniwa yang diketahui cukup dekat dengannya.

"Seinan-sama,"

"Ya, aku tahu..."

Tidak ada yang disembunyikan, penyelidikan bersifat transparan. Omong kosong selama dua hari saat dilakukan oleh biro penyelidik tidak membuahkan hasil yang diinginkan.

"Mungkin memang tidak ada yang perlu diselidiki," Hakutou membalas sembari membaca raut gelisah semua rekannya. "Saudaraku, bersemangatlah. Para Touken Danshi hanya akan menang apabila kita tersenyum pada mereka."

Setuju, mereka mengatakan hal tersebut dengan kompak.

Monitor biru tanpa adanya peringatan akhir-akhir ini menjadi santapan. Ketimbang benar-benar makan, para Saniwa hapal betul bagaimana hambarnya rasa dari ketidak-pastian yang mereka nantikan. Hati dari para penjaga sejarah itu mengatakan akan ada satu roh yang akan berenkarnasi, tetapi tidak ada tanda-tanda bahwa hal itu terjadi—bahkan sampai detik ini. Bukan maksud mereka untuk menunggu, tetapi lebih ke-arah mempersiapkan diri akan sebuah kehancuran dari jauh-jauh hari. Bukan karena pasrah, tetapi untuk membebaskan jiwa para kesatria yang dipaksa bertarung dengan hati yang cukup hancur.

"Anak-anak,"

Kita kembali membuka suara setelah membiarkan keheningan mengambil alih, membuat mata berbagai warna itu terus tertuju padanya,

"Bulan mulai keruh."

Apa lagi ini? Bencana apa lagi sekarang?

Tak hanya kau, tetapi yang lain juga turut memerhatikan bulan dari jauh. Berharap salah lihat, tetapi Kita memberikan penuturan sederhana yang begitu pahit untuk diterima dengan lapang dada. Jika bulan mulai keruh, mereka yang terbentuk dari indurasminya pun akan kehilangan daya hidup. Namun terlalu dini untuk dikatakan kalau Saniwa itu kalah. Mereka masih bertahan walau di bawah ambang kehancuran yang tidak akan bisa mereka elakan.

"Jika aku mati," Ucapmu asal. "Tolong jangan abaikan anak-anakku hingga aku terlahir kembali, ya?"

"Ringan sekali kamu bicara seperti itu, Higashi!" Kau menerima omelan kecil dari Nishi. "Aku tidak akan membiarkan saudaraku menderita hanya karena ini!"

"Lagipula Kita-sama membesarkan kita dengan kasih sayang." Hakutou mencoba menenangkan. "Kita adalah kita. Tidak akan ada yang berenkarnasi untuk mengalah."

"Namun bulan mulai keruh." Sekali lagi suaramu hanya sebatas bisikan. "Aku tidak bisa menahan untuk tidak mengatakan hal ini. Firasatku untuk anak-anakku tidak berubah."

Dari kursinya, Kita mendapat gelagat aneh darimu. Memang selama ini yang ia pantau, hanya dirimu yang semakin hari semakin hilang semangat dan tenggelam dalam lautan nestapa. Kita paham betul bagaimana sakitnya saat mengetahui laporan kemurkaan dari para Touken Danshi selepas mengetahui bahwa tuan mereka sebelumnya turut ditiru oleh para pasukan pengulang sejarah. Kau tidaklah lemah. Predikat Saniwa terkuat masih kau genggam selama berabad-abad. Hal yang membuatmu sedikit sedih adalah; punggawamu masih memikirkan masa lalu. Singkat kata, mereka masih terjebak di dalam perasaan rindu.

Ketika tersadar, Kita dan yang lain sudah melihatmu terjatuh dalam lengan Norimune Ichimonji.

[HONMARU HIGASHI – DAY 10 GREAT INVASION.]

Lenguhmu pelan diikuti objek berbayang yang kau dapatkan membuatmu tak yakin kalau sosok yang kau panggil itu tengah tersenyum ke arahmu. Surai hijaunya menyentuh permukaan tatami, dengan pasti, kau merasa dua jarinya meraba leher jenjangmu untuk mencari serta merasakan denyut nadi. "Minami-sama...?"

"Lelah pikiran, ya?" kalimat yang kurang lebih kau dengar seperti itu. Kini figurnya tampak jelas dengan iris zambrud yang memandangmu prihatin. "Kamu tahu, Mikazuki selalu mengusap kepalamu saat kamu belum siuman."

Ah, kau merepotkan orang tua itu lagi.

"Bagaimana dengan perangnya?"

"Tidak perlu bangun dulu," Perintahnya mantap menahan kedua bahumu untuk bangun dan tetap berbaring di atas futon dalam sebuah ruang besar yang biasa para kesatria klaim sebagai ruang pribadimu. "Masih berlanjut, tetapi serangannya tidak membabi buta seperti tiga hari pertama. Sejak hari keempat, kita semua tahu kalau serangan itu mereda."

"Apa kamu merasa hari semakin melambat?"

Minami memberi anggukan sebagai tanda mengiyakan. "Hingga saat ini, Kita-sama masih menyelidiki mengapa hari terasa jauh lebih lambat. Dan Nishi-sama memberi informasi bahwa ada campur tangan dari pasukan hina itu atas kejadian ini. Satu-satunya jalan agar ini semua berakhir adalah menghabiskan musuh."

"Mereka memanipulasi waktu supaya kita semua kelelahan, anak-anak adalah makhluk hidup sejati," Ucapmu berhenti sejenak untuk mendramatisir keadaan menjadi lebih dingin. "Namun pihak musuh...."

"Aku mengerti gundahmu..." Jemari lentiknya menelusuri kulit porselen dari pipimu. Dingin, seperti kelopak bunga yang enggan mekar di musim semi. "Yang bisa kita lakukan saat ini adalah yakin." Ia mulai meremat pelan tangan lemah yang terkulai. "Keyakinan adalah obat terbaik untuk kita telan saat ini. Jika untuk keselamatan anak-anak, apabila pihak musuh meminta jantungku, maka akan kuberikan."

Kau bangkit dari posisi terbaring, menyambut tubuhnya yang sedikit lebih besar darimu. Menenggelamkan wajahnya dalam tulang selangka hingga kulitmu dijatuhi satu likuid hangat yang kau yakini turun dari matanya yang bening.

"Mungkin aku seorang laki-laki, tetapi mentalku benar-benar hancur saat melihat anak-anak lugu itu dipermainkan."

[SANIWA HIGASHI'S ROOM|DAY 12 GREAT INVASION.]

Arkian.

Menyalin yukata tipis dengan miko putih serta hakama abu-abu, kau meraih dua cincin giok yang segera melingkari telunjuk lengan kananmu. Dari kesadaran yang membuatmu berpikir kalau kau juga tidak bisa diam saja dan hanya menerima laporan dari Souza Samonji untuk laporan dari masing-masing unit serta pergantian kelompok tanpa berbuat apapun, setidaknya kau ingin memonitori anak-anakmu dalam garis depan.

Satu gerakan gemulai mengawali langkahmu untuk keluar dari ruang besarmu. Melewati cermin yang senantiasa merefleksikan bayang saat kau melewatinya, tetapi langkahmu terhenti saat menyadari sesuatu yang tidak masuk akal.

Cermin setinggi tubuhmu itu gelap. Hitam dan terlihat cukup cekung. Lebih gelap dari langit malam, lebih dalam dari celah jurang. Kau tercekat saat ada golakan putih samar dari dalamnya.

"Untukku...,"

Netra terbelalak tak cukup untuk menggabarkan keterkejutanmu dari suara yang datang dibalik cermin.

"Untukmu..., untuk mereka."

Menoleh ke kiri ke kanan, kau memastikan tidak ada presensi dari kesatriamu.

"Untuk anak-anakku?"

"Kita kehabisan waktu."

"Aku yang kehabisan waktu!"

"Apapun yang terjadi... jangan lepaskan tanganku."

Mendelik, samar kau menangkap jemari lain dibalik cermin. Kau memang merasa adanya haki di dalam sana, tetapi tidak terlalu kuat—ah tidak lemah juga. Apa kekuatan misterius yang ada di dalam sana?

Mengikuti insting, jemarimu mendapati permukaan cermin tanpa refleksi. Sampai kau tersadar bahwa tubuhmu kembali membentur tatami dengan segala kenaifan yang ada.

"Selamat datang dalam dunia para penjahat."

Demi tujuh roh suci dalam segala penjuru mata angin, kau ingin keluar dari benda kecil yang menyesakkan napas ini.

date of update; September 13, 2022,
by; aoiLilac.

revision; March 15, 2023.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top