Prolog
Suara gaduh murid-murid bersorak ceria memekakkan telinga. Satu persatu mereka berlarian keluar kelas. Gelak tawa bahagia terdengar seakan penuh kemenangan. Seorang anak lelaki berlari cepat sambil melompat-lompat, lalu jeritan tertahan penuh kekesalan terdengar begitu nyaring disusul seruan sedikit membentak.
" Aduuh Dante...sakit. Bisa sabar ga siih.."
Seorang anak perempuan dengan rambut berwarna kecokelatan meringis sambil memegangi lengan kanannya. Wajahnya terlihat kesal dengan mata melotot begitu cantik. Anak lelaki yang dipanggil Dante itu tertawa keras. Tangannya terangkat dan dua jarinya membentuk hurup V.
" Sorry, Aneen cantik. Aku kelaparan jadi harus buru buru pulang. Bye." Suaranya terdengar santai tanpa merasa bersalah. Dengan ringan dia melangkah pergi, meninggalkan anak perempuan yang dipanggilnya Aneen cantik dengan wajah cemberut. Anak perempuan itu berdiri menatapinya.
" Kenapa, Daneen?" Seorang wanita dengan wajah lembut menghampiri.
" Dante, Bu Guru. Ga sabaran. Seenaknya nubruk aku. Sakit, Bu."
Sedikit merengek anak perempuan itu menjawab tanya wanita berwajah lembut yang ternyata Gurunya itu.
" Kebiasaan Dante itu. Selalu saja seperti itu. Tapi yang Ibu bingung, kenapa hanya kamu yang selalu diusilinya. Nanti besok Bu Anita marahi ya, ayo sekarang kita pulang."
Bu Anita menggandeng pundak Daneen sambil mengusap lembut lengannya. Daneen menurut dengan wajah yang masih cemberut. Tampak sekali kekesalan masih membayang di wajah cantik anak itu.
" Makanya Neen, jangan dekat-dekat Dante. Kamu jadi diusili terus. Besok kamu pindah saja duduknya di dekat meja Ibu, sebelah Andi."
Bu Anita menatap Daneen yang juga menatapnya dengan sorot mata yang seolah meragu. Bu Anita terus saja menatapi Daneen, seolah mencari jawab di mata bermanik hazel itu. Daneen mengerjapkan matanya lalu kepalanya menggeleng perlahan. Kini Bu Anita sedikit heran menatapnya.
" Tidak Bu. Aneen duduk di depan Dante saja. Deket Andi ga enak bu. Andi suka mencontek. Febri saja yang duduk di dekatnya, kesal." Ucap Daneen polos. Bu Anita tersenyum.
" Jadi kamu lebih suka duduk dekat Dante, walaupun sering diusili."
Bu Anita menatapi Daneen yang mengangguk yakin. Gadis kecil itu menyungging senyum manis.
" Dante nakal tapi pintar, Bu. Dia sering kali bantu Aku mengerjakan tugas." Ucapnya dengan senyum yang semakin mengembang di bibirnya. Bu Anita ikut tersenyum. Dengan lembut tangannya mengusap pundak Daneen.
" Ya sudah, terserah kamu saja. Sudah siang, kamu pulang ya. Bunda pasti sudah menunggu di rumah. Jangan lupa tugasnya ya."
Daneen mengangguki ucapan Bu Anita. Dengan senyum gadis kecil itu mencium punggung tangan Bu Anita.
" Aku pulang ya, Bu. Sampai besok, Bu."
Sambil melambaikan tangan Daneen meninggalkan Bu Anita yang berdiri menatapnya sambil balas melambai. Dengan langkah ringan Bu Anita memasuki ruang guru.
" Daneen, Daneen. Kamu itu kesel sama Dante, tapi tidak mau menjauh."
Bu Anita bergumam dengan senyum menghiasi bibirnya.
" Dasar anak-anak." Lirihnya.
" Ada apa Bu?"
Sebuah suara membuat Bu Anita menolehkan tatapnya. Senyum kembali terkembang menghiasi bibirnya.
" Itu Bu Rina, biasa Dante dan Daneen. Anak- anak itu lucu sekali. Sebentar ribut, sebentar asik tertawa berdua. Daneen itu sering kali kesal sama Dante tapi tetap saja nempel duduk di sebelahnya." Ucap Bu Anita diiringi gelak tawa. Bu Rina ikut tertawa.
" Mereka itu berteman sejak kecil, Bu. Biar pun sering usil, Dante itu selalu membantu dan melindungi Daneen." Bu Rina menanggapi ucapan Bu Anita. Mereka tergelak bersama.
" Dasar anak- anak." Seru mereka berbarengan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top