43. NEVER FEEL LIKE SAME PERSON ANYMORE
Kualihkan perhatianku pada buku-buku yang seharusnya kubaca, sedangkan pikiranku menjelajah mengenai kotak Pandora. Apa yang istimewa dariku? Mengapa aku?
Sejak kembali dari kematian, semua hal terasa berbeda. Aku tidak mengerti apa dan mengapa, tapi jelas terasa berbeda. Seperti saat kau merasa gatal di dalam tubuhmu yang tidak bisa dicari dibagian mana kau merasakan gatal itu. Kau terus menggaruknya di suatu tempat, tapi rasa gatal itu tidak kunjung hilang.
Jo dan Max sedang memilah senjata di meja makan. Kulihat mereka berbicara sesekali, membicarakan hal yang tidak ingin kudengar. Sebastian dan Sera duduk berdampingan, mencari informasi lewat internet mengenai kejadian-kejadian aneh untuk menemukan 7 dosa kematian. Di pojok ruangan, Xander mengamati mereka berdua, matanya tidak berpaling. Dan Dad telah pergi untuk mencari informasi dari hunter yang lainnya.
Sedangkan Lucifer, tidak kulihat di mana-mana. Kuputuskan untuk beristirahat sejenak. Ya, aku membutuhkannya. Kematian tidak membuatku tertidur, hal itu membuatku merasa lebih lelah. "Jo, bisakah kau gantikan aku membaca buku-buku ini. Aku butuh istirahat sebentar."
"Ya," sahut Jo dari dapur.
Kuletakkan buku di atas meja dan meninggalkan yang lainnya menuju kamar. Sebastian melirik sekilas saat aku beranjak dari tempatku sesaat. Kubiarkan dia untuk tidak mengkhawatirkanku.
Saat kuayunkan pintu kamarku, kulihat Lucifer yang sedang berdiri di depan jendela. Matanya mengarah keluar dengan waspada. Kuhampiri dirinya dan meraih tangannya. Dia menoleh sambil tersenyum lemah. Wajahnya terlihat lelah.
"Ada apa?" tanyaku.
Lucifer tidak menjawabnya, sedangkan matanya mengarah pada jalanan kosong di luar. Kupandangi wajahnya untuk memastikan.
"Aku baik-baik saja," lirihnya. Tapi tidak dengan yang aku lihat.
"Kau bisa ceritakan apapun padaku." Kugenggam tangannya lebih kuat untuk menunjukkan rasa kepercayaan.
"Aku hanya merasa lelah."
Kutarik dia menuju kasur untuk membiarkannya berbaring. "Kalau begitu kau butuh istirahat," kataku.
Lucifer menarik tangannya dariku. "Kau tidak mengerti, aku tidak pernah merasa lelah. Ada yang berbeda dariku."
"Aku juga merasa begitu, percayalah. Tapi itu bukan hal yang buruk. Setiap orang bisa merasakan perbedaan dalam diri mereka dan itu bukan masalah besar."
Cahaya berapi-api yang aku lihat dari matanya kini terpancar lebih jelas. Seolah kobaran itu telah dipicu untuk menjadi semakin besar, untuk siap meledak.
Sebastian muncul dari balik pintu. Dia mengetuknya pelan. "Kita harus pergi, Ayahmu menemukan petunjuk untuk 2 dari 7 dosa yang ada."
Kuhembuskan napas pelan. "Ya," kataku seraya pergi meninggalkan Lucifer dan Sebastian yang masih berdiri di depan pintu mengamati Lucifer.
Dari tangga, aku mendengar Sebastian berbicara sesaat sebelum dia menyusulku. "Kau mungkin menyelamatkan Venus, tapi aku masih tidak percaya padamu. Jika kau menyakiti Venus, sekecil apapun itu, tanganku sendiri yang akan memastiskan siksaan untukmu."
Lucifer tidak membalasnya. Dia tidak berargumen apapun. Sejujurnya, aku berbohong padanya bahwa perubahan itu wajar. Aku sama takutnya dengan Lucifer. Aku takut diriku berubah, aku takut menyakiti orang terdekatku. Tapi kupastikan bahwa aku dan dia bisa menghadapi ini bersama.
Xander membantu kami menuju tempat yang dikatakan Ayahku. Jo dan Sera tetap berada dirumah untuk mencari petunjuk dari dosa-dosa yang lain. Sedangkan aku, Sebastian, dan Max berangkat untuk memburu mereka. Xander pergi setelahnya untuk berjaga-jaga dengan Jo dan Sera.
Di depan kami, sebuah bar malam meraung-raungkan suara musik. Antrian panjang orang dengan seorang penjaga berdiri di pintu masuk dan memeriksa identitas setiap orang yang masuk.
"Kau yakin ini tempatnya?" tanyaku pada Sebastian.
"Ya, ayahmu yang memberikan alamatnya padaku." Sebastian mengangguk. Di pundaknya tas yang berisi kotak pandora menggantung.
Tentu rencana kami adalah memasukkan kembali 7 dosa itu ke dalam kotak pandora, walaupun tidak tahu apakah hal ini akan berhasil.
"Ayolah, masuk saja. Lagipula, kita bisa sambil minum di dalam." Max mengeluarkan kartu identitasnya.
"Kita disini bukan untuk bersenang-senang, Max." Sebastian memperingatkan.
Setelah melewati penjaga di depan, aku memutuskan untuk perpencar. Karena akan lebih mudah mencari sesuatu yang belum tahu wujudnya seperti apa.
"Kalian pergi mencari ayahku, aku akan berkeliling," kataku.
Sebastian menarik lenganku sesaat sebelum aku pergi. Ekspresi wajahnya terlihat mengkhawatirkanku. "Jangan pergi jauh-jauh. Kita belum tahu apa yang akan kita hadapi."
Aku tidak ingin berdebat dengannya saat ini, jadi aku hanya mengangguk. Suara musik yang keras membuat jantungku ikut berdegup mengikuti iramanya. Seorang DJ berdiri di tengah-tengah dan memainkan alat musiknya dengan lihai.
Tiba-tiba seseorang mendorongku, tapi bukan karena sengaja, melaikan dia sedang berkelahi dengan pria lainnya.
"What the hell, Dude!" makinya.
Pria yang satunya terlihat setengah mabuk. Tangannya mulai meninju ke arah pria itu yang tepat berada di depanku. Saat pria itu menghindar. Pukulan si pria mabuk hampir mengenaiku yang berhasil menangkisnya.
Pria mabuk itu tersenyum saat aku menangkis pukulannya dan menarikku seketika ke pelukannya. "Oh, aku sangat ingin menciummu," bisiknya ditelingaku. Aroma alkohol begitu menyengat dari napasnya.
Kudorong pria itu menjauh. Membuatnya terjatuh dan memakiku. Dengan cepat, kuberlari menerobos kerumunan. Aku sedang tidak ingin berkelahi, aku sedang melakukan misi lain. Di sudut lain aku melihat sebuah pintu yang dijaga pria bertubuh besar. Orang-orang yang masuk sepertinya memiliki kartu tersendiri.
Satu-satunya jalan untuk masuk ke dalam tempat itu adalah mengelabuinya. Kupasang wajah meyakinkanku dan berlari ke arah penjaga itu. "Tolong, dua orang mabuk di sana berkelahi." Kutunjuk arah kerumunan orang-orang.
Wajahnya mengarah ke arah tempatku menunjuk dan pergi sambil berkomunikasi dengan penjaga yang lain. Aku dengar dia berbicara melalui walkie-talkienya.
Saat dia pergi, ini kesempatanku untuk masuk. Di dalam, suara musik tidak terdengar keras karena setiap dinding dilapisi karpet untuk kedap suara. Aku mengikuti lorong di depanku dan mendapati ruangan yang penuh dengan orang-orang yang sedang berjudi.
Yang menjadi perhatianku, bukan uang yang mereka pertaruhkan, melainkan jantung, mata, darah, dan berbagai macam lainnya yang terlihat seperti bagain tubuh, serta beberapa gadis yang terikat untuk dipertaruhkan. Ini adalah tempat judi para makhluk supernatural.
Untungnya mereka terlalu sibuk dengan urusan mereka sehingga tidak menyadari kehadiranku yang seorang manusia. Kuarahkan langkahku ke lorong berikutnya dan menemukan berbagai ruangan. Jika 2 dosa berada di tempat ini, kemungkinan adalah kemarahan dan hawa nafsu. Sekarang aku hanya perlu mencari mereka berada di mana.
Mengingat mereka bisa menjadi salah satu dari para makhluk supernatural ini. Tentu aku tidak tahu apakah dia juga bisa menyerupai bentuk manusia, tapi aku yakin mereka ada di tempat ini.
Aku masih berkeliling tempat ini saat seseorang menabrakku, tato bergambar elang menghiasi lehernya. Seketika rasa amarahku begitu membara, aku ingin memukul siapa pun dan meluapkan amarahku. Kutarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri. Rasa amarah itu masih meluap di diriku, membuatku ingin menghajar semua makhluk supernatural di tempat ini.
Kuambil pistolku dan menuju ruangan tempat para makhluk supernatural sedang mempertaruhkan bagian-bagian tubuh itu dan para gadis manusia. Kutekan pelatukku dan mengenai manusia serigala yang langsung terkapar. Peluru perak melubangi kepalanya.
Seketika semua makhluk itu mengarah padaku dan menyerangku. Terutama manusia serigala yang sepertinya aku baru saja membunuh alpha mereka. Tentu aku tidak bisa melawan mereka semua, jadi kuputuskan berlari mengarah ke lorong.
Suara erangan mengikutiku di belakang. Mereka memburuku dan tentunya tidak akan menyerah sampai berhasil membunuhku. Aku tidak mengerti kenapa aku saat ingin mencari keributan tadi. Kemudian aku mengingat seorang pria yang tadi menabrakku. Dia pasti kemarahan.
Kusergap ponselku dan menelepon Sebastian. "Pria bertato elang di lehernya, dia amarah. Kau harus menangkapnya." Suaraku terengah-engah.
"Venus, kau di mana? Kenapa aku mendengar suara erangan dibelakangmu?" tanya Sebastian khawatir.
"Aku baik-baik saja. Cari saja si kemarahan aku akan meneleponmu lagi nanti." Kumatikan dengan cepat sebeluk Sebastian menanyaiku lagi.
Langkah kakiku semakin cepat, aku harus keluar dari tempat ini sebelum mereka benar-benar mencabikku. Aku menuju pintu belakang, namun suara manusia serigala dan pasukannya masih memburuku di belakang.
Saat aku berhasil keluar tempat itu, tentunya aku belum aman. Terutama saat mengingat manusia serigala bisa mencium aromaku. Aku masih terus berlari saat mereka semakin dekat, bahkan mereka berlari melewati atas. Dan sekarang aku tersudut di sebuah gang sempit. Tempat yang cocok untuk mati terbunuh.
"Aku tidak berniat membunuh alpha mu, tapi aku tidak menyesalinya," kataku.
Mereka mengeram dan salah satu dari mereka berbicara. "Kau akan menyesal saat aku mencabik-cabikmu."
Kutembakkan peluruku dan mengenai beberapa dari mereka. Sayangnya, tidak cukup untuk satu pasukan yang lebih dari 20. Saat mereka menyerbuku bersamaan, seseorang muncul dan memisahkan kepala dengan badan manusia serigala yang tadi berbicara denganku dengan tangannya.
Seketika, mereka terdiam dan pergi ketakutan. Dalam bayang-bayang gelap ini, aku mengenali Lucifer dengan cukup baik.
"Lucifer, it's fine. Aku baik-baik saja." Aku berusaha menenangkannya.
Selagi napasnya memburu, aku mendekatinya. Saat aku cukup bisa melihat wajahnya dibawah terang bulan, kupeluk dirinya dengan erat.
_________
Siapa yg kangen Lucifer? Aku juga kangen. Agak kesulitan menyelesaikan cerita ini karena dapet writers block, cuman sekarang udah lumayan ada gambaran lagi untuk melanjutkannya. Semoga bisa rajin update ya setelah ini. Makasih yg masih setia menunggu Lucifer. Btw, untuk Seraphim udah masuk ke editor. Nanti klo Seraphim selesai cetak, berharap aja Lucifer bisa ikut hehehe
Love,
B. K
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top