34. PANDORA BOX

VENUS'S POV

Entah mengapa aku begitu takut saat Lucifer pergi meninggalkanku. Batinku seperti berkata sesuatu hal yang buruk akan terjadi. Tapi pikiranku terus membuang jauh-jauh perasaan itu.

Saat aku berada di luar pondok, aku menguping percakapan Lucifer dengan Pazuzu. Terutama yang mengatakan mengenai demon Aerico yang sekarang berada di Kansas City, tempat Max dan Sebastian sekarang berada.

Aku segera menyambar ponsel untuk menelepon Max. Dia tidak mengangkatnya dengan cepat, membuatku khawatir pada keadaan mereka. Terlebih saat aku menelepon Max beberapa jam yang lalu, suaranya benar-benar putus asa.

"Max!" sorakku saat akhirnya dia mengangkatnya.

"Venus, aku tidak bisa berbicara denganmu saat ini," ujarnya lemah.

"Semua ini bukan—" kalimatku terputus.

"Sebastian sedang sekarat saat ini, Venus! Setengah kota terserang penyakit aneh termasuk Sebastian. Dan aku tidak ingin membicarakan mengenai hal ini denganmu." Suaranya penuh amarah dan putus asa.

Aku diam sebentar. Menarik napas dalam-dalam untuk bicara sambil menenangkannya. "Demon yang melakukan ini, bukan four horsemen. Mereka membuatnya seolah-olah ini kesalahan Lucifer. Dan Aerico, disease demon yang melakukan kekacauan di Kansas City."

Tidak ada jawaban dari Max, seolah dia tidak percaya padaku. "Akan aku bunuh demon itu!" Makinya tiba-tiba, penuh emosi.

"Minta bantuan Sera dan Xander untuk mencarinya. Aku harus mengurus hal lain di sini." Aku memutuskan sambungannya.

Sebuah suara kepakan sayap mengejutkanku. Aku kira awalnya itu adalah Lucifer, tapi sayangnya bukan—membuatku sedikit kecewa. Aku malah mendapati seorang pria berperawakan Asia dengan wajah yang begitu khawatir.

"Di mana Lucifer?" tanyanya.

"Lucifer sedang pergi—" Lagi-lagi kalimatku diputus oleh seseorang.

"Di mana tepatnya? Aku butuh tempat ... Arghh," erangnya, sambil mendekatiku.

Aku tahu apa yang akan dilakukannya. Dia akan masuk ke dalam ingatanku dan mencari keberadaan Lucifer. "Menjauh dariku! Jika kau menginginkan Lucifer kembali ke neraka, itu tidak akan pernah terjadi! He stays with me! Dan tidak ada yang bisa mencegahnya!"

Pria malaikat itu terdiam. "Aku ke sini bukan untuk mengirimkannya ke neraka. Kotak Pandora terlah terbuka, seluruh penjuru heaven telah diperingatkan."

Aku tidak mengerti sama sekali. Aku tahu cerita-cerita kuno mengenai Pandora box, tapi aku tidak tahu kebenaranya. Cincinku juga bernama Pandora ring. Lucifer dari dunia Eira yang mengatakannya. Tapi aku masih tidak mengerti apa yang terjadi dan apa hubungannya dengan Pandora box.

"Memangnya apa hubungannya dengan Lucifer? Bukan dia yang melakukan semua ini." Aku mulai membela Lucifer lagi.

Pria malaikat itu menatapku tajam. Sekarang dia mulai mendekat, tapi ekspresi wajahnya lama kelamaan berubah seolah terkejut melihat sesuatu. "Kau Venus Morningstar," gumamnya.

Aku tidak tahu bagaimana dia mengenalku. Well, he's angel. Mungkin malaikat mengenal semua orang.

Pria malaikat itu menunduk. Matanya menerka-nerka untuk mencari kalimat yang ingin dikatakannya."Pandora Box terbuka, Lucifer pergi ke Bumi." Dia kemudian menatapku seolah menemukan kalimatnya dengan melihatku. "Semuanya masuk akal sekarang. Ini semua terjadi karena kau!"

Aku tidak berekspresi sama sekali. Bahkan aku tidak mengerti apa yang dia katakan. Menyalahkan aku karena Lucifer turun ke Bumi? Bukankah semua orang punya pilihan masing-masing untuk hidupnya? Bahkan, termasuk lord of hell sekalipun.

"Kau pikir ini semua salahku?" kataku tidak percaya. "Screw you!"

"Kau tidak mengerti. Pandora box akan membuat Lucifer tidak berdaya dan mengurungnya seperti di dalam sebuah cage. Bahkan lebih parah lagi, dia benar-benar tidak akan memiliki kekuatan sama sekali."

Aku diam sesaat, jadi ingat mengenai Lucifer di dunia Eira yang terkurung di hutan antah berantah. Begitu juga perkataan detektif Elswood mengenai Hades. Apakah ini semua ulahnya? Apakah karena dia menginginkan gelar Lord of Hell milik Lucifer.

"Hades," gumamku akhirnya. "Semua ini ulah Hades. Dia menginginkan gelar Lord of Hell milik Lucifer."

Pria malaikat itu menatapku lekat-lekat. "Kalau begitu, semuanya sangat kacau!" katanya putus asa. "Hades pasti akan memaksanya dan menyiksa Lucifer untuk menyerahkannya. Darimana dia tahu kelemahan Lucifer ini, sial!"

"Kalau begitu, serahkan saja gelar Lord of Hell padanya," usulku. Jelas sebuah usul yang tidak begitu bagus. Tapi lebih baik daripada harus melihat Lucifer tersiksa seperti di dunia Eira.

Pria malaiakt itu terkekeh. Dia terlihat lebih tampan puluhan kali lipat dari Lucifer. Apakah para malikat setampan ini? Atau mereka memang memiliki aura tersendiri yang tidak bisa ditolak manusia?

"Menjadi seorang Lord of Hell bukan hanya sebuah gelar. Ayah kami mengirimkan Lucifer ke sana, karena dia tahu bahwa Lucifer bisa mengendalikan para demon."

Saat aku sedang mendengarkan ocehan pria malaikat yang tidak aku ketahui namanya itu, seorang malaikat lain muncul. Kali ini dalam wujud seorang gadis berkulit gelap dengan rambut hitam menggantung di atas bahu.

"Mana Lucifer?" tanyanya khawatir. Dia kemudian melirikku. "Sudah aku bilang, kau jangan menggoda manusia lagi, Raphael. Kita harus mencari Lucifer."

Raphael? Salah satu malaikat tertinggi di surga. Saudara dekat Lucifer, sama seperti Camael.
"Aku tidak sedang menggodanya, Jophiel. Aku sedang menanyakan keberadaan Lucifer padanya. Dia gadis yang membuat Lucifer tertarik padanya." Raphael menoleh ke arah saudaranya memprotes.

Malaikat bernama Jophiel itu mulai menatapku dari atas hingga ke bawah. Seolah menilaiku apakah aku pantas bagi saudaranya. "Well, Luci punya selera yang bagus," katanya sambil memperlihatkan gigi-gigi putih yang begitu rapih.

Kulit cokelat Jophiel terlihat begitu alami, tidak seperti para wanita berkulit putih yang harus berjemur untuk mendapatkan kulit gelap indah yang mengkilap. Lagi-lagi, apakah ini sebuah aura tersendiri para malaikat? Jophiel begitu menawan dan bisa membuat setiap gadis iri padanya.

"Jadi, di mana Lucifer?" tanya Jophiel yang menghentikan lamunan sesaatku.

"Dia berada di hutan untuk melawan Pazuzu," jawabku.

Jophiel dan Raphael saling bertatapan dan mereka menghilang seketika. Aku tidak tahu ke mana perginya mereka. Tapi perkataan Raphael membuatku khawatir akan keadaan Lucifer saat ini. Jika dia benar bahwa Pandora Box bisa membuat Lucifer tidak berdaya, berarti Lucifer dalam bahaya.

Aku jadi ingat, sejak tadi aku tidak melihat Queen dan Jazmyne di mana-mana. Kuperiksa setiap ruangan hingga bawah tanah dan tidak menemukan Queen di mana-mana. Aku mulai khawatir juga dengannya. Dengan cepat, kutelepon Queen dan pada dering kedua dia mengangkatnya.

"Halo, Queen. Kau di mana?" tanyaku khawatir.

"Venus Morningstar. Teman dan saudaramu kupinjam untuk beberapa jam. Tapi, jika kau menginginkan mereka kembali dengan selamat, kita bisa diskusikan itu." Suara itu begitu dalam dan menyeramkan. Aku belum pernah mendengar suara seperti itu seumur hidupku.

"If you touch them! I will fucking kill you!" makiku.

Dia justru tertawa. Tawa jahat seperti yang sering aku dengar dalam film-film. Namun kali ini aku mendengarnya sangat jelas di telingaku dan benar-benar membuatku ingin meninjunya.

"Kau tidak akan bisa membunuhku. Kenapa? Karena aku Hades dan sebentar lagi akan menjadi penguasa neraka."

"Oh, kau tidak pernah mendengar namanya internet? Aku akan mencari cara untuk membunuhmu." Aku berusaha mengendalikan suaraku, namun tetap dalam intonasi yang mengamcam.

"Internet? Semacam buku sihir? Huh, kau tidak akan bisa menemukan apapun untuk membunuhku. Terlebih lagi jika aku menjadi Lord of Hell," katanya dengam begitu percaya diri.
"Itu tidak akan pernah terjadi dan aku akan membunuhmu!"

"Oke dengarkan aku baik-baik. Kau tidak punya pilihan. Dan aku tidak ingin melukaimu, aku hanya menginginkan tahta Lucifer. Jadi, aku ingin kau membunuhnya saat dia tidak berdaya," tawarnya. Sebuah pilihan yang secara harfiah bukanlah pilihan, melaikan ancaman.

Tentu saja aku tidak akan melakukan itu, tapi Queen dan Jazmyne, aku tidak akan membiarkan apapun terjadi pada mereka. "Baiklah, aku setuju. Tapi kau harus membawa teman dan saudaraku ke hutan di mana Lucifer berada," tawarku balik.

"Tentu saja, aku akan sangat senang melihat pertunjukkan hebat itu dengan mataku sendiri."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top