32. FIGHT BETWEEN NEPHALEM AND THE DEVIL, AGAIN!

Luicfer menatapku lekat-lekat. Tangannya meraba wajahku. Aku hanya bisa terdiam tanpa mengatakan apa-apa.

"Aku sangat ingin membunuh saat ini," gumam Lucifer. "Dan aku sangat ingin membunuhmu," tambahnya.

Aku tahu itu yang Lucifer inginkan. Tapi, aku tidak akan membiarnya melakukan itu padaku. Aku tidak akan membuat Lucifer mengulangi kesalahan Lucifer di dunia Eira. "Aku tidak akan membiarkanmu membunuhku," kataku mantap.

"Aku tahu. Diriku juga tidak ingin melukaimu. Tapi, perasaan ini ...." Lucifer mundur perlahan-lahan, menjauhiku.

"Tapi, aku juga tidak akan menghidar darimu. Justru, aku ingin kau berada di dekatku." Sekarang, aku yang maju perlahan.

"Tolonglah, jangan buat aku menyesali perbuatanku," katanya.

Aku menggeleng. "Jika kau bersamaku, kau tidak akan menyesali apapun."

"Venus!" pekik Lucifer.

Aku tidak menghiraukannya. Terus berjalan mendekatinya sampai aku menggapai tangannya. "We face it together." Aku menggengam tangannya.

Lucifer tidak berekspresi apa-apa saat aku menariknya untuk berlari. "Sekarang, kita harus mencari Xander dan Seraphina."

"Si Nephalem itu ada di sini?" tanya Lucifer yang mulai teralihkan.

"Ya, dan dia akan membantu kita menemukan siapa pembuat ulahnya."

Kami berlari menuju sebuah gedung apartemen yang secara tiba-tiba seorang manusia serigala menghantamku. Lucifer dengan cepat menarik si manusia serigala dan mematahkan lehernya. Aku tahu itu tidak akan membunuh manusia serigala. Mungkin, memang Lucifer tidak mau membunuhnya. Itu sebuah kemajuan.

Aku bangkit. Tapi, aku rasa kakiku sedikit terkilir. Aku masih bisa berjalan. Hanya saja aku tidak bisa berjalan dengan cepat atau pun berlari.

"Kakimu terkilir," kata Lucifer saat melhat jalanku yang sedikit pincang.

"Ya, tenang saja aku masih bisa berjalan."

Tanpa basa-basi, Lucifer menggendongku seperti seorang bride. Aku tidak suka posisi ini. Aku terlihat seperti seorang wanita lemah yang menunggu pria untuk menolongnya.

"Lucifer, turunkan aku," pintaku.

"Kakimu terkilir," bantahnya. Dia bahkan lebih khawatir dari diriku.

"Gendong aku di belakang saja," pintaku lagi.

"Baiklah." Lucifer akhirnya menurunkanku dan menggendongku di punggungnya.

Sekarang, kami mencari Xander dan Seraphina. Aku tidak melihat mereka berada di tempat terakhir kali kami bertemu. Hanya ada sisa-sisa darah berceceran di aspal.

"Ke mana perginya mereka?" tanyaku.

Kemudian, Lucifer mendengar sesuatu. Datangnya dari dalam gedung di depan kami. Kami masuk melelaui pintu belakang dan menemukan Xander dan Seraphina yang sedang berciuman dengan mesra.

Aku mengalihkan pandangan. Tidak mau melihat apapun yang sedang mereka lakukan.

"Haruskah kita melakukan hal itu juga?" tanyanya.

Aku hampir memukul Lucifer karena hal itu. "Sebaiknya kita pergi saja," kataku.

Lucifer menoleh ke arahku dengan kerutan dikeningnya. "Kau bercanda. Melihat seorang Nephalem dan seorang manusia bermesraan, aku ingin lihat apa yang akan terjadi selanjutnya," katanya dengan nada penuh kesenangan.

Kali ini aku memukul kepalanya hingga dia mengaduh. "Kau pikir ini lelucon? Ayo, cepat pergi."

Lucifer memutar bola matanya. "Rasa ingin membunuhmu adalah salah satu efek dari apa pun yang terjadi saat ini. Dan, si Nephalem itu juga punya hasrat yang sama denganku. Tapi, berbeda jenis." Kali ini ada nada merendahkan dari nada bicaranya. Seolah-olah membunuh lebih mengasyikan daripada menciumku.

Lucifer akhirnya mendekati Xander dan Seraphina. "Hey, kalian! Bukankah seharusnya kita mencari tahu apa yang terjadi sekarang? Bukannya malah asyik bercumbu di tempat gelap."

Aku tidak bisa menatap mereka berdua. Kubenamkan kepalaku di pundak Lucifer sambil mendengarnya mengomeli kedua orang itu.

Xander beralih pada suara yang mengintrupsinya. "Aku tidak bisa menahanya," katanya. Kemudian, beralih lagi pada Seraphina.

"Menahan apa?" tanya Seraphina pada pria yang sejak tadi tidak henti-henti menciumnya.

Tanpa menjawab pertanyaannya, Xander kembali mencium Seraphina. Yang sekarang, gadis itu mulai melawannya. "Jawab aku, Xander," tuntutnya.

Lagi-lagi, Xander tidak menjawabnya dan mencium Seraphina lagi.

"Dia terkena efek famine," sorak Lucifer. "Dia menciummu bukan karena ingin, karena dia kepalaran akan hasrat manusiawi itu."

Aku tidak begitu mengerti perkataan Luicfer yang cukup aneh itu.

Sekarang, Seraphina benar-benar mendorong Xander menjauh. "Aku kira kau tidak akan terkena efek ini," katanya.

"Aku tidak tahu," jawab Xander ragu. Namun, Xander mulai mendekati Seraphina lagi dan mengekang tubuhnya.

"Kau harus menahannya." Seraphina berusaha melepaskan lengan Xander yang melingkari tubuhnya.

"Kau butuh bantuanku?" tanya Lucifer dengan nada yang sangat ramah pada Seraphina.

"Ya," jawabnya cepat.

Lucifer segera bergerak dengan cepat ke arah mereka. Tanpa menghiraukan diriku yang berada dipunggungnya. Seolah, aku sangatlah ringan. Saat Lucifer menghentakkan tangannya untuk memisahkan Xander dengan Seraphina, aku justru ikut terpental bersama Xander karena dia menarik lenganku.

Aku mendarat di atas Xander yang tiba-tiba mengekang tubuhku. "Serahkan gadisku atau aku remukkan tulang gadismu," ancamnya.

"Xander! Jangan biarkan perasaan itu menguasaimu." Seraphina berusaha membujuknya.

"Aku, tidak bisa," katanya sambil merapatkan lengannya dan mulai menghimpitku.

Aku yakin, sebentar lagi aku akan menjadi kentang tumbuk. Aku merasakan beberapa tulangku berbunyi. Dengan cepat, Lucifer menggapaiku dan meninju Xander di perutnya berkali-kali. Xander yang tidak terima, membalas pukulan Lucifer dengan menjatuhkannya ke lantai dan menghujani pukulan ke wajah.

"Gunakan cincinmu, mungkin itu akan meredakan emosi Xander," teriakku pada Seraphina yang tidak tahu harus berbuat apa.

Aku sendiri tidak tahu harus berbuat apa. Pertarungan antara pria yang seolah ingin menunjukkan kekuatan yang mereka miliki ini membuatku harus mundur jika tidak ingin terkena pukulan oleh mereka.

Seraphina mulai mengenakan cincinya dan merapalkan doa agar apapun yang dia lakukan bisa berhasil. Alhasil, itu berguna juga. Xander mulai mengendurkan tangannya dan berhenti memukuli Lucifer. Tentu saja itu dimanfaatkan Lucifer untuk menghempaskannya hingga terpental ke dinding. Seraphina segera berlari menghampirinya.

Aku mnegerutkan kening ke arah Lucifer. "Apa itu perlu?"

"Dia melukai wajaku dan aku tidak suka ada yang menyentuh wajahku." Lucifer mengaduh.

Aku mendekatinya terseok-seok akibat himpitan Xander yang cukup keras. Kemudian, aku mulai menyentuh wajah Lucifer dan menghapus darah yang menodai wajahnya. Kali ini, bukan darah orang lain, melainkan darah Lucifer sendiri.

Lucifer hanya diam membisu saat aku menyentuh wajahnya. Dia kemudian menghentikan tanganku. Sekarang, dia memandangiku. Aku benar-benar tidak tahan untuk tidak berkedip.

"Kita harus pergi ke tempat yang lebih aman." Suara Seraphina di belakangku membuat pikiranku kembali pada dunia.

"Rumahku adalah tempat teraman untuk saat ini," kataku. Dan berbalik menghadap Seraphina yang menopang Xander di bahunya.

Lucifer melirik pria itu sesaat. "Dasar lemah," ejeknya.

Aku benar-benar tidak mengerti kenapa Lucifer sangat membenci Xander. Membuatku penasaran apa yang pernah terjadi pada mereka berdua.

Xander tentu tahu harus pergi ke mana. Mengingat, dia pernah muncul secara tiba-tiba ke rumahku. Sedangkan Lucifer, tidak perlu di tanyakan lagi. Walaupun belakangan ini dia sudah tidak pernah mengunjungiku lagi.

Dengan kekuatan teleportasi mereka, kami sampai di rumahku. Aku melirik Xander yang seolah tidak mau kalah dengan Lucifer. Seperti terjadi unjuk kekuatan antara mereka berdua.

Lucifer meletakkanku di sofa. Dan baru ingat mengenai Queen dan Jazmyne yang aku kurung di ruang bawah tanah. "Seraphina," panggilku.

Seraphina menoleh ke arahku. "Sera saja," katanya.

"Baiklah, Sera. Maukah kau periksa ruang bawah tanahku? Aku mengurung seseorang di sana dan seorang bayi."

Ekspresi Sera berubah seketika. Seolah aku baru saja melakukan kejahatan. "Kau mengurung seseorang dan seorang bayi?" tanyanya.

"Ya, temanku yang terkena famine, serta sepupuku yang masih bayi juga terkena famine."

Ekspresi Sera telah berubah lagi, kali ini lebih santai. Karena dia tahu aku melakukan hal yang benar.
Sera akhirnya pergi setelah aku memberi petunjuk letak ruang bawah tanahku. Sedangkan aku ditinggalkan dengan dua orang yang selalu bertengkar setiap bertemu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top