31. FAMINE AND WAR

Aku telah mengacaukan semuanya. Yang bisa aku lakukan sekarang adalah pergi keluar dan bertarung di luar sana. Senjata yang aku persiapkan di dalam tas kugantungkan menyilang di pundak sebelah kananku. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam di mana langit sudah benar-benar gelap dan bulan penuh menghiasi kesunyian malam.

Aku sudah berada di jalanan saat sekumpulan vampir muncul dengan wajah yang benar-benar menyeramkan. Aku yakin dia sedang merasa lapar saat ini.

"Manusia," gumam salah satu vampir yang berdiri paling depan.

"Ah, ya. Aku hanya ingin memberikan peringatan, guys! Ini semua hanya rasa lapar yang seperti biasanya, kalian bisa menahannya." Aku berusaha mencegah mereka memakan siapapun sebelum benar-benar terlambat.

"Kami tidak bisa menahannya. Rasa lapar ini tidak seperti biasanya," kata vampir itu lagi sambil menunjukkan taringnya.

Tiba-tiba sekumpulan manusia serigala muncul dari arah berlawanan. Mereka mengendus-endus sambil menatap kumpulan vampir itu. "Vampir," gumam salah satu manusia serigala. Yang aku yakini adalah alpha mereka.

Si pemimpin vampir tersenyum. "Kau mau apa manusia serigala?" tanyanya dengan kasar.

"Kami ingin membunuh kalian semua," jawabnya. "Sejak lama sekali kami ingin bertarung dengan kalian dan aku tidak bisa menahannya sekarang."

"Oh, tidak," gumamku frustasi. "Ini benar-benar akan menjadi perang."

Para vampir dan manusia serigala mulai bersiap pada posisi mereka. Sedangkan aku, tidak tahu harus melakukan apa. Namun, akhirnya aku melepaskan tembakan ke udara. "Hentikan, kalian semua! Kalian harus menahannya atau pertumpahan darah akan terjadi," kataku.

"Oh, kami senang sekali dengan darah." Si pria vampir itu menyeringai.

"Kami juga sangat ingin membunuhmu mayat hidup," ejeknya.

Si pria vampir mulai terprovokasi. Dan dia mulai memerintahkan vampir lainnya untuk menyerang. Dan si alpha juga mulai menyuruh para manusia serigala maju. Mereka mulai menyerang satu sama lain. Mencakar, menggigit, mencabik. Aku benar-benar tidak bisa menghindari perkelahian menyeramkan ini.

Aku mulai menembakkan peluru silverku ke para manusia serigala. Aku tidak ingin membunuh mereka semua. Jadi, aku hanya menembak kaki dan tangan mereka. Sedangkan untuk para vampir, aku tidak tahu harus melakukan apa untuk membuat mereka berhenti tanpa membunuhnya.

Tiba-tiba seorang manusia serigala menyerangku. Dia mulai mencabik kulitku dan berhasil mengenai tanganku. Bajuku terkoyak dan darah menyembul keluar. Aku menembakkan peluru silverku padanya di bahu hingga dia terkapar di tanah. Tapi, tidak berhenti di situ. Beberapa manusia serigala yang melihatnya mulai menyerangku.

"Sial," sumpahku.

Untungnya, para vampir menyerang mereka balik hingga aku bisa berlari menghindari mereka. Aku berhasil menghindar menuju belakang sebuah gedung, di mana aku menemukan seorang vampir sedang menggigit seorang manusia. Untuk kali ini, aku harus membunuhnya. Aku menembakkan peluru ke arah vampir itu sebelum aku mengeluarkan pasak dari pinggangku.

Sekarang, tanganku sudah menggengam pasak saat seseorang menyerangku dari belakang, manusia serigala. Dia salah satu yang tidak bisa mengendalikan dirinya saat bulan purnama. Aku baru saja akan menusuk manusia serigala itu saat pasakku direbut olehnya dan melemparkannya jauh.

Yang aku bisa sekarang hanyalah menahan jari-jarinya mengenai kulitku atau aku akan dicabiknya. Tapi, tentu saja tenagaku tidak cukup untuk menahan manusia serigala yang tidak bisa mengendalikan kekuatannya. Ditambah lagi rasa lapar dan perasaan ingin menyerang siapapun, manusia serigala ini lebih kuat sepuluh kali lipat dari biasanya.
Saat tanganku sudah tidak sanggup lagi menahannya, manusia serigala itu terlempar ke belakang secara tiba-tiba.

Aku melihat seorang pria di depanku. Awalnya, aku kira itu adalah Lucifer, karena selama ini dia yang selalu menyelamatkanku. Tapi, ternyata itu adalah Xander.

"Xander," kataku sedikit terkejut.

Suara vampir di belakangku yang kesakitan membuatku menoleh. Seorang perempuan menusukkan pasak ke jantung vampir itu.

Xander mengulurkan tangannya padaku untuk membantuku bangkit. Aku kemudian beralih pada gadis yang baru saja membunuh vampir itu. "Apa kau bersamanya?" tanyaku pada Xander.

"Ya, dia wanita yang aku ceritakan padamu," katanya.

Aku menoleh ke arah Xander sekilas, kemudian pada gadis itu lagi. Yang sekarang sedang berjalan ke arah kami. "Hai," sapanya.

"Kau Seraphina Chase?" tanyaku.

"Ya, kau pasti Venus Morningstar," balasnya.

Aku mengangguk.

Seraphina tidak seperti yang aku bayangkan. Aku kira, dia akan terlihat seperti gadis yang menyukai jalan-jalan ke mall setiap saat dengan pakaian nyentrik. Tapi ternyata dugaanku salah. Mungkin seharusnya aku tidak melakukan judge book from it's cover atau semacamnya.

"Kau sudah berbicara dengan Lucifer?" tanya Xander yang kelihatannya dia lebih ceria dari terakhir kali aku melihatnya.

Apakah karena dia bahagia dengan Seraphina? Aku jadi membayangkan, apa yang sudah mereka lakukan selama ini? Oke, aku harus membuang jauh pikiran itu dan mulai fokus kembali pada tanah kuberpijak.

"Masalah Lucifer, dia menghilang. Aku sudah berbicara dengannya. Dia sangat marah saat aku menuduhnya melakukan kekacauan ini," jelasku.

"Kau menuduhnya?" tanya Xander terkejut.

Aku menatap Xander sambil mengerutkan kening. "Tidak juga. Dia yang menganggapku menuduhnya. Aku katakan padanya, bahwa aku mempercayainya jika dia mengatakan tidak. Tapi dia malah marah dan pergi begitu saja."

Seraphina melirik Xander sekilas, kemudian menatap ke arahku. "Oke, kau punya cincin seperti ini kan?" Dia menunjukkan cincin yang menggantung di lehernya.

"Ya, dan bagaimana kau punya cincin yang sama?" tanyaku penasaran.

"Gunakan cincin itu untuk menemukan Lucifer," katanya.

"Aku menggunakan ini untuk menemukannya sebelum dia meninggalkanku. Dan aku rasa, dia tidak ingin menemuiku lagi." Aku mulai pesimis.

"Oh, ayolah. Dia sangat ingin menemuimu. Hanya saja, dia terlalu takut pada apa yang dia rasakan." Xander terdengar seperti seseorang yang sudah mengenal dekat Lucifer.

Aku memiringkan kepalaku. Menimbang-nimbang. "Bagaimana kalau dia tidak ingin melihatku?" tanyaku.

"Lakukan saja," pinta Seraphina.

Aku akhirnya mengenakan cincin itu seperti terakhir kali aku melihat Lucifer. Seketika, Lucifer berada di depan kami dengan tangan penuh darah. Aku terkejut bukan main. Seraphina juga mengeskpresikan keterkejutannya dengan mundur secara tiba-tiba. Tidak dengan Xander yang diam ditempatnya tanpa berekspresi apa-apa.

"Lucifer," ujarku.

Mata merah Lucifer menyala-nyala. Seperti saat aku melihatnya di apartemen dan hampir membunuhku.

Lucifer tidak mengatakan apa-apa dan tiba-tiba menghilang lagi.

Aku menoleh ke arah Xander. "Apa yang terjadi padanya?" tanyaku.

"Aku rasa dia juga terkena efek famine," kata Xander.

"Bagaimana bisa? Jika Lucifer yang mendatangkan famine, seharusnya dia tidak terkena efek itu juga."

"Berarti, ini memang bukan ulah Lucifer," Seraphina menambahkan.

Aku sedikit lega mendengar kenyataan itu. Walaupun aku belum bisa membuktikannya, setidaknya aku punya kepercayaan bahwa Lucifer bukanlah sumber kekacauan ini.

Suara gaduh mulai terdengar. Para monster mulai berkeliaran dan mencari mangsa. Ada manusia serigala yang menemukan kami dan berlari dengan sangat kencang untuk menyerang. Tapi, dengan satu tangannya, Xander menghalau manusia serigala itu dan membantingnya.

"Kau harus hentikan Lucifer untuk membunuh." Xander menoleh ke arahku.

"Bagaimana jika aku tidak bisa menghentikannya?" tanyaku.

"Dengar–" Kalimat Xander terputus oleh serangan para mosnter lain yang mulai menemukan kami. Xander langsung menyerang mereka balik, yang seolah-olah mudah saja baginya.
"Kau harus bisa menghentikan Lucifer untuk membunuh. Takdirmu adalah takdirnya. Dia tidak akan membunuhmu. Percayalah padaku." Seraphina mulai meyakinkanku.

Aku justru semakin tidak yakin. Tetutama saat mengingat Lucifer dari dunia Eira. Dia mengatakan bahwa telah membunuh orang yang membawa cincin ini. Dan bagaimana jika Lucifer di sini juga akan membunuhku?

"Venus!" Serpahina membuyarkan lamunanku.

"Aku akan mengentikannya. Bagaimana dengan famine ini?" tanyaku. "Bagaimana kita menghentikannya?"

"Aku akan mencari tahunya. Karena, siapapun yang menyebabkan ini, dia pasti berada di kota ini. Sekarang, pergilah!" Seraphina mulai ikut bertarung bersama Xander. Yang secara ajaib sebuah pedang muncul begitu saja dari tangannya.

Akhirnya, aku hanya bisa pergi menjauhi mereka. Sebisa mungkin jauh dari para monster kepalaparan itu. Napasku terengah-engah saat sudah berlari sejauh dua kilometer dan yakin tidak ada yang mengikutiku.

Sekarang, aku mulai mengenakan cincin itu lagi untuk memanggil Lucifer. Saat aku gunakan, Lucifer muncul dengan seorang pria di depannya. Tangan Lucifer menembus tubuh pria itu. Dan saat Lucifer melihatku, dia menjatuhkan pria itu ke tanah, dengan matanya yang masih merah menyala.

Pada saat ini, aku sangat takut. Tapi, aku memberanikan diriku untuk tetap kuat. Lucifer mulai mendekatiku, ekspresi wajahnya seakan masih haus untuk membunuh.

"Lucifer. Ini aku, Venus." Aku berusaha tenang.

"Venus, aku tahu itu kau," katanya.

"Tolonglah, berhenti membunuh manusia-manusia tidak bersalah itu. Kau bukanlah pemnunuh." Aku mulai melangkah mundur sedikit demi sedikit saat Lucifer mulai mendekatiku.

Lucifer tertawa. "Bukankah kau yang mengatakan bahwa aku penyebab kekacauan ini?" Nada bicaranya terdengar menyeramkan.

"Aku ... aku tidak mengatakan itu. Aku mengatakan bahwa aku percaya padamu." Tiba-tiba saja, aku merasakan tubuhku tidak mau bergerak dan berhenti di tempatku berada.

Lucifer sudah semakin dekat. Sekarang, dia benar-benar berada di depanku. Tangannya menangkup wajahku dan darah menodainya. Aku tidak sanggup melihat Lucifer saat ini. Aku takut, sekaligus merasa kasihan. Tapi, lagi-lagi aku menguatkan diriku.

"Lucifer," gumamku pelan.

Lucifer mengendus leherku. Kemudian, menatap wajahku dengan sangat dekat. Jantungku benar-benar tidak bisa aku kendalikan. Aku jadi ingat saat Camael mencoba mengubah takdirku dan saat aku mencium Lucifer dia mulai ingat semuanya. Saat di dunia Eira, aku juga mencium Lucifer dan itu benar-benar bekerja.

Apakah untuk kali ini aku juga harus menciumnya?

Aku menatap Lucifer lekat-lekat dan pada akhirnya, aku mencium Lucifer. Entah kenapa tiba-tiba tubuhku mulai bergerak lagi saat aku mulai mencium Lucifer.

Aroma darah yang kuat memabukkanku. Tapi, aku tetap mencium Lucifer dan merasakan darah yang bercampur di bibirku dan bibir Lucifer. Saat aku melepaskan ciuman itu, Lucifer hanya terdiam. Mata merahnya mulai memudar. Tapi, ekspresi haus akan membunuhnya tidak lepas dari wajahnya.

—————

Fast update, yay!

Yg kangen Xander dan Sera mana suaranya? Akhirnya Venus bertemu dengan Sera :))

Kutidak sabar chapter selanjutnya.

Thanks,
B.K

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top