3. I DIDN'T SEE THAT COMING

Alarm pagiku berbunyi begitu kencang sampai-sampai aku mau membantingnya. Tapi bukan itu yang sekarang aku khawatirkan. Aku mendengar suara sesuatu dari luar kamarku. Aku mengambil pistol yang aku simpan di dalam nakas samping tempat tidurku.

Aku berjalan keluar dan mulai memindai, sampai aku mendapati seseorang sedang menggunakan pemanggang roti di dapur. "Dad," ujarku.

Pria itu menoleh. "Oh, kau sudah bangun," kata Dad.

Aku meletakkan pistol di atas meja dekat televisi kemudian berjalan menuju dapur lagi. "Apa yang kau lakukan di sini?" tanyaku.

"Ini rumahku juga, aku tidak butuh alasan untuk berada di sini."

Aku menatapnya datar. "Ya, setelah setahun tidak ada kabar dan kau muncul tiba-tiba. Jika kau ingin menjual rumah ini, aku akan mengirimmu ke neraka sekarang juga." Aku bertolak pinggang.

Dad tertawa. Sebuah tawa canggung yang pernah aku dengar. "Aku tidak mau menjual rumah ini. Aku hanya ingin bertemu denganmu." Dad kemudian meletakkan sepiring roti panggang di atas meja. Dia mengisyaratkanku untuk duduk.

Aku menurutinya. Kemudian melirik roti panggang di atas piring. "Kau tidak meracuninya, kan?" tanyaku curiga.

"Kau bercanda? Mana mungkin aku mau meracuni anak gadisku sendiri," katanya.

Aku mulai mengambil roti lapis itu dan memakannya. "Tetap saja aku tidak percaya padamu."

"Oke, terserah kau mau percaya atau tidak. Aku mampir hanya ingin menemuimu."

Setelah menghabiskan sepotong roti panggang, aku bangkit dari tempat duduk. "Sayangnya aku punya pekerjaan hari ini. Jika kau merindukanku, seharusnya kau tidak meninggalkanku setahun belakangan ini." Aku meninggalkannya di dapur.

Sesaat sebelum itu, Dad mengeluarkan sesuatu dari kantungnya. "Aku ingin memberikan ini padamu," katanya.

Aku kembali menuju dapur dan melirik lagi ke arah Dad. Sebuah cincin dengan ukiran kecil aneh di salah satu sisinya. "Aku tidak menginginkan perhiasan." Aku memutar bola mataku.

"Ibumu ingin kau menyimpan ini. Aku hanya ingin memastikan bahwa pesannya disampaikan." Dad kemudian meletakkan cincin tersebut di atas meja makan.

Aku menghiraukannya, karena aku tidak tahu apakah yang dikatakannya benar. Mungkin seharusnya aku tidak bersikap seperti itu padanya. Tapi, aku belum bisa memaafkannya karena tidak datang saat pemakaman Mom. Aku tidak peduli jika Dad pergi berburu dan tidak pulang setahun, tapi setidaknya dia datang untuk terakhir kalinya melihat Mom.

Setelah melalukan mandi cepatku, aku mengambil tas dan segera pergi menuju kantor kepolisian. Tempat di mana aku bekerja paruh waktu. Awalnya, aku tidak pernah berpikir untuk bekerja paruh waktu di kepolisian. Tapi saat itu, aku berhasil membantu kepolisian mengejar seorang pembunuh berantai. Jujur saja, bagiku, pembunuh berantai bukan apa-apa jika dibandingkan dengan monster-monster dan makhluk supernatural yang pernah aku bunuh.

Setelah itu, kepolisian memperkerjakanku paruh waktu untuk membantu mereka mengejar para penjahat. Kata mereka, aku berbakat untuk menghajar mereka. Dan memang itu yang aku inginkan. Terutama aku juga bisa memburu para pembunuh yang tidak berhasil mereka tangkap karena sebenarnya mereka adalah makhluk supernatural. Jadi aku tetap bisa berburu, walaupun hanya di kota ini saja.

Aku melirik ke arah dapur sebelum keluar dari rumah. Dad sudah tidak ada di sana. Mungkin dia sudah pergi lagi. Tapi cincin tersebut masih berada di atas meja. Aku kemudian mengambilnya dan menyimpannya di dalam saku celanaku. Jujur, sebenarnya aku merindukan Dad. Tapi rasa rindu itu dikalahkan oleh rasa benciku padanya karena mengabaikan Mom.

Akhirnya aku berjalan menuju kantor kepolisian dengan menggunakan mobilku, mobil bobrok yang tidak cukup bagus. Tapi setidaknya, masih bisa digunakan. Pukul sepuluh pagi, aku melihat Aileen berlari masuk ke dalam kantor kepolisian. Dia salah satu pekerja paruh waktu sepertiku, tapi Aileen bekerja di bagian forensik.

"Pagi Detektif Elswood," sapaku pada salah satu detektif tampan di NYPD.

Detektif Elswood melirikku dari meja kerjanya. "Pagi, Morningstar," sapanya balik.

"Morningstar," panggil sebuah suara yang muncul dari ruangan di belakangku.

"Ya, sir."

"Aku punya tugas untukmu, cepat kemari," ujarnya.

"Yes, sir." Aku kemudian melirik Detektif Elswood. "Sampai ketemu lagi Detektif." Aku tersenyum padanya. Jujur, aku rasa itu sedikit aneh saat aku tersenyum padanya.
Detektif Elswood bukan hanya tampan, tapi sikapnya yang ramah benar-benar membuat setiap orang berada di dekatnya tetap ingin dekat-dekat. Tapi aku dengar, dia baru saja bertunangan dan akan melangsungkan pernikahan sebentar lagi. Aku akan benar-benar patah hati jika itu terjadi.

Aku kemudian masuk ke dalam ruangan yang di pintunya bertuliskan Letnan Ed Trevor. "Tugas apa yang anda punya untukku, pak?" tanyaku bersemangat.

Letnan Trevor memberikan sebuah map padaku. "Seperti biasanya, kasus aneh yang terjadi di kota ini," katanya.

Aku mengambil map itu dan membukanya. Ada banyak foto orang-orang, mulai dari yang masih hitam putih, hingga yang terbaru beberapa hari ini. "Semua orang ini menghilang?" tanyaku.

"Ya, anehnya, mayat mereka baru ditemukan berpuluh-puluh tahun kemudian. Mike Gregory, dinyatakan hilang tahun 1930, dan mayatnya ditemukan tahun 1950 dengan tubuh yang masih utuh. Seolah dia baru saja mati, tapi dari hasil penelitian, ususnya tidak pernah mencerna makanan selama 20 tahun."

Aku melirik Letnan Trevor. "Strange," ujarku.

"Yang terbaru, Jesselyn Katarova. Dinyatakan hilang tahun 2000 dan baru ditemukan dua hari yang lalu. Sama seperti yang sebelumnya, tubuhnya tidak mencerna makanan selama dia menghilang." Letnan Trevor menggeleng-geleng bingung.

Aku kemudian menutup map tersebut. "Aku akan berusaha sebisaku," ujarku.

"Ya. Aku benar-benar tidak habis pikir. Bagaimana manusia tidak mencerna makanan puluhan tahun dan masih hidup." Letnan Trevor bersandar di kursinya.

Letnan Trevor satu-satunya yang mengetahui bahwa aku memburu monster-monster. Karena itu dia mempercayakan semua kasus yang tidak pernah terpecahkan padaku. Terutama yang mengarah ke hal-hal aneh seperti yang satu ini. Sayangnya, Letnan Trevor tidak mau berurusan dengan hal-hal semacam itu. Karena itu juga dia memeberikan kasus ini padaku.

"Jika kau ingin tahu, seharusnya kau ikut denganku." Aku tersenyum pada Letnan Trevor.

Dia menggeleng. "Tidak terima kasih. Aku masih ingin hidup normal," katanya.

Aku hanya bisa menggeleng-geleng sambil keluar dari ruangan, saat tiba-tiba seseorang berteriak-teriak ke seluruh penjuru kantor kepolisian meneriaki namaku.

"Venus! Aku mencari Venus."

Aku memelototkan mata tidak percaya. Itu pria yang memesan pizza kemarin. Pria aneh dengan nama Lucifer. Matanya kemudian menemui diriku. Aku benar-benar tidak tahu apa yang dia inginkan. Bahkan bagaimana dia bisa tahu aku bekerja di sini?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top