27. PANDORA RINGS, EXPLAINED EVERYTHING
Aku tahu bahwa aku mencium Lucifer yang berbeda. Tapi, walau begitu, rasanya hampir sama. Apakah karena mereka sama-sama seorang Lucifer dengan wajah yang sangat mirip. Seolah, Lucifer adalah seseorang yang kembar. Lagi-lagi, aku tahu mereka berbeda. Lucifer di sini, tidak mengenalku.
Entah apa yang aku pikirkan, tapi hanya itu yang muncul di otakku. Aku melihat kobaran api di mata Lucifer yang seolah kekuatannya kembali.
Saat aku melepaskan ciuman itu, Lucifer langsung mengerahkan seluruh kekuatannya untuk mengirim demon itu kembali ke neraka. Setidaknya, itu yang aku pikirkan, walaupun aku tidak benar-benar tahu apa yang terjadi pada demon itu saat aku melihatnya terbakar dan menghilang.
Lucifer beralih padaku. Matanya seolah mengisyaratkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak akan bisa aku jawab. Dia kemudian menghampiriku, menggapai tanganku dan meraba cincin yang menghiasi jariku. "Dari mana kau dapatkan ini?" tanyanya.
"Ibuku yang memberikan ini," jawabku.
Lucifer masih merabanya, kemudian menatap mataku. "Cincin ini, adalah Cincin Pandora. Hanya ada dua di dunia ini. Satu cincin pandora saat ini telah diambil kembali oleh Ayahku. Dan cincin yang kedua, telah mati bersama pemiliknya."
Aku tidak mengerti perkataan Lucifer, tapi aku terus mendengarkannya.
"Aku yakin, Ayahku tidak akan memberikan cincin yang ada padanya kepada orang lain. Yang berarti, kau adalah manusia yang seharusnya mati karena cincin itu."
Aku sudah tidak tahan lagi. Aku tidak tahan untuk tidak mengeluarkan hujanan pertanyaan. "Mati? Karena cincin ini? Kenapa?" tanyaku penasaran.
Lucifer menghela napas panjang. Dia seolah tidak mau menceritakan mengenai hal itu. Seperti luka lama yang diungkit kembali, dan hanya menyisakan rasa sakit yang tidak berdarah.
"Aku yang membunuhnya. Aku yang membunuh gadis pembawa cincin itu."
Perkataan Lucifer begitu jelas sampai-sampai aku tidak terkejut sama sekali. "Kalau begitu, kau bisa membunuhku lagi sekarang." Perkataan itu yang justru keluar dari mulutku.
"Kau tidak mengerti, ya? Aku membunuh gadis itu bukan karena diriku. Tapi karena permintaannya sendiri. Dan sekarang, aku tidak akan mengulangi kesalahanku."
Aku tidak menduganya sama sekali. Lucifer mengatakannya dengan sangat menyesal. Aku mendengar nada penyesalannya saat dia berbicara. Sepeti sesuatu yang dia harap bisa diulangi. Namun, tidak akan melakukan hal yang sama.
"Lagipula, kau mengatakan bahwa kau bukan berasal dari tempat ini. Aku hanya berharap, Lucifer ditempatmu tidak melakukan kesalahan sepertiku."
Setelah percakapan yang cukup intens itu, kami menyusul Aileen. Sayangnya, Detektif Elswood sudah memeganginya lagi. Bodohnya aku, lupa mengenai si brengsek itu.
Detektif Elswood menyeringai. "Aku akan tetap membunuhnya," katanya.
Pisau sudah berada di tenggorokan Aileen. Namun dia masih bersikap tenang walaupun nyawanya tengah terancam. Aileen mempercayaiku, aku bisa melihat ekspresinya. Dan tentu saja aku tidak akan mengecewakan Aileen.
"Biar aku saja," sela Lucifer.
Tapi aku memintanya untuk mundur dan membiarkanku yang menyelesaikan masalah ini. "Aku tahu yang kau rasakan saat ini nyata. Tapi tidak ada gunanya jika—" Perkataanku terputus saat Lucifer dengan mudahnya menjauhkan Aileen dari Detektif Elswood dan berhadapan langsung dengannya.
"Kau ingin rasa sakit yang seperti apa?" tanyanya dengan nada yang seolah menyenangkan. "Tunggu, aku tahu. Rasa sakit perlahan-lahan adalah yang paling menyakitkan," tambahnya saat Detektif Elswood belum sempat menjawabnya.
"Lucifer! Jangan lakukan itu!" teriakku. "Aku akan membawanya ketempatku, dia akan mendapatkan apa yang pantas untuknya."
Lucifer melirikku, tapi seolah dia tidak mendengarkanku, Lucifer menarik kerah Detektif Elswood. "Siapa yang mengirimmu?" tanyanya.
Detektif Elswood melayang beberapa senti dari tanah. "Ha-Hades yang mengirimku," jawabnya terbata-bata.
Aku tidak begitu mengerti apa yang dia katakan. Hades? Dewa Mitologi Yunani? Apa yang dia inginkan sebenarnya?
"Dia memberikanku jam ini. Dia bilang ini adalah jam milik Kronos." Detektif Elswood menunjukkan jam yang menghiasi pergelangan tangannya.
Lucifer kemudian menurunkan pria itu, lalu menarik jam di tangan Detektif Elswood dengan kasar. "Ini akan menjadi milikku!" katanya sambil memukul kepala Detektif Elswood hingga dia tidak sadarkan diri.
Aku menatap Lucifer. "Apakah itu perlu?" gerutuku.
"Dia pantas mendapatkan itu." Lucifer melirik Detektif Elswood dengan jijik.
"Dan kau juga pantas mendapatkan ini, Luci." Di belakang Lucifer, Eira sedang mengarahkan pedang ke arahnya.
"Eira," sorakku.
Lucifer berbalik. "Ha, jadi ini balasanmu setelah aku menyelamatkanmu dari efek tempat ini?" sergahnya.
"Kau memukul kepalaku, dasar bodoh!" desis Eira.
"Kau juga menghunuskan pedangmu ke jantungku." Lucifer tidak mau kalah.
Jika aku membiarkan ini, tidak akan ada selesainya. Dan mereka akan mulai menyerang satu sama lain sampai ada yang kalah atau lebih parahnya, mati. "Hentikan! Kalian berdua! Eira, Lucifer membantuku membunuh demon yang mengacau di tempat ini." Aku beralih dari Eira ke Lucifer yang menyeringai karena aku membelanya. "Dan kau, seharusnya tidak memperlakukan wanita seperti itu."
Ekspresi wajah Lucifer berubah seketika. Eira kemudian melirikku, merasa bersalah. "Oke, aku percaya pada Venus. Tapi, jika kau macam-macam, aku tidak segan mencari cara untuk membunuhmu," ancam Eira pada Lucifer.
Lucifer memutar bola matanya, bosan. Seolah kata membunuh adalah ancaman yang selalu dia dapatkan jika bertemu dengan orang-orang.
Sekarang, aku, Aileen, dan Detektif Elswood yang masih tidak sadarkan diri kembali menggunakan jam kronos. Aku berpamitan pada Eira sebelum pergi dan memberikan bulu perak Nero padanya. Karena aku rasa, dia lebih membutuhkannya di banding diriku. Lagipula, aku tidak akan bisa menggunakan itu di tempatku.
"Simpan ini dan jangan sampai hilang," pesanku.
Eira awalnya tidak percaya bahwa aku memberikan bulu perak itu padanya. "Terima kasih," kata Eira.
"Dan jangan lupa, Nero hewan yang menyukai sopan santun," tambahku.
Eira mengangguk tersenyum. Kemudian, aku beralih pada Lucifer. Menatapnya cukup lama sampai-sampai aku merindukan Lucifer dari tempatku.
"Dia beruntung." Lucifer mulai berbicara. "Dengar..." Lucifer membasahi tenggorokannya. "Aku ingin kau sampaikan ini pada Lucifer di tempatmu, mals un drux gal med don un I oresa. Pala toltorg izizop."
Aku diam sesaat. Lucifer mengucapkan bahasa yang tidak aku mengerti dan dengan nada penekanan di setiap katanya. "Bisakah kau ulangi?" pintaku.
"Mals un drux gal med don un I oresa. Pala toltorg izizop," ulang Lucifer.
"Hmmm," gumamku. "Aku tidak yakin bisa menghafal kalimat itu."
Tapi Lucifer tidak mengulanginya lagi. Dia justru menekan tombol pada jam kronos yang langsung membawa kami kembali ke New York.
Langit masih gelap. Aku merogoh saku untuk mengambil ponsel. Pukul 2 pagi. Setelah membawa Detektif Elswood mausk ke dalam sel sementara di kantor kepolisian dengan dibantu Aileen, aku menelepon Letnan Trevor.
Dia tidak menjawabnya dengan cepat. Tapi saat mendengar suara Letnan Trevor di ujung telepon dia terdengar sangat khawatir. Aku menjelaskan singkat mengenai apa yang terjadi. Dan Letnan Trevor segera menutup teleponnya untuk menyusul kami di kantor kepolisian.
Sebelumnya, aku sudah meminta Lucifer dari tempat Eira untuk membawa para korban menuju tempatku. Lebih tepatnya, ke rumah Detektif Elswood. Dengan kemampuan Lucifer, tentu saja hal itu menjadi sangat mudah dan cepat.
Sekarang, aku dan Aileen duduk di depan sel sambil menunggu Letnan Trevor datang. Awalnya, suasana canggung menyelimuti kami. Mungkin karena semua kejadian ini membuat Aileen masih tidak percaya. Aku mewajarinya. Setiap orang yang baru mengetahui bahwa hal-hal supernatural ada dan nyata akan bersikap seperti Aileen untuk pertama kali.
"Jadi, kau benar-benar sudah tidak asing dengan hal-hal seperti itu?" tanya Aileen tiba-tiba.
Aku mengangguk. "Tapi, untuk yang satu ini, maksudku, ke tempat seperti tadi, belum. Aku hanya tahu bahwa hal-hal berbau supernatural benar-benar ada."
Aileen menatapku, antara kasihan dan merasa kagum. Hingga pintu terbuka secara kasar. Kami menatap Letnan Trevor yang masuk dengan wajah penuh kekhawatiran. Secara tidak diduga-duga, Letnan Trevor memelukku. Ini mengingatkanku pada foto Sierra di meja Letnan Trevor.
"Ya, ampun. Memangnya kita pergi berapa lama sampai membuatmu bersikap aneh seperti ini?" Aku terkekeh.
Letnan Trevor melepaskan pelukannya. "Kalian menghilang selama tiga hari dan bagaimana aku tidak khawatir?"
Aku dan Aileen saling memandang. Rasanya, kami baru pergi setengah hari. Apa perbedaan waktu dan jam di sana berbeda cukup jauh?
Letnan Trevor sudah memanggil petugas lainnya saat dia menyuruhku dan Aileen untuk pulang. Aileen telah lebih dulu pergi dengan mobilnya di parkiran.
Aku baru ingat bahwa aku menitipkan Jazmyne pada Lucifer. Hal itu benar-benar membuatku tidak tenang. Aku takut Jazmyne tidak mendapatkan cukup susu dan sebagainya. Apa yang akan aku katakan nanti pada Bibi Erika dan Paman Jensen?
Pikiran untuk tidur dan berbaring di ranjang kamarku hilang seketika. Dengan mata yang dalam, aku berkendara menuju apartemen Lucifer. Beruntung, aku masih bisa mengendarai dengan baik.
Saat aku masuk ke dalam apartemen Lucifer, tempat itu terlihat berantakan. Semua barang berhamburan di mana-mana. Seperti seseorang yang sedang mencari sesuatu tapi tidak menemukannya di seisi rumah. Atau lebih seperti seorang perampok yang tidak menemukan barang yang dicarinya. Hingga mataku tertuju pada lantai atas kamar tidur Lucifer.
Aku mulai menaiki tangga dengan perpegangan di sisi-sisinya. Lantai atas sangat gelap. Apa Lucifer tidak ada? Namun saat aku mencapai pijakan terakhir, mataku tertuju pada sosok samar-samar dengan mata merah yang menyala.
—————
Yg kangen Lucifernya si Venus tunjuk tangan! Wkwkwk
Setelah ini pov nya si Luci kok tenang aja.
Love,
B.K
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top