18. LITTLE BIT ADVICE FROM NEPHALEM
LUCIFER'S POV
"Dari mana saja kau?" Lilith bangkit dari tempatnya berbaring saat melihatku muncul.
Aku tidak menjawabnya dan berjalan menuju lantai atas. Darah pria yang tadi memenuhi lantai bawah sudah tidak ada. Mungkin Lilith yang membersihkannya. Siapapun yang melakukannya, aku tidak peduli sekarang.
"Lucifer, kau mengabaikanku!" Suara Lilith membuatku harus menarik napas dalam-dalam.
Aku berbalik menatapnya. "Aku baru saja dari neraka, kau puas." Aku berbalik lagi dan menaiki tangga.
Darah di bajuku mulai mengering, ditambah darah dari nephalem yang wajahnya aku tinju habis-habisan. Aku mulai menanggalkan bajuku saat Lilith masuk ke dalam kamarku.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanyaku kesal. "Cepat turun!" perintahku.
"Aku adalah wanita yang menyambutmu di neraka, sebelum Abaddon menjebakku dan mengusirku dari neraka. Aku menginginkanmu Lucifer. Dengan adanya kau di Bumi, kita bisa membuat kekacauan, bahkan kiamat bagi para manusia yang menjijikan itu."
"Aku sedang tidak ingin mendengar apapun darimu." Suaraku masih pelan.
"Aku adalah pasanganmu di neraka. Dan—"
"Keluar!" teriakku pada Lilith yang tidak mau menutup mulutnya. "Aku tidak akan mengatakannya lagi, Lilith."
Setelah itu, Lilith pergi. Aku mendengar suara lift dan aku rasa dia benar-benar pergi dari apartemenku.
Setelah membersihkan darah di seluruh tubuhku dan mengenakan baju, aku berbaring di ranjang penuh dengan kesunyian.
"Kau mau balas dendam denganku, Nephalem?" tanyaku pada kehadiran Nephalem di apartemenku.
"Tidak, aku hanya ingin memberikan sedikit saran padamu," katanya sambil bersandar pada dinding, kemudian melipat kedua lengannya di dada.
"Saran untuk apa? Untuk tinggal di Bumi?" tanyaku lagi sambil terkekeh.
"Untuk menjaga Venus."
Sekarang, aku tidak mengerti perkataannya. "Apa maksudmu?" tanyaku sambil bangkit dengan posisi setengah berbaring.
"Venus Morningstar, itu namanya, kan?" tanyanya. Aku tidak menjawab. "Namanya terikat denganmu. Apa kau tidak menyadarinya?"
"Ada banyak orang dengan nama Venus Morningstar di muka Bumi."
"Dan hanya satu yang datang padamu."
Aku diam. Mungkin dia benar, tapi aku masih tidak mengerti maksudnya.
"Aku hanya ingin kau menjaganya." Nephalem itu kemudian menghilang.
Aku jadi memikirkan Venus. Apa dia baik-baik saja setelah kejadian tadi? Karena rasa penasaran, aku pergi menuju rumahnya. Aku muncul di balkon kamarnya. Jendelanya terbuka dan aku bisa melihat Venus dengan baju tidurnya yang bergambar kucing.
"Ya, ampun. Berapa umurnya sampai masih mengenakan baju seperti itu?" Tapi aku melihatnya cukup manis menggunakan piyama itu.
Mata Venus tiba-tiba tertuju padaku. "Lucifer," gumamnya.
"Ya," sahutku.
"Apa yang kau lakukan?" tanyanya. Aku mendengar suaranya yang lemah.
"Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja," jawabku. "Bolehkan aku masuk?" tanyaku balik.
Venus tersenyum. "Ya, kau boleh masuk."
Aku melangkahkan kaki masuk ke dalam kamarnya. Merasakan kehangatan yang mejalar ke seluruh tubuhku seketika.
"Apa yang aku lakukan hari ini—"
"Apa yang kau lakukan hari ini membuatku tetap bernapas." Venus memotong kalimatku.
Venus berbalik padaku. Meletakkan kedua tangannya di pipiku. Mata kami saling beradu. Jantungku tiba-tiba terasa berdebar.
"Maafkan aku," kata Venus. "Untuk mengatakan hal yang tidak seharusnya aku katakan."
Aku tidak tahu apa yang telah terjadi. Venus tidak terlihat seperti saat itu. Dia terlihat lebih lembut dan pada saat ini dia terlihat sangat rapuh. Seperti dandelion yang bisa ditiupkan kapanpun.
"Venus? Kau berbicara dengan siapa?" tanya sebuah suara dari luar kamar.
Venus melepaskan tangannya dariku. Berbalik menuju pintu. "Aku sedang menonton youtube, dan bisakah kau tidak mengangguku, Sebastian?" teriaknya.
Tidak ada jawaban. "Oke. Tapi jika kau—"
"Aku tahu apa yang harus kulakukan. Just don't bother me," pintanya.
"Oke." Nadanya terdengar membosankan.
Sekarang, Venus menoleh ke arahku lagi. "Maafkan aku. Kakakku terlalu sedikit posesif kadang-kadang."
Aku membalasnya dengan senyuman. Venus kemudian merayap ke atas ranjangnya. Dia duduk sambil menekuk kakinya.
"Jadi, kau ke sini hanya untuk memastikanku?" tanyanya.
"Ya," jawabku singkat.
"Bolehkah aku menanyakan sesuatu?" tanyanya lagi. Dia selalu penasaran dengan sesuatu.
Aku mengangguk untuk menjawabnya.
"Apa benar kau meninggalkan neraka?"
Pertanyaan yang mudah untuk di jawab. "Ya. Aku marah pada Ayahku dan berjanji untuk tidak kembali ke neraka. Aku tidak mau dia mengurusi kehidupanku juga."
Venus terdiam. "Lalu kenapa kau kembali?"
Kali ini, pertanyaannya sangat sulit untuk di jawab. Aku tidak yakin dengan jawabanku sendiri. Apakah aku harus mengatakan yang sebenarnya pada Venus atau aku harus berbohong?
Venus menatapku dari balik matanya, menuntut jawaban. Dan aku masih terpaku padanya seolah dia adalah lukisan yang sangat menawan dan berharga, sampai-sampai tidak ternilai harganya.
"Apakah jika aku mengatakannya karena kau, kau akan percaya?" tanyaku ragu.
Venus masih menatapiku. Kemudian dia menggangguk. "Ya, aku percaya."
Jawaban itu membuatku terpaku. Hampir tidak percaya, tapi ekspresi Venus tidak menunjukkan keraguan sedikitpun.
"Apakah neraka seburuk yang aku bayangkan?" Venus mulai bertanya lagi.
Aku tertawa. "Mungkin bagi sebagian orang, ya."
Venus kemudian bangkit dari tempat tidurnya, menghampiriku. "Tidak seorangpun layak tinggal di neraka, Lucifer. Aku tahu kau membenciku, membenci manusia. Tapi kau tidak layak berada di neraka."
Sekarang, tangan Venus berada di tanganku dan terasa hangat. Dia meraba tanganku, seperti membacanya. Mengikuti setiap lekukan ditelapak tanganku. "Aku membayangkan kehidupanmu di neraka. Sendirian, tanpa siapapun yang mencintaimu."
"Venus, aku..." Aku tidak menyelesaikan kalimatku.
Aku menarik tubuh Venus dekat. Membuat semua aliran darah ditubuhku terasa tersalurkan ke bibirku. Aku sangat ingin menciumnya, tapi aku menahan diriku.
Jantungku mulai terasa beraturan lagi. Tapi aku tidak pernah merasakan sensasi seperti ini sebelumnya. Membuatku mabuk seperti seseorang saat meminum alkohol. Padahal, alkohol saja tidak bisa membuatku mabuk.
Aku menatap Venus lekat-lekat. Jarak kami hanya dipisahkan oleh udara yang sangat tipis. Venus tidak melawanku saat aku menariknya tadi dan dia terlihat seperti mengharapkan sesuatu dariku. Tapi aku tidak bisa memberikan apa-apa padanya. Aku tidak layak untuknya.
Akhirnya, aku mulai menjauhi tubuh Venus dariku dan menghilang begitu saja. Kembali pada apartemenku. Rasa itu membuatku gila. "Apa yang telah kulakukan?" Aku terus saja mondar-mandir di depan ranjang.
Aku terus memikirkan hal itu. Memikirkan Venus. Aku sangat ingin tidur, tapi sayangnya aku tidak diberikan perasaan manusiawi. Aku tidak pernah tidur, karena aku memang tidak membutuhkan tidur. Tapi sekarang yang aku butuhkan adalah memejamkan mata dan terlelap dalam tidur bagaimanapun rasanya.
"Kenapa kau tidak menciumnya?" Aku terus memaki diriku sendiri.
"Lucifer! My brother!" Sebuah suara yang tidak asing menyapaku. Dia berdiri di ambang tangga dan bersandar di pegangannya.
Sekarang, aku justru dihadapkan oleh saudara malaikatku lagi. "Really? Ayah mengirimimu setelah mengirim Camael? Kapan Ayah belajar bahwa aku tidak akan kembali lagi." Amarahku tidak keluar seperti biasanya.
"Tidak. Kau pikir aku di sini karena ingin membawamu kembali?" tanyanya. Pakaiannya seperti manusia dengan jaket jeans, dan kaca mata hitam menghiasi matanya.
Aku tidak tahu apa maunya, tapi apapun itu aku tidak akan kembali ke neraka. "Lalu apa yang kau lakukan di sini, Raphael?" tanyaku penasaran.
"Aku di sini karena mengikuti jalanmu. Lihatlah, kau penuh dengan kemewahan dan yang paling utama, wanita." Nadanya terdengar tidak bohong. Raphael benar-benar ke Bumi untuk bersenang-senang.
"Oh, Raphael, you always my favorite little brother." Aku tersenyum setelah mendengar hal itu.
"Tapi aku rasa Camael tidak menikmati tinggal di bawah sini." Raphael melepaskan kaca matanya dan menghampiriku.
"Camael selalu menjadi anak yang paling menurut. But you, just like me." Aku merentangkan tangan untuk menyambutnya. "Welcome to Earth."
Raphael memelukku untuk membalasnya dan tertawa.
Raphael merupakan saudara kedua yang paling dekat denganku, setelah Michael. Mungkin jika orang-orang melihat kami, mereka tidak akan mengira kami adalah saudara. Raphael memili postur tubuh lebih kecil dariku, dan berwajah Asia. Tapi kalian tahu, kami adalah Archangel, Ayah tidak pilih-pilih untuk membuat anak-anaknya berdasarkan ras.
"Omong-omong, aku tidak sendiri," katanya lagi. "Aku mengajak Jophiel untuk ikut turun. Sekarang, dia sedang bersenang-senang bersama para pria entah di mana. Mungkin dia akan menemuimu nanti."
Aku hanya mengangguk-angguk. "Hey, aku ingin bertanya sesuatu padamu," ujarku kemudian. Aku berniat menanyakan Raphael mengenai masalahku dengan Venus. Tapi aku tidak yakin juga.
"Ya, tentu saja, brother."
Aku terdiam. Mengurungkan niat untuk membahas hal ini dengannya. "Apa kau bertemu Ayah saat pergi?" aku mengganti pertanyaanku.
"Tidak, tapi Ayah sudah tahu aku akan pergi menemuimu. Dan aku rasa, aku akan berada di sini untuk waktu yang cukup lama."
Aku hanya tersenyum mendengar jawaban Raphael.
"Kalau begitu, aku harus pergi. Ada kesenangan yang menungguku. Aku akan menemuimu lagi nanti." Dan Raphael menghilang dari hadapanku.
Well, jika Ayah menganggapku adalah bad influence untuk mereka, seharusnya Ayah tidak pernah mengirimku ke neraka. Tapi sekarang, lihatlah siapa yang pergi dan meninggalkannya.
Aku berjalan menuju balkon, memandangi langit yang sangat terang dan penuh bintang. Aku menyeringai pada langit malam alih-alih pada Ayahku yang pasti sedang memandangiku penuh kesal.
——————
Fast update! Yay! Btw, muncul tokoh baru lagi nih! Hayo siapa yg udah ngebayangi kayak gmn si Raphael dan Jophiel? Cast nya akan menyusul dengan cast yg belum ada.
Thanks,
B.K
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top