16. THERE'S NO PLACE LIKE HELL

LUCIFER'S POV

"Arghhh!" Aku melempar botol kaca ke dinding. Membuat pecahannya berhamburan ke mana-mana.

Aku kesal, marah, dan benar-benar tidak tahu apa yang harus dilakukan. Aku benci gadis itu, tapi di lain sisi aku menginginkannya.

"Apa yang terjadi padaku?" tanyaku frustasi.

Pesta di lantai bawah apartemenku masih berlangsung. Suara musiknya membuatku sakit kepala saja. Dengan amarah yang sudah memuncak aku menuju lantai bawah.

"Matikan musiknya! Dan keluar kalian semua dari apartemenku!" teriakku.

Semua orang terdiam dan menatapku.

"Sekarang!" teriakku lagi.

Mereka berhamburan keluar dari apartemenmu. Ada ketakutan dari wajah-wajah mereka. Tapi seorang wanita mendekatiku. Dia terlihat tidak takut sama sekali padaku.

"Lucifer," ujarnya. "Itulah yang aku tunggu-tunggu. Kemarahan yang seperti api neraka."

Aku tidak mengerti maksudnya. Atau memang dia tahu mengenai bahwa Lucifer bukanlah sekedar nama saja untukku.

"Aku bilang keluar! Apa kau tuli?" cemoohku.

"Aku kau tidak mengenaliku?" tanyanya. Kemudian dia tersenyum. Senyuman yang lebih terlihat seperti seringaian.

Aku menatap rambut hitam legamnya. Mata cokelat gelapnya mengingatkanku pada seseorang, tapi aku tidak tahu siapa.

"Kau ingat wanita yang pertama kali menyambutmu di neraka?" tanyanya.

Aku terdiam. Kemudian ingatan itu muncul lagi. Ingatan saat pertama kali dibuang dari surga. "Lilith," gumamku.

"Aku senang kau mengingatku," katanya, terdengar seperti sarkasme. "Saat aku mendengar kau turun ke Bumi, aku langsung mencarimu. Dan aku benar-benar senang sekali."

"Aku sedang tidak ingin bermain-main."

Lilith terkekeh. "Aku tahu yang kau butuhkan." Lilith mendekatiku. Mencondongkan tubuhnya lebih dekat denganku hingga hanya menyisakan sedikit jarak.

Aku bisa mendengar napasnya yang kuat. Dan melihat bibirnya yang sangat memikat. Lilith kemudian berbisik di telingaku. "Kau butuh seseorang berdarah dengan tanganmu sendiri."

Lilith kemudian menatap mataku dan untuk sepersekian detik, aku merasakan aroma yang membuatku ingin membunuh seseorang. Aku mencium Lilith dengan kasar dan menariknya lebih dekat denganku.
Kemudian aku melepaskannya,  dan kini aku yang berbisik ditelinganya. "Bawakan seseorang padaku dan kita akan bersenang-senang."

Lilith tersenyum dan pergi menuju lift apartemen. Sekarang, aku duduk di sofa. Menunggu Lilith kembali. Kemudian pikiran itu kembali menghantuiku. Venus Morningstar, sebuah nama yang rasanya didedikasikan untukku. Seperti manusia-manusia yang membuat pemujaan bodoh untukku. Yang mereka pikir aku meminta tumbal padahal aku sama sekali tidak membutuhkan hal itu.

Lilith kembali dengan seorang pria yang dibawanya. Aku bangkit dari tempatku duduk dan menyeringai. "Terima kasih," ucapku pada Lilith.

Lilith menyodorkan pria itu padaku. Wajahnya sangat ketakutan. Membuatku ingin langsung melampiaskan amarah yang sudah tidak tertahan ini. Dengan satu gerakan cepat, aku mencekik pria itu dengan satu tangan dan mengangkatnya ke udara. Membuat pria itu meronta-ronta. Menikmati rasa sakitnya dan kemudian menghancurkan tubuhnya berkeping-keping hanya dengan jentikan jariku.

Lilith tersenyum lebar. "Merasa lebih baik?" tanyanya sambil memberikan handuk padaku.

Aku balik tersenyum padanya. "Ya, terima kasih." Aku menyeka darah dengan handuk yang diberikan Lilith.

Tiba-tiba, suara itu menghantuiku. Aku mendengar suara Venus di kepalaku. Menjerit meminta pertolongan. Aku berusaha mengabaikkannya. Tapi semakin aku mengabaikkannya, suara itu semakin keras di otakku.

Akhirnya, aku pergi menuju tempat itu. Walaupun aku tidak mengerti bagaimana aku bisa tahu Venus berada, seolah dia langusung memberi tahunya. Saat aku melihat sekeliling, tempat ini tidak asing. Tempat di mana aku menghabiskan seluruh hidupku memerintah tempat ini.

"Oh, tidak," gumamku. Aku kemudian mulai mencari Venus. Tidak mengerti apa yang dilakukannya di neraka. Dan bagaimana dia bisa ke tempat ini.

Aku tidak mendapati Venus di mana-mana. Sekarang, aku justru berpikir apakah ini hanya tipuan agar aku kembali ke neraka. Tapi saat aku mendengar jeritan, dengan cepat aku berlari ke sumber suara.

Venus sedang bersandar di dinding dengan tangan sebelahnya yang dipegangi. Darah menghiasi dahi dan rambut pirangnya yang kusut. Dan aku juga melihat Si Nephalem. Pria yang membuatku berpikir untuk tinggal di Bumi.

"Venus, aku tidak bisa menahan diriku." Si Nephalem itu menatap Venus menyesal. "Ini karena Max yang mengambil sebagian diriku. Dan darah demon-ku tidak bisa menahan hal ini di neraka."

Venus tidak terlihat takut sedikitpun. Napasnya memburu. "Just... Don't get any closer," katanya.

"Aku berusaha." Sedetik kemudian, aku melihat ekspresinya berubah. Dari penuh penyesalan, menjadi psikopat haus akan membunuh. "Maafkan aku, tapi aku sudah lama tidak membunuh seseorang."

Nephalem itu baru saja akan menerjang Venus saat aku langsung menghantamnya. Aku meninju wajahnya hingga berdarah. Aku melirik ke arah Venus, yang aku yakin lengannya patah. Dia juga menatapku, hampir tidak percaya, mungkin karena darah di bajuku. Dan sejujurnya, aku juga tidak percaya pada diriku kenapa melakukan hal ini. Padahal aku marah padanya.

Aku menoleh ke nephalem itu lagi. "Kau seharusnya memilih lawan yang setara denganmu, kawan."

Nephalem itu menatapku kesal. Dia meludah darah dari mulutnya. "Lucifer, aku dengar kau meninggalkan neraka," sindirnya.

"Well, neraka terlalu membosankan. Dan sekarang aku ingin meninjumu," balasku.

"Apa yang membuatmu kembali?" tanyanya. Pertanyaan ini terdengar menjebak. Tapi aku tahu dia sedang bersunggug-sungguh menanyakannya.

Aku tidak menjawabnya dan menyerang nephalem itu dengan menghadiahi tinju diwajahnya. Dia balik membalas tinjuku dengan cepat. Benar-benar pukulan telak. Tapi aku tentu saja tidak bisa dikalahkan olehnya.

"Jangan lukai Xander!" Venus berteriak ke arahku.

Setelah apa yang dilakukan nephalem ini padanya, dia justru membelanya. Sungguh tidak bisa dipercaya. "Ada apa denganmu? Dia yang mematahkan tanganmu, kan?" protesku sambil menoleh ke arah Venus.

"Dia tidak bisa mengendalikannya." Venus masih menahan lengannya yang patah dengan lengan yang satunya lagi.

Aku menghembuskan napas panjang dan berbalik pada nephalem itu lagi. "Kau beruntung nephalem. Dia tidak ingin kau mati."

"Aku tidak akan mati oleh orang sepertimu, Lucifer." Nephalem itu menyombongkan diri.

Aku menyeringai. "Kita lihat saja nanti," kataku.

"Kau tidak boleh membunuhnya," teriak Venus lagi.

Aku menoleh lagi padanya. "Ya, ampun. Iya, aku tidak akan membunuhnya, Morningstar."

Saat aku kembali menatap nephalem itu, dia sudah menyerangku dengan melayangkan tendangannya ke perutku. Aku mundur ke belakang. Kemudian menggunakan kekuatanku untuk menahannya dan meninju wajahnya. Kali ini, aku tidak melepaskan nephalem itu. Aku meninjunya berkali-kali hingga darah menghisi setiap sudut wajahnya dan tidak menyisakan sedikitpun yang tidak terluka.

"Lucifer, cukup! Dia sudah tidak sadarkan diri." Suara Venus tidak aku dengarkan dan terus meninjunya.

Namun, Venus menarik tubuhku dan aku mengelak padanya. Membuat bunyi tulang di tangannya semakin patah saja. Venus mundur dengan kesakitan. Saat itu juga, aku sadar bahwa aku telah menyakiti Venus.

Air mata keluar dari mata Venus, menahan rasa sakit di tangannya yang semakin parah. Aku tidak tahu harus melakukan apa. Semua ini salahku. Alu kemudian mendekati Venus dan menyentuh lengannya. Untuk beberapa saat, aku merasakan sebuah sensasi aneh yang belum pernah aku rasakan sebelumnya.

Venus berhenti menangis, dan sekarang dia menatapku. Saat aku melihat tangannya lagi, tulang itu sudah kembali seperti semula. Aku menatapnya dalam diam.

Jika aku seorang malaikat, mungkin aku tidak akan terkejut. Tapi, kekuatan untuk menyembuhkan itu telah hilang dariku sejak lama sekali. Sejak Ayah mengirimku ke neraka. Tapi entah mengapa, tiba-tiba kekuatan itu muncul lagi. Padahal selama ini, yang aku lakukan hanya merusak. Apakah Ayah sedang mengujiku?

"Terima kasih," kata Venus. Kemudian dia berjalan menuju Si Nephalem. "Xander?" Venus menghapus darah di wajah nephalem itu dengan jaketnya.

Saat mata nephalem itu terbuka, dia berubah menjadi lebih tenang. "Berapa lama aku pingsan?" tanyanya.

"Mungkin lima menit," jawab Venus dengan nada yang terdengar khawatir.

Nephalem itu terkekeh. "Terakhir kali aku tidak sadarkan diri, wanita yang aku cintai berada di tempatmu saat ini. Tapi kau bukan Seraphim dan aku tidak mencintaimu."

Venus tertawa mendengar perkataan nephalem itu. Melihat Venus tertawa karenanya, membuatku iri karena tidak bisa membuat Venus tertawa seperti itu.

"Ayo, kita harus kembali." Venus kemudian membantu nephalem itu berdiri. Dia kemudian menoleh ke arahku. "Terima kasih."

Aku tidak membalas apa-apa saat sebuah suara yang aku kenali membuatku ingin menghantam wajahnya juga.

"Luci, kau kembali ke neraka. Bagus sekali, aku bisa kembali ke surga." Camael tersenyum padaku.

Aku berbalik dan menyeringai pada Camael. "Aku baru saja akan kembali ke Bumi lagi. Kau ketinggalan pertunjukkannya."

"Huh, kau kira aku akan membiarkanmu. Aku akan membuatmu tetap di sini, walau harus memasukkanmu ke dalam cage."

Aku tidak tahu dari mana Camael tahu mengenai cage itu. Tapi jelas dia menginginkan aku tetap di dalam neraka dengan segala cara.

"Benar, cage yang Ayah buatkan untukmu. Aku akan mengurungmu ke dalam sana jika kau tidak tetap tinggal di dalam neraka."

"Kau tidak boleh menyuruhnya melakukan sesuatu padahal Lucifer tidak menyukainya." Venus tiba-tiba membelaku. Aku bahkan hampir lupa dia masih berada di sini.

"Kau. Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Camael penasaran.

"Lucifer akan kembali ke Bumi bersamaku. Dia berhak memilih untuk tinggal di mana yang dia suka."

Aku tidak percaya, bahwa Venus membelaku di depan Camael. Aku kira, dia akan membiarkan Camael memasukkanku ke dalam cage.

Pandangan Camael kemudian beralih pada nephalem di belakangku. "Kau juga ikut-ikutan, Nephalem?" tanyanya.

"Jika Venus percaya padanya, aku juga percaya pada Venus." Kalimat yang bagus untuk menjawab pertanyaan Camael.

Camael menatapku. "Kau membuatku dibuang, brother." Dan dia menghilang dari pandanganku.

Venus kembali pada nephalem itu lagi. Tapi aku menarik lengannya. "Terima kasih," kataku saat dia menoleh ke arahku.

Venus hanya tersenyum. "Jika bukan karena kau, aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku." Dia kemudian melepaskan lengannya dariku dan pergi bersama Si Nephalem.

——————

Heyyo! Gmn cerita Lucifer sejauh ini? Please, tell me your opinion :))

Sebenernya, aku sedang dalam masa2 sulit. Banyak kejadian akhir2 ini dan yg bisa buat aku melupakan semuanya cuma menulis. Klo aku bisa masuk ke dalam dunia yg aku buat, aku pasti gak akan kembali ke dunia nyata. Aku bakal hidup bersama karakter2 yg aku buat. Melakukan petualangan dan berimajinasi setiap hari. Hahaha

Anyway, makasih semuanya yg udah dukung aku. Tanpa kalian, aku gak akan bisa menulis sejauh ini. Mungkin bertahun2 lalu aku sudah menyerah dan gak pernah membauat semua karakter yg pernah aku buat.

Love,
B.K

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top