13. HELP ME! HELP YOU! HELP FROM NEPHALEM
"Max!" Jo memasukkan senjata ke dalam sarungnya saat tahu bahwa yang datang adalah Max.
"Jo," gumam Max. Dia kemudian terdiam cukup lama. Wajahnya seolah sedang mendengarkan sesuatu dan membuatnya terganggu. "Arghh!" erangnya.
"Max, apa yang terjadi?" tanya Jo bingung.
Max memegangi kepalanya. "Apa Sebastian tidak memberi tahumu?" tanyanya dengan nada kesal.
Jo melirik Sebastian. "Apa yang terjadi?" tanyanya lagi, kali ini pada Sebastian.
Sebastian hanya diam sambil melirik ke arah Max dengan khawatir. Dan dia tetap tidak menjawab pertanyaan Jo.
"Dia meninggalkanku terbunuh oleh para vampir sialan itu," jawab Max yang kesal karena Sebastian tidak kunjung menjawabnya.
"Apa?" Jo kebingungan. Dia menoleh ke arah Max dan Sebastian, bergantian.
"Tidak, bukan seperti itu. Aku tidak meninggalkanmu. Mereka menyeretmu dan aku kehilanganmu. Aku tidak tahu—"
"Kalau aku sudah mati atau belum?" Max semakin kesal.
Jo kemudian mendekati Max. Tapi pria itu cepat-cepat mundur dan memerintahkan Jo untuk menjauh darinya. "Jangan mendekat!"
"Aku masih tidak mengerti." Jo mengerutkan keningnya. Menoleh ke arahku menuntut penjelasan yang sama sekali tidak tahu harus mengatakan apa.
"Kalian harus menjauh dariku!" Max mengulurkan tangannya untuk mengisyaratkan jangan mendekat.
Tapi Jo tentu tidak mendengarkannya. Dia mendekati Max yang benar-benar terlihat kacau. Darah di lehernya yang terlihat seperti bekas gigitan telah mengering. Bajunya kotor oleh tahan, seperti habis di seret puluhan meter.
"Jo!"Aku memerintahkannya untuk berhenti. "Max, apakah mereka mengubahmu?" tanyaku.
Mata Max terlihat bingung dan ketakutan. Dia menunduk sambil memegangi kepalanya, seperti kesakitan. Saat Max menengadahkan kepalanya, matanya terlihat kosong dengan taring yang muncul dari gigi-giginya.
Jo melompat mundur dengan cepat. Mengacungkan senjatanya lagi ke arah Max dan tidak ragu sekarang.
Mata Sebastian beradu denganku. Aku tidak menyalahkan Sebastian karena hal ini, tapi jelas ini adalah mimpi buruk.
"Sudah aku katakan untuk menjauh," ujar Max yang suaranya terdengar menyeramkan dan haus akan darah.
"Max, kau bisa mengendalikan ini." Aku berusaha menenangkannya.
"Tidak! Aku tidak bisa! Aku bahkan bisa mendengar suara aliran darah kalian, detak jantung kalian, dan aroma darah yang..." Max terdiam sesaat. "Menggiurkan," tambahnya.
"Percayalah padaku, jika kau meminum darah sekarang, kemungkinan kami untuk menyelamatkanmu tidak ada," bujukku.
"Percayalah padaku, tidak ada obat untuk mengubah vampir menjadi manusia lagi." Max menggeleng-geleng. Taringnya masih menghiasi gigi pria itu.
Max kemudian mengendus-endus, menatap Jo sesaat, dan menyerang Jo dengan sangat cepat. Bahkan Jo tidak sempat untuk menarik pelatuknya. Vampir akan sangat tidak terkendali saat pertama mereka berubah ditambah saat mereka sedang kelaparan.
Tanpa pikir panjang, aku membidik Max. Dan tepat mengenai kepalanya. Max terkapar di lantai. Itu akan membuatnya tidak sadarkan diri sesaat, dan tidak akan membuatnya mati. Tapi akan membuatnya semakin marah saat bangun.
Jo segera menghindar dari Max dengan wajah yang sangat terkejut. Aku menopang Max untuk bangkit agar bisa membawanya ke ruang bawah tanah.
"Seb, kau akan diam saja di sana atau kau mau membantuku," gerutuku.
Sebastian memang sejak tadi hanya diam saja. Aku rasa dia yang paling terkejut dengan hal ini.
Setelah membawa Max ke dalam ruang bawah tanahku yang sudah di desain untuk segala macam hal kemungkinan yang bisa terjadi. Ayahku membuat ruang bawah tanah ini jika sewaktu-waktu dia membutuhkannya. Aku lebih suka menyebutnya sebagai dungeon.
Aku meletakkan tubuh Max di sebuah bangku besi yang menyatu dengan lantai. Kemudian mengikatkan kedua tangan dan kakinya dengan rantai serta menutup mulutnya dengan plester.
"Apa yang kita lakukan sekarang?" tanyaku sambil berjalan kembali menuju atas.
Aku menemukan Jo di dapur dengan sekaleng soda di tangannya. "Apakah kau tidak punya bir?" tanyanya.
"Aku tidak minum bir," jawabku. Aku menoleh pada Sebastian. "Apa yang kita lakukan sekarang?"
"Aku tidak tahu." Sebastian terlihat putus asa. Tentu saja hal seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya dan alu yakin Sebastian tidak pernah menyiapkan diri saat hal seperti ini terjadi.
"Aku akan mencari di internet dan buku mengenai vampir," kataku dan berjalan meninggalkan mereka berdua.
Aku membuka laptop dan mencari berbagai macam keyword mengenai vampir, kali-kali menemukan obat mengenai bagaimana cara merubah vampir menjadi manusia lagi.
Sudah dua jam aku berkubang dalam internet dan buku penuh dengan vampir. Dan hanya ada satu petunjuk yang mungkin bisa kami lakukan. "Jo, Sebastian, aku rasa aku menemukan sesuatu," teriakku.
Jo dan Sebastian menghampiriku. Aku memandang mereka sesaat. "Aku tahu ini terdengar cukup gila tapi hanya ini yang aku dapatkan," kataku sebelum membacakan apa yang telah aku dapatkan.
"Katakan saja," pinta Sebastian.
"Saat jiwa dan raga terpisah, jiwa akan pergi ke surga atau neraka. Dan raga akan mati. Saat jiwa-jiwa yang hilang pergi tanpa arah dan tersesat, maka akan terjebak di antara surga dan neraka. Raga akan berjalan tanpa tahu bahwa jiwa mereka telah masuk ke dalam jurang yang tidak bernama."
Sebatian menatapku saat aku menyelesaikan kalimatnya. "Apa maksudnya?" tanyanya.
"Aku mencari mengenai antara surga dan neraka. Purgatory, tempat di mana jiwa-jiwa bisa menemukan kesenangan ataupun mimpi buruk," jelasku. "Maksudku, saat manusia menjadi vampir, mereka harus mati terlebih dahulu setelah meminum darah vampir. Dan kemungkinan saat mereka bangun, jiwa mereka memang sudah tidak ada. Jika kita berhasil menemukan jiwanya dan mengembalikan ke raganya, bisa jadi akan merubah Max menjadi manusia lagi. Masalahnya, jika kita ke tempat itu, kita tidak tahu bagaimana caranya."
Jo kemudian terlihat berpikir. Seolah dia tahu sesuatu. "Aku tahu seseorang yang bisa membawa kita ke tempat itu."
Sebastian kemudian melirik ke arah Jo, seolah mereka berdua tahu siapa yang bisa menolong kami sedangkan aku tidak.
"Siapa?" tanyaku.
Jo kemudian mengambil ponselnya dan menelepon seseorang. Baru beberapa menit dia berbicara di telepon, seseorang tiba-tiba muncul dihadapanku. Caranya muncul mengingatkanku dengan seseorang, Lucifer.
"Whoa, kau..." Aku tidak menyelesaikan kata-kataku.
Pria itu menoleh ke arahku sebentar dan langsung menoleh ke arah Jo. "Seraphim memberi tahuku tentang masalahmu," katanya.
"Apa kau malaikat?" tanyaku tiba-tiba.
Pria itu menoleh ke arahku dengan cepat. "Memangnya aku terlihat bercahaya?" tanyanya sedikit kesal.
"Apa malaikat bercahaya?" tanyaku balik.
"Tidak juga," jawabnya. "Tapi aku bukan malaikat."
"Kalau begitu, lipstick di bibirmu menjelaskan semuanya," kataku lagi.
Pria itu langsung membelalakan matanya dan mengusap-usap bibirnya hingga sisa lipstick menghilang. Aku bertanya-tanya apa yang baru saja dia lakukan, tapi jelas itu bukan urusanku. Namun, saat aku melirik ke arah Sebastian, matanya menatap sinis pria itu. Aku kemudian menoleh ke arah Jo meminta penjelasan mengenai pria yang cukup menyebalkan ini.
"Ini Xander, dia nephalem, setengah malaikat dan setengah iblis. Tapi percayalah padaku dia berada di pihak kita," jelas Jo.
Saat mendengar penjelasan Jo, justru membuatku penasaran dengan pria ini. Aku belum pernah bertemu dengan seorang nephalem sebelumnya. Tapi aku rasa, mungkin dia tidak jauh ada bedanya dengan Lucifer. Entahlah.
"Haruskah dia?" keluh Sebastian dengan terang-terangan pada Jo. Seolah Si pria nephalem—Xander—tidak ada di sana.
"Haruskah aku membantumu?" tanyanya balik dengan sinis.
"Aku tidak meminta bantuanmu," bantah Sebastian.
"Kalau begitu aku tidak perlu ada di sini," kata Xander.
Tapi dengan cepat, aku menarik lengannya. "Aku yang meminta bantuanmu." Kemudian aku melirik Sebastian. "Aku akan meminta bantuan siapapun untuk menolong Max. Bahkan jika harus meminta bantuannya."
Xander baru saja akan pergi, tapi aku mencegahnya. Aku sangat tahu sifat pria ini, karena hampir sama dengan Lucifer yang keras kepala.
—————
Untuk kalian para readers tercintahh, yang menghabiskan waktu di depan hp hanya untuk menunggu unpdate cerita di malam minggu. Ini untuk kalian.
Malem minggunya ditemenin sama Xander yang kangen sama dia 😘😘😘
Love,
B.K
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top