21st Chapter

MALMING!!!!!!!
Selamat malam para jomblo, LDR, ataupun yang udah punya pacar tapi justru malmingan sendiri... kayak saya giniiii!!! *ditabok readers rame-rame*

Nao suebeel banget hari ini!! Udah disekolah kena bola voli, siangnya ketiduran gara-gara nunggu balesan line, terus pas bangun kena omelan setan(?) lantaran 23 panggilannya nggak diangkat dengan ceramah panjang selama 1 jam, kuping ampe panas!! Terus bm my darling fila malah centang, dan sekaranv mau malmingan sinyalnya kayak kampret!! ⇦Maklum ldr kalau mau pacaran selalu bergantung sama sinyal
Niatnya mau update biar ngilangin kesel ternyata sama aja... gagal mulu buat publish!!

Padahal langitnya cerah meski tanpa bintang karena tertutup mendung *plak* intinya nggak ujan. Pengen bangun tower disisi rumah tapi nggak baek... katanya bisa bikin bego kalau dekat-dekat tower. Gimana jadinya Nao yang kayak gini deket-deket tower... Beeeeuuh kasihan emak gue -___-

Terus pas bikin chapter ini Nao agak ragu. Gak deng. Tapi, RAGU BANGET!!
Itu loh pembukaannya yang kayaknya terlalu keliatan banget ntar akhirnya gimana #mewek

Tapi dari pada membiarkan para readers yang bosan di malming ini kan, mending update ≧﹏≦
Nah berterimakasihlah karena Nao udah bela-belain nongkrong deket sawah buat nyari sinyal. Bermodalkan celana kolor sama jaket plus senter :v <nggak pantes bget buat disebut cewek kalau liat aslinya kayak gimana.

Dari pada Nao kebanyakan bacot *Plak!!* mending langsung aja ya~

Jangan lupa votmen! Awas kalau kagak
Wkwkwkwk

WARNING!
AWAS ADA FUJO GALAK, HOMOPHOBIC DILARANG MASUK!!

♔ Loving You ♔

Hembusan udara panas yang mengelilingiku, tidak juga dapat membuatku untuk bergerak dari tempatku. Kilasan itu muncul dengan cepat dan jelas di kepalaku. Bagaikan film yang di putar kembali setelah aku hanya bisa menonton bagian akhir ceritanya.

Kilasan memori yang mengerikan sekaligus menyakitkan untukku. Mataku terasa panas, pandanganku blur karena air mata yang tertahan dipelupuk mataku, tetesan demi tetesan air mata jatuh karena tidak tertampung. Tanganku terkepal, sementara tubuhku gemetar dan rahang yang mengeras karena emosi yang meluap.

Hatiku hancur, kecewa dan merasa bodoh. Aku seperti di permainkan oleh takdir. Membuatku merasa bingung dan marah. Kenapa semuanya seperti ini?

-------------
Presented by Nana Sena
-------------

"Nial..."

Aku mundur saat pria di hadapanku melangkah mendekat. Menatapnya dengan berbagai macam emosi yang kurasakan saat ini. Andai aku tidak mengingat masa laluku, aku pasti akan terus hidup dalam jeratannya. Tapi, miris sekali saat mendapati kenyataan bahwa aku masih memiliki sepercik perasaan terhadapnya. Terhadap pria yang telah menghancurkan kehidupanku, keluargaku, dan diriku.

"Aku mencintaimu... TAPI KAU TIDAK PERNAH SEDIKITPUN MENCINTAIKU!"

-------------------
Warning! ManxBoy, sexual contens, gore
-------------------

Emosiku meledak. Air mataku jatuh bukan lagi sekedar tetesan kecil. Aku berteriak lantang padanya yang kini menatapku pilu. Dengan perasaan yang bercampur aduk, aku menarik pengait granat yang ku pegang dan bersiap melemparkannya.

Arka... kapan kau akan melihatku? Karena aku... mencintaimu.

※※※※※※※※※※※※※※※※※※※※
Loving You! 21st Chapter:
※※※※※※※※※※※※※※※※※※※※

Aku membuka mataku yang terasa berat. Rasa pening sedikit kurasakan saat aku bangun dan bangkit duduk. Kulihat jam yang ada di atas nakas menunjukkan pukul sembilan pagi lewat tujuh menit. Cahaya mentari yang menembus gorden dan menelusup diantara celahnya menerangi ruangan ini. Aku melirik Arka yang masih tertidur pulas dengan tangannya yang melingkari perutku.

Wajahnya sangat terlihat tenang, dan tidurnya sangat lelap. Saat tanganku menelusuri wajahnya, Arka tidak merasa terganggu sedikitpun. Tenang dalam dunia mimpi yang masih menemaninya.

Dengan perlahan, aku menyingkirkan lengan Arka dan turun dari ranjang. Berjalan menuju pintu berniat keluar karena aku merasa haus, sementara air yang ada di atas nakas sudah habis. Semalam, setelah makan malam kami segera tidur tanpa melakukan apapun, maka dari itu pakaianku masih utuh melekat ditubuhku. Tapi aku masih merasa heran kenapa kami -aku, Arka, dan Jenny- merasa mengantuk setelah sekitar sejam makan malam.

Langkahku menuruni tangga sedikit menggema, suasana rumah benar-benar sepi. Biasanya aku akan melihat beberapa pelayan yang berlalu lalang. Aku melangkah menuju dapur, mengambil gelas dan membuka lemari es.

Keheningan yang ada membuatku merasa aneh. Firasat tidak enak mulai muncul dan mengusikku. Berusaha tidak memperdulikan apa yang sebenarnya terjadi, aku segera menghabiskan air minumku.

"Selamat pagi!"

Aku hampir saja menjatuhkan gelas yang sedang kupegang saat terkejut begitu berbalik mendapati Kai berdiri di belakangku dan mengucapkan salam. Aku bahkan sampai terlonjak kaget. Selagi aku meredakan degup jantungku yang nyaris lolos membuatnya berhenti, Kai justru tertawa.

"Kai membuatku jantungan!" Seruku sesal. Menaruh gelas yang kupegang diatas lemari es.

"Astaga... aku tidak percaya kau akan sekaget itu." Ledeknya dan berusaha menghentikan tawa. "Apa yang kau pikirkan hingga setegang itu?"

"Tidak ada."

"Hooh." Kai melihatku dari atas ke bawah. "Bukankah itu pakaian semalam?"

Aku mengangguk. "Entah kenapa, semalam aku merasa mengantuk sekali. Bahkan terlalu malas untuk berganti pakaian."

"Kalau begitu tuan Arka juga?"

"Ya. Pria itu bahkan belum bangun hingga sekarang. Dia pulas sekali, seperti orang mati. Mungkin dia kelelah-"

Aku tidak melanjutkan perkataanku saat melihat Kai menyeringai. Kenapa Kai menyeringai? Ditambah lagi seringaiannya itu terasa familiar untukku. Onyxnya menatapku lekat.

Refleks, aku melangkah mundur hingga menubruk lemari es dibelakangku saat Kai mendekat. Aku merasa bingung dan mulai takut dengan pria ini. Ada apa dengannya? Kenapa dia menatapku seperti ini?

"Kai?"

Aku mulai panik saat kedua tangannya bertumpu pada lemari es dan mengurungku. Aroma manis yang menguar segera tercium di hidungku. Onyx Kai masih menatapku lekat dengan seringaiannya.

"Aku sudah datang menjemputmu..." Aku mengernyit heran saat dia berkata seperti itu. "Ayo kita pergi dari sini."

"Apa yang kau bicarakan?! Tolong menyingkir dariku." Aku berusaha mendorong tubuh Kai agar menyingkir. Tapi pria itu justru mencengkram tanganku.

Kai tersenyum tipis dan mendekatkan wajahnya padaku. Sepasang onyx yang biasanya terlihat mati itu, kini menatapku sedikit pilu. Aku memundurkan wajahku dan berusaha melepaskan cengkramannya. Tapi nihil, tanganku justru semakin sakit.

"Apa kau tidak mengingatku sama sekali Nial?" Bisiknya di depan wajahku.

Aku semakin menyandar pada lemari es yang hanya sebatas punggungku. Tangan Kai masih mencengkramku dengan kuat.

"Apa kau masih belum mengingat kejadian sepuluh tahun lalu?"

"Apa yang kau katakan, Kai?! Lepaskan aku, jika Arka melihat ini..."

"Dia akan membunuhku dan menyakitimu?" Ucap Kai memotong perkataanku.

Aku menatap Kai. Bingung ada apa dengannya. Tanganku tetap berontak dicengkramannya. Apa yang terjadi dengannya?

Mataku membelalak saat Kai memajukan wajahnya dan menciumku. Dia MENCIUMKU!! Bibir Kai menekan bibirku, lalu melumatnya. Aku memejamkan mataku rapat dan makin memberontak. Tapi tenagaku kalag kuat dengannya.

"Uhhmmp!"

Aku melenguh saat dengan mudahnya lidah Kai masuk kedalam mulutku. Lidahnya yang kasar dan panas bergerak liar didalam mulutku. Aku berusaha mendorong lidah Kai keluar dengan lidahku, tapi pria itu justru kini memepetkan tubuhnya pada tubuhku. Lidahnya makin bergerak liar dan menekan lidahku dengan kuat.

Kenapa pria ini menciumku? Kenapa Kai melakukan ini?!

Aku berjengit kaget saat salah satu kaki Kai ada diantara kakiku. Pahanya menggesek selengkanganku, yang membuatku panas dingin. Sial! Pria ini sudah keterlaluan.

Kai memindahkan tanganku pada satu tangannya, mencengkram kedua tanganku dengan satu tangan. Aku merasakan pergelangan tanganku dililit sesuatu olehnya. Sementara bibirnya masih melumat bibirku.

Tidak! Aku tidak mau seperti ini!! Siapa saja, tolong aku. Arka... Arka ku mohon tolong aku!!

"Uunggh."

Aku kembali melenguh dalam ciumannya, karena kaki Kai yang semakin menggodaku. Tanganku yang sudah berhasil diikat dengan dasinya, ia lepaskan. Membiarkannya terjepit diantara tubuh kami. Kai melepaskan ciumannya, sebelah tangannya memeluk pinggangku sementara tangan lainnya menyeka daguku yang basah karena air liur.

"Akhirnya, setelah sepuluh tahun aku dapat menyentuhmu." Kai mendekapku erat dan bernafas diatas kepalaku. "Akhirnya aku dapat memilikimu, Nial."

Aku terdiam dalam dekapannya. Tubuhku meremang saat mencium aroma manisnya. Aroma yang mengingatkanku pada sosok yang paling kutakutkan selain Arka.

"Aku datang menjemputmu, malaikatku."

Ketakutan benar-benar menyergapku. Tidak, tidak mungkin Kai adalah sosok itu. Ini tidak mungkin. Pasti ada yang salah!

Aku mendorong tubuh Kai dengan sekuat tenaga. Berhasil! Aku pun segera keluar dari kurungan diantara dia dan lemari es itu. Menjaga jarak yang cukup dengan pria yang kini menatapku datar.

"Ka-kau siapa?" Suaraku bergetar karena ketakutan yang memelukku.

"Aku? Kakak tirimu."

Aku menatap Kai bingung dan tidak mengerti. Kenapa dia berkata seperti itu? Seingatku, kakak yang kumiliki hanya kak Rena. Aku tidak memiliki saudara laki-laki.

Kai bertolak pinggang dan menghela nafas. "Cobalah kau ingat kejadian sepuluh tahun yang lalu, Nial. Ingat saat mama mati karena dia."

Ini membingungkan. Sebenarnya ada apa dengan kejadian sepuluh tahun lalu? Kenapa semua hal seolah tertuju pada saat itu?

Aku melangkah mundur, lalu berbalik kabur menuju kamar di mana Arka berada. Tapi belum sempat aku keluar dari area dapur, Kai sudah berhasil menangkapku. Dia menghentakan tubuhku ke belakang. Mendorongku hingga membentur meja makan.

"Kenapa kau kabur dariku, Nial?"

Tubuhku gemetar karena ketakutan melihat ekspresi Kai saat ini. Dengan susah payah aku berkata, "K-kau sosok bertopeng itu."

Kai terdiam, menumpukan kedua tangannya di meja makan, di masing-masing tubuhku. Mendekatkan wajahnya dan tersenyum dengan manis. Saat wajahnya semakin mendekat aku mencondongkan tubuhku kebelakang, dan memejamkan mata. Dia berbisik seduktif ditelingaku.

"Tentu saja."

Tanganku yang terikat segera menahan dadanya dan mendorongnya menjauh. Menatapnya tidak percaya. Jika Kai sosok itu, berarti dia juga yang membunuh Ruth.

"Bukankah kau menyukai Ruth?" Aku kembali mengingat kejadian di mana kematian Ruth terjadi di depan mataku. "Kenapa kau..."

Kai tertawa. Tertawa renyah seolah ada hal lucu yang pantas di tertawakan. "Kau naif sekali sayang." Bisiknya di depan wajahku.

"Aku benci perempuan itu yang selalu menempelimu. Aku benci dengan perempuan itu dan iblis yang sedang terlelap saat ini. Aku benci mereka karena telah menyentuh dan menyakitimu. Milikku."

Kai memelukku dengan erat. Menenggelamkan wajahnya di ceruk leherku dan menghirup udara dalam-dalam di sana. Aku membeku dengan pria ini. Bahkan saat dia mulai menjilati leherku.

Kepalaku berusaha mengingat apa yang terjadi dengan sepuluh tahun yang lalu. Mencari tahu siapa pria ini dan ada apa dengan Arka. Menggali memori yang kuyakini tidak terhapus sepenuhnya, melainkan hanya tersimpan di suatu sudut.

"Tapi... aku mencintai Arka." Kalimat itu meluncur begitu saja.

Kai menghentikan aktivitasnya. Melepaskan dekapannya dan sedikit menjauh untuk menatapku. Onyxnya memerangkapku dengan pandangan yang menusuk. Rahangnya terkatup rapat dan mengeras.

Aku tidak mengalihkan pandanganku dari sepasang onyx itu. Ya, yang ku cintai hanya Arka. Bagaimanapun masa lalu, yang ku cintai pria itu.

"Apa yang kau lihat dari iblis itu??" Desis Kai di depan wajahku. "Dia bahkan sering menyakiti hati dan... tubuhmu."

Wajahku memanas saat Kai menyelesaikan dengan onyxnya yang melirik tubuhku.

"Dia masochist Kai." Suara lembut itu mengagetkanku. "Dia lebih suka di kasari dari pada di sayang-sayang."

Jenny berdiri di belakang Kai. Mengenakan gaun putih yang dibercaki... darah? Di tangan kanannya terdapat kapak sementara di tangan kirinya mengenggam sebuah kepala. Astaga!! Itu kepala Fran?!

Aku memandang wanita itu ngeri. Apa maksudnya ini? Kenapa dia memenggal kepala Fran?! Apa dia berniat mengkhianati Arka? Jenny tersenyum saat pandangan kami beradu.

Suara ketukan heelsnya bergema saat berjalan mendekat. Mendudukkan dirinya di meja, di sampingku. "Boleh aku berdongeng sebentar?" Tanyanya yang diangguki Kai.

Wanita itu berdeham. "Pada dahulu kala... ada seorang pria yang bekerja pada seorang mafia." Jenny berkata selayaknya pendongeng dengan mimik wajah yang dibuat-buat. "Pria itu mempunyai dua wanita yang dicintainya, yang hidup di dua negara yang berbeda. Untuk menghidupi dua wanita agar hidup berkecukupan tidaklah mudah hanya dengan bekerja biasa. Tapi, pria itu melakukan kesalahan dengan membunuh rekan bisnis sang mafia dan membawa kabur uang yang menjadi kesepakatan. Istri yang tinggal bersamanya memiliki dua anak dan satu bayi yang masih di kandungan... awalnya pria itu akan membawa seluruh anggota keluarganya kabur, tapi..."

Jenny terdiam dan menunduk. Wanita itu mengusap kepala Fran yang ada di pangkuannya.

"Pria itu hanya bisa membawa kabur satu anak lelakinya. Meninggalkan istrinya yang tengah mengandung dan anak perempuannya. Membiarkan wanita yang mencintainya di siksa hingga tewas di tangan sang mafia. Membiarkan anak perempuannya masuk kedalam kehidupan yang lebih mirip kubangan dosa bersama sang mafia."

"Lalu pria yang kabur bersama anak lelakinya itu, menemui wanita yang mencintainya di negara lain."

Aku menoleh pada Kai yang melanjutkan cerita Jenny. Pria itu menatapku sendu, dan kembali melanjutkan.

"Sang mafia... atau kita sebut saja iblis, itu tidak puas. Dia mengejar pria itu ke tempat yang sama. Tapi saat menjalankan rencananya, sang iblis justru jatuh hati pada sang snow white, istri kedua pria tadi. Sayangnya sang snow white lebih memilih pria itu dari pada sang iblis. Membuat sang iblis murka dan membantai seluruh keluarga snow white. Hanya satu yang di biarkan hidup oleh sang iblis, malaikat kecil."

Aku mengernyitkan keningku. Berusaha mencerna semua cerita mereka. Cerita yang seolah menggambarkan aku, Arka, Jenny dan... mama di masa lalu.

"Sang iblis membiarkan malaikat kecil itu hidup agar dapat di jadikannya mainan. Agar dia dapat mengenang wanita yang di cintainya lewat paras orang lain yang mirip." Bisik Kai di samping telingaku.

Aku membeku. Pandanganku sontak terasa panas dan berubah menjadi blur. Mencerna cerita mereka yang memberikan arti mengerikan untukku.

Arka membunuh mama? Membiarkan aku hidup agar dia dapat mengenang sosok yang telah dibunuhnya? Benar-benar menjadikanku hanya sekedar sebagai pengganti. Arka tidak pernah mencintaiku.

Kepalaku terasa sakit memikirkan semua ini. Membuat kilasan demi kilasan buram muncul di kepalaku. Aku menatap Kai yang masih terdiam.

"Lalu kau?" Tanyaku menahan sakit kepala yang mulai menyerang.

"Aku anak lelaki yang lolos dari maut sang iblis. Anak lelaki yang jatuh cinta pada sang malaikat kecil."

Jenny tertawa mendengar jawaban Kai. Wanita itu turun dari meja makan dengan sebelah tangan yang memeluk penggalan kepala Fran. Dia menyeringai kearahku.

"Kai, kurasa kau harus melakukan hal yang sama seperti Arka untuk mendapatkan Nial." Ucapnya yang membuatku curiga. "Nial jatuh hati karena Arka pernah memperkosanya."

Aku membelalak ngeri pada perempuan yang kini tertawa lantang. Lalu melirik Kai yang kini menatapku datar. Hatiku merasa was-was akan tindakkan selanjutnya. Berharap jika dia tidak akan benar-benar melakukannya.

Bruk!

Rasa sakit segera kurasakan di punggung yang menghantam permukaan meja makan. Kai mendorongku dengan kasar hingga tertelentang diatas meja makan. Tubuh bagian bawahku diangkatnya agar benar-benar tertelentang dengan sempurna. Sementara tubuh Kai ada diantara Kaki.

Aku memandang ngeri pada pria yang kini mulai menindihku. Dia menyeringai dengan licik dan sangat menakutkan. Tanganku yang terikat berusaha mendorongnya menjauh.

"Ti-tidak... kumohon jangan..." pintaku dengan ketakutan.

Tapi Kai tidak mengacuhkanku dan justru membuka bajuku. Membuat bajuku berakhir di tanganku dan tidak dapat terlepas sempurna. Kai menjadikan bajuku sebagai penguat ikatan dasinya.

"Tidak! Lepaskan aku! Arka!! ARKA!!! AR-Uhmmp!?"

Kai segera membekap mulutku yang berteriak meminta pertolongan. Menatapku tajam dan berdesis kesal.

"Berhenti menyebut namanya! Dia iblis yang merusak hidup kita!!"

Air mataku jatuh. Aku terisak dalam bekapan tangan Kai. Ketakutan menyerangku bersama kekecewaan yang kurasakan. Kecewa pada pria dihadapanku ini.

Apa semua orang yang mencintai dan kuncintai akan selalu memperlakukanku kasar? Kenapa aku tidak pernah mendapatkan kebahagian? Apakah mama juga dulu sering memperlakukanku kasar?

"Selamat bersenang-senang."

Kalimat Jenny seolah menjadi awal mimpi buruk bagiku. Arka... kumohon. Setidaknya tolonglah aku. Meski kau tidak mencintaiku, lepaskan aku dari situasi ini. Aku hanya ingin di sentuh olehmu. Bukan siapa pun.

Aku memejamkan mataku rapat-rapat saat Kai mulai mengecup kulit perutku. Bulu kudukku berdiri karena sensasi lembab dari lidah Kai yang mulai menjilat.

"Uhhnn!" Aku menggigit bibirku saat Kai mulai menjilat bagian dada dan putingku.

Air mataku semakin mengalir dengan mudahnya. Aku tidak mau di sentuh siapa pun selain Arka. Hanya dia yang boleh menyentuhku. Hanya dia yang boleh menyakitiku. Hanya Arka.

Rasa sakit yang menyerang kepalaku, memperburuk keadaanku. Membuatku sulit untuk berkosentrasi melepaskan diri dari Kai. Kilasan-kilasan kejadian yang blur muncul secara bergantian.

Wajah mama yang mulai susah untuk ku ingat muncul di kepalaku dengan jelas. Tersenyum dengan lembut padaku dan sosok di sebelah yang masih belum terlihat jelas.

Pikiranku terbelah menjadi dua. Antara bayangan-bayangan yang muncul yang tidak dapat kucegah dan keadaan mengerikan saat ini.

"UUUNGHH!!"

Aku melenguh keras dan membusurkan tubuhku saat Kai mengemut salah satu putingku dan menariknya. Aku merasa jijik dengan diriku yang mulai merespon perlakuan Kai.

Arka... Arka... ku mohon, tolonglah aku. Meski kau tidak mencintaiku, kumohon lepaskan aku dari situasi ini.

[Chapter 21 End]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top