12nd Chapter
A/N: huruf italic →flashback
Sebenarnya Nao mau update tadi malam, tapi berhubung kondisi lagi ga memungkinkan buat ngedit, baru pagi ini deh. Maaf kalo masih ada Typo dan kesalahan lainnya. Dah kami mah naon hugan… cuma si 'Nao'.
Loving You! 12nd Chapter:
Aku menatap pantulan diriku di kaca yang tertempel di dinding kamar mandi. Menatap sosok pemuda berkulit pucat dengan surai gelap yang jatuh karena basah dan meneteskan air. Benar-benar terlihat rapuh untuk ukuran seorang pria. Ku elus luka di pundakku yang mulai memerah dan membiru. Rasanya masih sakit dan perih. Luka gigit yang di sebabkan kemarin malam.
.
.
"UUNGH!!!"
Aku mejerit hebat dalam bekapannya saat merasakan sesuatu yang tumpul menekan, menancap, dan merobek kulit bahuku. Dia menggigitku?!
Aku memejamkan mata rapat-rapat karena rasa sakit yang kurasa. Cairan bening lolos dari kedua sudut mataku sementara tubuhku bergetar hebat. Hentikan!
"Rasamu benar-benar manis." Dia melepaskan gigitannya.
Tubuhku masih bergetar dan mulai terasa lemas. Rasa ketakutanku semakin besar saat tangannya yang masih di balik bajuku mencengkram pinggangku erat. Membuatku kembali mengerang di bekapannya karena kuku-kuku tumpulnya menancap di kulitku. Seolah-olah berniat merobeknya.
Lidahnya mulai kembali bergerak menjilat di luka gigitan yang ia buat. Menghisap kuat kulit yang terluka itu seolah-olah berniat menghisap seluruh darahku. Sensasi sakit yang kurasakan mulai berubah aneh. Masih terasa sakit dan perih, namun entah kenapa rasa sakit itu membuatku menginginkan lebih. Ini Aneh!
"Sudah kuduga kau menyukainya." Dia terkekeh.
Tangannya yang mencengkram pinggangku mulai melonggar dan kembali mengelus perutku. Dia menaruh dagunya di atas pundakku.
"Kenapa kau hidup dengan iblis itu? Jika saja kau tidak berhubungan dengannya ini semua akan lebih mudah." Aku hanya terdiam mendengarkannya. "Ketahuilah, iblis itu tidak akan memperlakukanmu dengan baik. Kecuali.."
"Uuhhn!!" Aku mengerang saat dia menjilat telingaku.
"Kecuali dia menginginkanmu jatuh saat kau tertawa."
Tanpa peringatan dia melepaskanku begitu saja. Membuatku segera jatuh terduduk di aspal karena kakiku yang lemas dan bergetar. Dia berjongkok di depanku dan menarik daguku agar mendongak. Disaat itulah aku bisa melihat senyum liciknya dan sepasang iris merah di tengah kegelapan.
"Kuharap kau mau ikut denganku saat aku menjemputmu nanti."
Dia kembali berdiri dan melangkah pergi meninggalkanku yang masih terduduk lemas. Siapa dia? Siapa yang dimaksudnya dengan iblis?
Aku mengusap pundakku yang digigitnya. Rasanya sakit. Tapi mengapa aku merindukan rasa sakit ini?
Setelah merasa tenang aku bangkit berdiri dan membenar kerah bajuku. Melangkah dari dari tempat gelap dan sempit ini. Saat aku berjalan kembali menuju jalan di mana aku menjatuhkan kantung belanjaanku —semoga saja tidak ada yang mengambilnya— ku lihat Ruth berlari dengan kantung plastik di tangannya. Kepalanya menoleh ke segala arah seperti mencari sesuatu.
"NIAL!!" Dia segera berteriak begitu matanya menangkap keberadaanku. Berlari kearahku dengan begitu cepat.
Greb!
Aku tersentak kaget dan sedikit oleng saat perempuan ini memelukku. Nafasnya terengah-engah sementara dirinya berkeringat. Pelukannya begitu erat, mencengkram baju di bahuku seolah takut untuk melepaskannya. Wajahnya tersembunyi di dadaku. Kubalas pelukannya sedikit ragu. Apa dia mencariku sedari tadi?
"Kupikir terjadi sesuatu. Kupikir aku akan gagal dan kehilanganmu." Ucapnya tanpa bahasa formal seperti biasanya.
Aku merasakan tubuhnya bergetar di pelukanku. Dadaku terasa basah saat mulai mendengar isak tangis. Dia mendongak menatapku dengan wajah basah karena cairan bening dari matanya. Menatapku nanar sekaligus lega dengan sedikit kekhawatiran.
"Jangan menghilang begitu saja. Aku takut.. sesuatu yang buruk menimpamu." Ucapnya pilu.
Melihat itu aku sedikit merasa bersalah. Ruth begitu mengkhawatirkanku. Ku tangkup sebelah wajahnya dengan tangan kiriku, sementara tangan kananku menyingkap poninya kebelakang. Ruth memejamkan matanya saat aku mengecup keningnya lembut.
"Maafkan aku." Bisikku di depan wajahnya.
Ruth mengangguk. Kuseka air matanya dengan kedua ibu jariku dan melepaskannya setelah Ruth melepaskan pelukannya. Aku tersenyum tipis kepadanya yang membuat ia merona dan menundukan wajahnya. Aku mengambil kantung belanja yang ternyata milikku tadi dari tangannya.
"Apa yang terjadi?" Tanyanya berusaha serius meski ku tahu ia menghindari tatapanku. "Kenapa kantung belanjaan ini ada di jalan? Anda dari mana?"
"Uhm.. tadi ada anjing liar yang mengejarku. Karena panik aku segera lari dan tanpa sadar menjatuhkan belanjaannya." Dustaku.
Ruth ber-oh. Untunglah dia percaya. Kuraih tangannya dan menggandengnya pulang. Meski awalnya kutahu dia tegang didalam gandenganku, tapi akhirnya Ruth membalas genggamanku. Selama perjalanan pulang kami saling berdiam. Ruth terus menundukan kepalanya sementara aku masih memandang bintang.
Aku mempunyai sahabat yang sangat menyayangiku.
.
.
Aku tersenyum mengingat itu. Tapi senyumanku segera hilang saat melihat bekas kemerahan di pinggangku. Bekas cengkraman sosok itu.
***
Hari-hariku di rumah terasa berbeda dari yang dulu. Para saudariku tidak lagi memperlakukanku seenaknya, mereka bahkan sangat memanjakanku saat ini. Kak Rena berulang kali bertanya apa yang ingin kumakan dan Lyla lah yang akan memasakkannya. Sedangkan si kembar Fea dan Fio menemaniku dan Ruth untuk bersantai atau pun bermain sekedar mengusir kebosanan.
Rasanya sangat menyenangkan berada di tengah-tengah keluarga seperti ini. Tiap malam aku akan menemani ayah bermain catur, yang masih saja sulit untuk di kalahkan. Namun begitu Ruth ikut bermain —apapun itu— ia akan selalu menjadi pemenang. Seolah tidak ada yang bisa mengalahkannya.
Ruth nampak senang bermain dengan si kembar dan Lyla, apa lagi bermain monopoli. Karena perempuan itu akan jadi miliuner diantara ketiga adikku. Sampai tidak terasa aku berada dirumah ini sudah tiga hari.
"Bagaimana permainannya?" Tanyaku pada perempuan yang kini duduk di sampingku. Ikut menikmati pemandangan langit malam lewat jendela kamarku.
"Keluarga anda sangat menyenangkan." Ucapnya kemudian. Sepertinya dia benar-benar menikmati waktunya dengan para adikku.
"Yah, tapi dulu tidak seperti ini."
"Benarkah? Saya tidak begitu mengerti, tapi selama tiga hari di sini membuat saya berfikir inikah yang namanya keluarga dan rumah."
Aku menoleh pada Ruth yang di samping. Dia masih tersenyum memandang langit malam.
"Apa kau.." aku tidak melanjutkan kata-kataku.
"Aku tidak pernah ingat siapa orang tuaku dan dari mana asalku." Ucap Ruth yang mulai menunduk. "Yang aku tahu, saat umurku tujuh tahun ayah tuan Arka membawaku ke rumah itu. Mengajarkanku beberapa hal agar aku.. bisa bekerja di rumah itu. Tuan Arka memperlakukan kami, para pelayan, dengan sangat baik meski tegas. Dan kupikir itulah yang namanya keluarga."
Aku menarik kepala Ruth agar bersandar pada pundakku. Dia menyandarkan kepalanya dengan nyaman di pundakku. Ku elus kepalanya dan kembali melihat langit malam.
"Tapi tiga hari di sini, membuat mataku terbuka. Ternyata seperti ini yang namanya keluarga." Tambah Ruth.
"Tentu saja." Aku merengkuh pundak Ruth dan memeluknya gemas, membuatnya sedikit protes. "Bagiku kau sudah menjadi bagian keluarga ini. Kau sahabat sekaligus keluargaku."
"Be-begitukah?" Ucapnya gugup yang membuatku tertawa. Kenapa perempuan ini akhir-akhir ini menjadi sering gugup bersamaku. "Tapi sebagai apa, adik anda.. atau kakak?"
"Uhmm.. mungkin ibuku."
"Heh?!" Ruth berteriak tidak terima. Dia mendorongku dan mulai memukul pelan pundakku seolah tidak terima. "Aku tidak setua itu! Umurku baru dua puluh dua!"
"Ah, tetap saja kau lebih tua dari ku mama!" Godaku dengan menyebutnya mama.
"Hentikan! Jika aku jadi ibumu, itu berarti aku jadi istri ayahmu."
Tawaku pecah saat mendengar ucapannya. Kutarik Ruth kedalam pelukanku. Memeluknya dengan gemas seraya mengacak rambutnya. Tidak memperdulikan dia yang semakin protes.
"Lusa kita pulang." Ucapku masih memeluknya.
Ruth berhenti meronta lalu mengangguk.
"Kau tetap sahabatku Ruth, meski berada di rumah itu."
"Saya tahu."
Aku mendorong tubuh Ruth dan mengernyit tidak suka. "Kenapa caramu berbicara kembali formal."
"Sudah kebiasaan." Senyumnya tipis.
Kami kembali menikmati pemandangan langit malam, meski otakku memikirkan hal lain. Aku mulai merindukan dia.
Aku merindukanmu Arka..
***
Aku membelalak saat memasuki ruang tamu begitu selesai mandi dan berpakaian. Kupikir ada apa karena rumah yang tadinya ramai dengan suara teriakan Fea, Kak Rena dan Lyla kini sepi dan hening. Dan betapa kagetnya aku melihat dia di ruang tamu duduk di hadapan ayahku. Ayah menunduk dengan wajah pucat, begitu pula dengan para saudariku yang raut wajahnya tidak begitu berbeda. Ruangan ini semakin terasa sempit saat ada empat pria bertubuh besar dan berpakaian hitam di belakangnya. Ketakutanku muncul saat melihat Ruth tersungkur di samping kak Rena yang berjongkok. Wajahnya terdapat lebam di dua tempat, di kening dan pipinya. Di sudut bibirnya terdapat darah segar.
Ku alihkan pandanganku dari Ruth pada dia yang kini tengah duduk dengan menompang kaki di sofa. Ekspresinya datar dan menatapku dengan tajam. Ada emosi yang menggebu di kedua manik emerald yang kini tengah menatapku intents. Membuat ketakutan makin muncul di diriku.
"Aku pikir kau bisa patuh dan tidak mengecewakan." Ucap Arka dingin.
Aku meneguk ludahku dengan susah payah. "Ma-maaf." Hanya itu yang bisa ku ucapkan dengan suara lirih.
Arka mendengus kasar. Lalu memberi isyarat pada keempat pria bertubuh besar yang sepertinya anak buahnya, dua dari mereka mengangguk lalu menghampiri Ruth yang masih duduk di samping kak Rena. Dua pria itu menarik Ruth dari kak Rena dan menyeretnya paksa untuk keluar.
Aku hanya bisa diam saat melihat sahabatku di perlakukan seperti itu. Keringat dingin mulai mengiasi pelipis dan leherku. Tenggorokanku terasa kering mendadak saat melihat tatapan tajam Arka mengarahku. Lalu pria itu bangkit berdiri.
"Aku hanya akan membawa 'istri'ku kembali pulang." Ucapnya.
Ayah menganggukkan kepalanya dengan panik. Sementara Arka berjalan menghampiriku. Apakah dia marah? Apakah dia akan menghukumku lagi? Tubuhku mulai bergetar saat memikirkan itu, namun tidak memberontak saat dia mencengkram lenganku dan menarikku kasar keluar dari rumah. Sebelum sempat keluar aku melihat ekspresi para saudariku. Fea yang menyembunyikan wajahnya di bahu Fio, sementara Fio menggigit bibirnya menghindariku dan mengelus kepala Fea. Lyla yang mulai mengeluarkan air matanya dengan tangan yang munutupi mulutnya, dan kak Rena yang menatapku sedih serta khawatir.
Apa yang telah terjadi?
Diluar terparkir dua mobil di depan pagar rumah, salah satu anak buah Arka yang kuketahui bernama Leon berdiri di samping salah satu mobil itu. Leon membukakan pintu belakang saat Arka menarikku ke arahnya, mendorongku masuk dengan kasar dan kemudian duduk di sebelahku.
"Jalan!" Perintah Arka.
Sopir pun mulai melajukan mobil meninggalkan rumahku. Aku hanya bisa menundukkan kepala atau pun melihat ke luar jendela. Kemana saja asal bukan ke arah suamiku yang ada di samping. Arka di sampingku pun masih diam dan tidak bersuara. Sampai perjalanan telah di tempuh sekitar dua jam dan aku mulai mengantuk serta berniat memejamkan mata, Arka mendengus kasar. Aku sontak membuka mataku lebar-lebar yang tinggal setengah terpejam.
"Kenapa kau kembali ke rumah itu?" Tanyanya.
"A-aku merindukan keluargaku.."
"Dengan pergi tanpa pamit?"
Aku diam sejenak. "Maaf.." jawabku kemudian dengan sangat lirih.
"Aku akan mengganti Ruth dengan yang lain."
Aku segera menoleh pada Arka dan menatapnya tidak percaya. Maksudnya Ruth tidak akan menjadi pelayan pribadiku lagi dan di gantikan orang lain? Dia mau menggantikan sahabatku dengan orang lain?
"Maafkan aku."
Arka hanya diam.
"Sungguh aku minta maaf. Kumohon jangan gantika-uuh!?"
Ucapanku terhenti kala Arka mencengkram rahangku dengan kuat. Menarikku mendekat ke wajahnya. Matanya berkilat marah dan giginya gemeretak karena menahan emosi. Cengkramannya yang menguat membuatku meringis.
"Kau menyukai perempuan itu hah!?" Geramnya.
Apa? Atas dasar apa Arka bertanya seperti itu. Aku kembali meringis saat dia benar-benar mencengkramku dengan kuat seolah ingin menghancurkan rahangku.
"JAWAB!!"
Aku memejamkan mataku kaget saat dia berteriak di depan wajahku. Tanganku yang sedari tadi diam kini menggapai tangan Arka yang tengah mencengkramku berusaha untuk melepaskannya.
"Uugh.. salah.." Aku mencoba bersuara.
Tanpa disangka Arka menghantamkan bibirnya ke bibirku. Melumat bibirku dengan kasar. Tangannya yang semula mencengkram rahangku kini berpindah kebelakang kepalaku dan menekannya. Sementara kedua tanganku berada di dadanya berusaha mendorong pria itu menjauh, meski sia-sia. Ciumannya kasar dan tidak sabaran. Meraup bibirku dengan giginya. Dan dengan teganya dia menggigit bibir bawahku dengan keras.
"Aauoch!!"
Aku berhasil mendorong Arka menjauh lalu mengusap bibirku. Rasa perih dan sakit menyerang saat punggung tanganku menggesek bibir yang luka. Dan saat aku menjauhkan tanganku, aku melihat punggung tanganku yang telah terlumuri darah. Ini keterlaluan.
Dia memarahiku. Dia membentakku. Dia melukaiku. Dan dia menuduhku tanpa alasan. Dia egois. Dia anarkis. Dia kasar. Dia tidak memikirkan perasaanku.
Mataku mulai terasa panas dan pandanganku kabur. Dia tidak mempercayaiku dan melukaiku, padahal jelas-jelas aku mencintainya dan selalu ku ungkapkan. Sedangkan dia yang sering bersama wanita lain bahkan sangat intim saat menyentuh mereka, seharusnya dia yang patut di curigai. Tapi dia malah menuduhku.
Tanpa bisa kutahan aku mulai terisak dan menunduk. "Kenapa kau semudah itu menuduhku? Aku.. bahkan untuk mempunyai pemikiran seperti.. tidak pernah."
Aku terus menunduk meski kurasakan pergerakan Arka mendekatiku. "Aku tidak pernah.. sedikit pun mempunyai perasaan itu pada Ruth. Aku mencintaimu Arka.. bukankah sudah sering kukatakan.. hanya kau!"
Aku menepis tangan Arka yang berniat menyentuhku. Aku beringsut mundur menjauhinya hingga diriku benar-benar menyudut ke pintu mobil.
"Ruth sahabatku.. tapi kau memukulnya. Kau.. kau bahkan berniat merampas sahabatku satu-satunya di rumah itu. Aku benci.."
"Nial." Arka mencengkal tanganku, namun aku berusaha melepaskannya.
"Kamu kasar! Kamu egois! Aku benci.."
"Nial!!"
Arka menarikku agar lebih mendekat padanya. Aku terus berontak dan mendorongnya menjauh dariku. Air mataku terus meluncur membasahi wajahku. Sakit saat mendapat luka atas tuduhan yang tidak beralasan. Dan hatiku semakin sakit saat Arka tidak percaya padaku, bahkan mungkin sedikit pun tidak.
"Aku benci!!"
"Cih! Lihat aku!"
"Tidak!! AKU BENCI PADA—Uhmmmp?!"
Bibirku segera di bekap dengan bibir Arka, membuatku membelalak kaget. Dia mencengkram tanganku begitu erat. Bibirnya mulai bergerak menimbulkan sensasi perih di bibirku yang terluka. Aku mengerang saat lidahnya menerobosku dan bergerak di mulutku. Lembut dan memabukkan. Ciumannya seolah menunjukan permintaan maaf dan rasa penyesalannya. Atau itu hanya perasaanku saja?
"Aku tidak ingin kehilanganmu.." ucapnya setelah melepaskan ciumannya.
Aku menatap Arka. Sepasang manik emeraldnya tidak lagi menatapku tajam melainkan menatapku sendu. Kedua tangannya menangkup wajahku agar tidak berpaling.
"Aku hanya tidak mau kehilanganmu."
Mendengar itu hatiku yang tadi terasa sakit mulai menghangat. Kenapa lagi-lagi aku seperti ini? Mudah sekali terbujuk akan sikapnya. Jika dia menyakitiku lagi, aku tetap dengan mudahnya dapat kembali menerimanya. Sepertinya aku memang sudah sangat-sangat mencintainya.
Arka mengecup bibirku lembut. Lalu pindah ke kening, hidung. kedua pipiku dan rahangku. Sampai akhirnya kembali ke bibirku. Mengecup lembut dan sesaat berulang kali. Lalu menempelkan dahi kami.
"Berjanjilah untuk tidak meninggalkanku."
Aku mengangguk.
"Berjanjilah untuk terus disisiku."
"Tentu.."
"Berjanjilah untuk terus mencintaiku."
"Aku memang mencintaimu.. selalu."
Arka menyeringai. Lalu wajahnya kembali mendekat ke wajahku. Menempelkan bibirnya ke bibirku.
Berapa kali pun kau menyakitiku.. mungkin aku akan tetap seperti ini,
Mencintaimu.
***
Aku segera menghampiri Ruth begitu mobil berhenti di depan rumah dan melihatnya tengah dipapah oleh Leon. Meminta maaf berkali-kali padanya karena tidak enak. Ruth hanya tersenyum dan mengatakan tidak apa-apa.
Untunglah Arka tidak jadi mengganti Ruth, asalkan aku menjaga jarak dengan Ruth. Tidak apa jika di depan Arka aku menjauhi perempuan ini, toh saat dia kerja kami bisa kembali bercakap-cakap seperti biasa. Tentu saja berhati-hati agar tidak ketahuan pelayan lain. Mereka bisa melapor pada Arka dan habislah sudah.
"Nial!"
Aku segera menoleh dan melihat Arka menatapku tajam. Kembali menghampiri suamiku itu setelah untuk kesekian kalinya meminta maaf. Begitu sampai di sampingku Arka segera menggenggam tanganku dan menarikku masuk. Mendapati sikapnya seperti ini aku tersenyum tipis.
Senyum tipisku segera menghilang saat melihat seorang pria diantara jejeran pelayan Arka di depan pintu. Dan saat pandangan kami bertemu, orang itu segera menyeringai. Seringaiannya seperti pernah ku lihat, entah di mana aku. Aku terus memandang orang itu sampai sebuah tangan merengkuh bahuku.
"Ada apa?" Tanya Arka yang menatapku heran.
Aku tersenyum dan menggelengkan kepala. "Tidak apa-apa."
Mungkin hanya perasaanku.
[Chapter 12 End]
⇨ Q & A ⇦
Nao: *melambaikan tangan pada readers* Hallo… kali ini Nao akan membahas pertanyaan para Readers yang di tunjukkan untuk character LY! ╮(╯▽╰)╭
Yang pertama, silahkan buat Mr. Hankal untuk mengisi tempat yang telah disediakan.
Arka: *masuk panggung dan langsung diduk di sofa yang telah di sediakan*
Nao: (anjiiir gak sopan banget tanpa nyapa atau basbus langsung duduk) *smile* berhubung kebanyakan pertanyaan di tunjukan buat Arka… jadi yang muncul cukup dia doang. ╯ 3╰)/
Nial: *masuk sambil ngelempar author pake wedge*
Nao: Kampreet! Siapa yang lempar nih sepatu kayu kekepala gue?!
Nial: Aku, ada masalah huh?! *nodongin linggis yang udah diasah (?)*
Nao: ehehehe gak kok. Silahkan duduk mrs. Hankal ╯﹏╰" (Anjiiir berubah jadi iblis dia)
Ok. Kita mulai aja ya~
Q1 for Arka⇨dari Lttleapple: "rahasia arka?"
Nao: Monggo dijawab~
Arka: Banyak!
Nao: …
Nial: …
Arka: ?
Nao: Udah gitu doang?! *garukin tembok*
Q2 for Author ⇨ dari abbss08: "knp bisa buat cerita yang membuat semua anggota tubuhku penasaran?"
Nao: Gak nyangka ada yang nanya ke Nao juga ╰( ̄▽ ̄)╭ *hug abbss08*
Jawabannya, karena otak gila nan mesum Nao hobi bikin orang penasaran.
Nial: Aku tidak menyangka yang menciptakanku cewek gila macam dia.
Arka: Yang tidak disangka itu kenapa cewek sepertinya belum dikirim juga ke RSJ.
Q3 for Arka ⇨ dari adelvia: "apa memang arka itu iblis?"
Arka: Bukan.
Nao: Iya Arka itu bukan iblis. Tapi bokapnya iblis!
Nial: eh… kukira dia anaknya iblis.
Arka: *sepak kepala author*
Nial, jika kau tidak menjaga mulutmu… akan kukunci dengan bibirku sepanjang malam. Atau dengan *piiiiiip*
Nial: *blushing* Σ( °////△///// °;;)︴
Nao: Anjiir… dilarang melakukan hal-hal mesum!! o(╯A╰)o
Kecuali atas seijin otak saya!
Nial: *tabok author*
Q4 for Arka⇨ dari Mariodiaz153: "apa yang di sembunyikan arka?"
Nial: (bagus! Pertanyaan yang kutunggu-tunggu.) *H2C*
Arka: Jika aku memberitahu, itu berarti aku tidak menyembunyikan apa pun kan?! Berarti biarlah itu tetap menjadi rahasia sampai saatnya terbongkar sendiri.
Nao: GUBRAK!! *Jatoh dari bangku* Kalau gini bukan Q&A namanya!!! ( ╯° A °)╯~┴┴ *Banting meja*
Nial: *mewek karena gak jadi tau perasaan Arka yang masih samar-samar buram (?)*
Q5 for Arka & Nial ⇨ dari deborahestina: "sifat asli dan kepribadian arka.. nial maso?"
Arka: Entahlah… yang menilai orang lain.
Nao: (sifatnya egois, keras kepala, munafik, dan posesif, serta punya hobi yang menjurus dengan sekuhara) Oh berarti biarkan para pembaca yang menilai.
Nah Nial?
Nial: Eh?! Uhm… aku bukan maso.
Nao: Benarkah?! Tapi kenapa kau senang saat Arka menciummu kasar? *kedipin mata cacingan* (A/N: lihat chap 9-10)
Arka: Ya, kau nampak sangat menyukainya~ *smirk*
Nial: I-itu karna entah kenapa… ra-rasanya lebih.. mendebarkan ╯////︿////╰
Nao: hoooh… berarti kau maso!
Nial: Bukan!
Arka: Kalau gitu kita buktikan saja di chapter selanjutnya.
Nial: Eh?!
Nao: Oh benar! Chapter selanjutnya full dengan pembuktian apakah Nial maso atau tidak.
Nial: APA?!
Arka: oh… serahkan saja padaku. Jika dia bukan Maso, akan ku buat dia begitu. *kedipin sebelah mata*
Nial: HAH?!
Nao: Err caranya?
Arka: I'll rape him.
Nial: *ambruk di tempat*
\( ̄////A//// ̄;;)/
Ok! Yang pengen panas-panasan unjuk votment!! Gyaaaa!!!! ╮(╯▽╰)╭
Dengan syarat Vote +150 koment +50… kurang dari itu skip buahahahaha ╰( ̄▽ ̄)╭
See you —ekhem— next chapter~…
I LAP YU♥
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top