10th Chapter
Warning! +20
Loving You! 10th Chapter:
*** Making Love ***
"Ungh.." Aku menggeliatkan tubuhku dan mengucek mataku.
Dengan lemas aku bangun dan menatap jam diatas nakas yang menunjukan pukul lima pagi lewat lima menit. Seolah sudah teralarm secara otomatis, beberapa hari ini aku selalu bangun sekitar pukul lima. Menguap sebentar, aku beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah selesai mandi dan berpakaian aku segera keluar kamar untuk membuat sarapan. Semenjak sikap Arka berubah, dia selalu meminta agar hanya aku yang menyiapkan makanan untuknya. Aku tidak keberatan, aku justru merasa sangat senang.
Sebelum turun kebawah menuju dapur, aku menatap pintu kamar Arka. Meski sikapnya telah berubah kami masih belum tidur sekamar. Lagi pula suamiku tidak mengijinkan siapa pun masuk ke kamarnya termasuk aku.
Aku menghela nafas dan segera turun menuju dapur. Seperti pagi-pagi sebelumnya, setelah aku selesai membuat sarapan Arka akan segera muncul. Menikmati sarapan berdua sambil berbincang ringan. Lalu dia akan pergi meninggalkanku untuk pergi kerja.
Haaah..
Aku akan kembali menghabiskan waktu yang membosankan. Apa yang akan ku lakukan hari ini? Membaca. Hampir semua buku yang ada di perpustakaan di rumah ini sudah ku baca. Berenang. Lusa kemarin aku sudah berenang seharian di pantai saat kencan.
Atau aku bisa bebersih rumah seperti yang biasa kulakukan saat libur di rumahku dulu? Ok. Arka akan murka saat tahu para pelayannya tidak bekerja. Oh astaga, aku sangat bosan!!
"Tuan?"
Aku yang sedang duduk disofa ruang tengah menoleh saat mendengar panggilan Ruth. Perempuan itu sudah tidak mengenakan seragam pelayannya. Dia mengenakan kaous lengan panjang dengan V-neck. Bawahannya mengenakan rok remple selutut. Rambut coklatnya ia kuncir tinggi-tinggi. Cantik sekali.
"Anda ingin ikut? Saya mau pergi untuk membeli beberapa bahan makanan dan keperluan."
Aku berbinar senang saat mendengarnya. Akhirnya aku bisa berjalan-jalan juga dan keluar lagi dari rumah ini. Tanpa buang waktu aku segera mengangguk semangat.
"Anda ingin menggunakan motor atau mobil?"
"Ada motor?" Tanyaku heran.
"Milik Leon. Dan tuan Arka sudah mengijinkan jika anda ingin menggunakannya."
Hmm.. mungkin naik motor saja. Aku pun segera memutuskan pergi dengan naik motor. Ruth segera memberikan kunci dan helmnya setelah aku mengambil jaketku. Motor Leon merupakan motor besar modifikasian. Berwarna hitam dengan perpaduan orange dan merah.
Keren. Mungkin aku bisa meminta yang seperti ini juga pada Arka nanti?
Setelah siap, Ruth pun duduk di boncengan dan kami segera melesat pergi. Baru kusadari rumah Arka tepat di belakang hutan pinus diujung tebing. Hanya ada jalanan beraspal yang memuat untuk satu mobil. Butuh waktu lima belas menit dengan mengebut untuk keluar dari hutan pinus ini menuju jalan raya sesungguhnya. Lalu sepuluh menit untuk sampai ke perkampungan terdekat dan sepuluh menit lagi untuk memasuki perkotaan. Aku tidak menyangka jika rumah yang kutinggali benar-benar sangat terpelosok.
Sekitar sejam akhirnya kami sampai di tempat perbelanjaan. Aku segera memarkirkan motor dan melepaskan helm, begitu juga Ruth. Lalu dengan alaminya Ruth menggelayuti tanganku seolah ia kekasihku. Aku tidak keberatan, tapi bagaimana reaksi Arka jika melihat kami seperti ini?
Ruth mengajakku untuk membeli bahan makanan selama sebulan. Ok aku menyesali memilih pergi dengan menggunakan motor saat mengetahui belanjaan kami sebanyak ini.
"Tenang saja tuan, akan ada pelayan lain yang mengambil ini. Jadi kita tidak perlu repot-repot membawanya." Ucap Ruth seolah mengetahui kekhawatiranku.
Aku bernafas lega. Dan benar saja, setelah kami membayar semuanya dan menunggu sebentar, sudah ada empat pelayan yang membawa belanjaan kami pulang terlebih dahulu.
Kuraih tangan Ruth, dan menggandengnya. "Jadi.. kencan sebelum pulang?" Godaku padanya.
Ruth tertawa. "Jika tuan Arka tahu, saya akan di penggal." Candanya.
Aku hanya terkekeh lalu menariknya untuk berjalan-jalan menelusuri pusat perbelanjaan ini. Mengunjungi beberapa toko hanya untuk melihat-lihat tanpa berniat membeli. Tanpa terasa waktu hampir menunjukan tengah hari. Akhirnya kami memutuskan untuk makan siang sebelum pulang.
"Nial."
Aku mendongak dan mengurungkan niatku melahap pasta yang sudah ku pesan. Seorang pria tinggi berambut hitam berdiri di depan meja kami dengan pesanan di tangannya. Senyum lebar menghiasi wajah pria itu.
Aku mengernyitkan kening heran saat melihat pria ini. Aku tidak kenal dengannya tapi merasa familiar dengan wajahnya. Lalu tanpa meminta ijin dia duduk bersama kami. Membuat Ruth menatap tajam pada pria itu.
"Kau pasti lupa. Aku pria yang melukaimu di mini market waktu itu." Ucapnya mengingatkan.
"Oh.. ya. Maaf aku tidak tahu."
"Tidak apa? Lagi pula kau memang tidak tahu aku. Kamu bisa memanggilku Kai." Dia tersenyum kepadaku dan mulai melahap makanannya yang di bawa kemari.
"Ekhem!" Aku dan Kai menoleh pada Ruth yang berdeham.
Aku tahu Ruth tidak suka dengan kehadiran Kai. Terlihat dari tatapan tajamnya yang seolah-olah berusaha mengusir pria ini tanpa kata-kata. Tapi sepertinya Kai tidak peka.
"Siapa dia Nial?" Tanyanya dengan wajah polos. Meski lagi-lagi aku tidak dapat melihat sinar kepolosan di matanya. Onyx itu masih terlihat redup, berbanding terbalik dengan ekspresi wajahnya.
"Perkenalkan aku Ruth. Istri Nial!" Aku hampir tersedak saat mendengar ucapan Ruth kalau saja saat ini aku sedang minum.
Kulihat Ruth tersenyum manis lalu duduk merapat padaku. Kai menatap kami tanpa ekspresi sebelum akhirnya tersenyum, menyeringai, terkekeh dan tertawa. Membuat pengunjung lain menoleh kearah kami karena tawanya yang cukup lantang.
"Jika memang benar.. kalian sangat serasi." Tukas Kai santai dan kembali melahap makanannya.
AKu melirik Ruth yang menatap tajam Kai, namun kemudian berusaha mengacuhkannya. Sesekali kami berbincang meski Kai dan Ruth seolah tak berniat untuk saling mengenal satu sama lain. Jadi aku mengobrol dengan Kai atau aku mengobrol dengan Ruth, terus seperti itu.
"Lukamu.."
Aku ikut melihat ke arah pandang Kai. Luka dua hari lalu kini sudah mengering dan nampak kemerahan.
"Uhm ya?"
"Seingatku tidak selebar itu?" Kai mengernyitkan alisnya.
"Oh ini.. sempat tertancap ujung pensil." Dustaku. Aku tidak mungkin mengatakan tertancap gigi Arka.
"Anda terluka?" Ruth ikut melihat dan mengernyitkan kening.
Kenapa aku merasa orang-orang bereaksi berlebihan saat mendapati diriku terluka? Dan itu hanya luka gores. Aku tersenyum nervous dan mengatakan aku baik-baik saja. Meminta mereka berhenti menatapku aneh.
Setelah selesai makan aku dan Ruth memutuskan untuk pulang. Namun saat akan berpisah dengan Kai, aku merasakan hawa tidak enak menguar darinya. Dan sebuah seringaian yang ku anggap mengerikan saat melihat ke pergianku.
***
Aku menghirup nafas sebanyak-banyaknya saat kepalaku berhasil muncul ke permukaan air. Setelah pulang bersama Ruth tadi aku memutuskan untuk berenang hingga Arka pulang. Rasanya menyegarkan saat dinginnya air dan hembusan dinginnya udara pegunungan menyergapku bersamaan.
Aku mendongak menatap langit yang mulai berwarna senja dan membiarkan tubuhku terapung di air. Entah kenapa hidupku akhir-akhir ini terlalu santai. Membuatku yang biasanya sering melakukan aktivitas jadi merasa bosan.
"Kau akan masuk angin jika terus-terusan di dalam air seperti itu."
Aku yang sempat memejamkan mata kini membelalak terbuka. Dengan perlahan aku menenggelamkan tubuh bagian bawahku agar menapak di dasar kolam dan berdiri. Kulihat Arka sedang bersimpuh di pinggir kolam dan tersenyum kepadaku. Sejak kapan ia di sana?
"Keluarlah." Pintahnya yang kujawapi dengan anggukan.
Setelah mencapai pinggir kolam aku segera keluar dari kolam renang. Kusisirkan poni yang jatuh menutupi sebagian wajahku kebelakang seraya menghampiri Arka. Sementara air masih terus menetes deras dari tubuhku.
"Apa?" Tanyaku heran.
Arka bergeming menatapku. Ekspresinya berubah datar dan tidak terbaca. Hatiku menerka-nerka apakah aku melakukan kesalahan lagi? Tapi tadi dia sempat tersenyum padaku.
Belum sempat aku mengetahui perubahan ekspresi suamiku, Arka tiba-tiba menarikku kedalam pelukannya. Menangkup kepala belakangku dan meraup bibirku. Kusadari ciuman Arka kali ini lebih menuntut. Tak jarang dia menggigiti bibir bawahku dan menghisap lidahku kuat-kuat.
Tangan Arka yang lain bergerak menyusuru kulit tubuhku. Mengelus dari punggung yang berpindah kepinggang lalu perutku. Tangannya bergerak di sana memberikan sensasi menggelitik yang menyengat.
"Uh.. hhmmn.."
Aku berusaha mengimbangi ciuman Arka, namun lagi-lagi aku selalu kalah dan dia mendominasi ciuman kami. Lidahnya bergerak liar di mulutku. Membuat air liur kami yang bercampur menjadi satu mengalir keluar membasahi daguku.
"Kau selalu membuatku.." Nafas Arka tersengal setelah melepaskan bibirku dan suaranya berat seolah menahan sesuatu. "Aku lapar.. boleh aku memakanmu?"
"Nggh.. Ah!"
Aku mengerang ketika lidah Arka menjilat kupingku dan mengulumnya. Lidahnya bergerak-gerak di sana membuatku menggeliat tak nyaman. Aku berusaha mendorong tubuh Arka. Tapi kedua tangan suamiku menahan kepalaku agar dia dapat terus bermain disekitar telingku.
"Aangh.." rintihan meluncur dari bibirku saat Arka menggigit telingaku.
"Kau sangat sensitif." Bisiknya seduktif.
Arka kembali mengecup bibirku dengan kecupan-kecupan kecil yang berulang. Salah satu tangannya turun mengelus leherku. Terus turun dan berakhir didadaku.
Aku merasa di sengat listrik saat Arka mencubit putingku. Membuatku menjerit aneh karena sensasi aneh yang mendadak itu. Darahku berdesir dan seolah bergerak cepat menuju ubun-ubunku saat jemari Arka terus memainkan putingku.
"Engh.. henti.. ah.. hent-Ungh?!"
Aku tidak bisa menjauh darinya. Tangan Arka yang lain mendekap bahuku —tidak mengijinkanku lepas darinya. Kakiku mulai gemetar dan terasa lemas.
"Pliss.. berhenti.. uhh!"
Kugigit bibir bawahku menahan desahan yang tidak henti-hentinya meluncur. Sementara jari Arka terus bergerak disana. Menekan dengan jempolnya dan kemudian menekannya. Kembali mencubit dan memimilin serta menariknya. Membuatku semakin merasa diawang.
"Kenapa kau memasang ekspresi seperti itu Nial?" Aku mendongak dan menatap Arka yang menyeringai. "Bermaksud memancingku hm?"
"Ahk?!" Aku refleks mencengkram kemeja Arka saat dia mencubit putingku dengan keras dan menariknya.
"Cu-cukup!!" Rengekku dan memukul dadanya.
Aku menolak bukan berarti tidak suka. Hanya saja di sentuh seperti ini di tempat terbuka membuatku merasa panas dingin seperti orang meriang. Apalagi kondisiku baru saja selesai berenang dan hanya mengenakan celana pendek. Membuat Arka lebih bebas menjamahku, dan itu rasanya seperti mengalirkan sengatan disetiap sentuhan kulit kami.
"Kakiku.. lemas." Gumamku.
Arka terkekeh dan masih memeluk bahuku. Sementara aku masih berdiri bersandar padanya untuk menompang tubuhku. Kurasakan tangan Arka mengelus punggungku. Dan sedetik kemudian dia menghentakanku ke atas yang membuatku refleks mengaitkan kaki di pinggangnya.
"Kalau begitu kita lanjut di kamarmu." Senyumnya.
"Eh?!"
***
Aku menatap Arka yang menciumi lembut tanganku. Bibirnya terus mrmberikan kecupan-kecupan kecil dari ujung jemariku yang kemudian bergerak ke punggung dan telapak tangan. Turun ke pergelangan tangan yang terus dilanjutkan hingga kelenganku.
Jauh di dalam hatiku aku merasakan ketakutan yang sangat dalam. Seolah menjadi trauma saat sentuhan intim Arka terus berlanjut. Membangitkan sebuah memori ingatan yang mengerikan. Yang kuharap semua itu tidak pernah terjadi.
"Ssstt.. aku akan lembut." Ucapnya menenangkanku.
Aku hanya mengangguk meski masih takut dan mencoba mengusir rasa takut itu. Aku memejamkan mataku saat Arka mencium keningku lembut.
Saat ini aku sedang berada di pakuannya di atas ranjang milikku. Tangan kanannya memeluk pinggangku protektif sementara tangan kirinya mengelus pipiku dengan lembut. Mataku terus terpejam menikmati kecupan-kecupan lembut di seluruh wajahku. Dan membukanya kembali saat tidak merasakannya lagi.
"Bagaimana jika kau yang memulainya?"
Wajahku terasa memanas saat langsung mengerti maksud Arka. Jantungku semakin berdegup kencang karena gugup. Dengan ragu aku mengecup bibir Arka yang kemudian melumatnya. Tanganku bergerak membuka kancing kemeja Arka satu persatu. Kedua manik emerald Arka tertutup entah sejak kapan, membuatku melakukan hal yang sama.
Bibirku terus bergerak menyesap manisnya bibir suamiku. Dan dia pun melakukan hal yang sama dengan sangat lembut. Setelah berhasil menanggalkan kemejanya, kuusap lembut tubuh Arka. Mengingat setiap inci bentuk tubuhnya di otakku.
Lidahku terjulur menjilat bibir Arka untuk meminta ijin masuk. Dan saat Arka membuka bibirnya aku tidak menyangka jika lidahnya ikut keluar. Mendorong lidahku untuk kembali masuk.
"Uhhmm.."
Belum sempat aku membalas lidahnya Arka segera membaringkanku diatas ranjang. Kepanikanku muncul saat kurasakan jemari tangannya menyelip di sela celanaku.
Sreet!!
"Hiiiaaah!?"
Aku segera bangun dan duduk bersimpuh, mengambil bantal secepat kilat untuk menutupi daerah privasiku. Wajahku terasa terbakar sekaligus merasa kesal melihat suamiku menyeringai dan melempar celanaku asal. Aku tahu kalau pada akhirnya aku akan telanjang. Tapi kupikir itu secara perlahan, bukannya malah main sreet!
"Mukamu merah Nial." Ucap Arka dengan wajah polosnya.
"Jangan melakukan itu!" Pekikku sebal.
"Melakukan apa?"
"Uhg.. Menelanjangiku tiba-tiba. Bukankah kau akan melakukannya dengan lembut?!" Gerutuku tak suka.
Arka tertawa. "Aku memang bilang begitu. Tapi bukan berarti aku akan melakukannya dengan perlahan."
Aku mendelik sebal pada suamiku. Ok dia sudah tidak mengacuhkanku dan bersikap kasar, tapi sekarang dia sangat senang menggodaku. Membuatku kesal setengah mati karena sikapnya seperti ini.
"Kau merusak mood ku!"
"Oh ya? Kurasa tidak."
"Eh?! Tu-tunggu.. apa yang-Angh!!"
Protesku terputus saat Arka berhasil merebut bantalku dan tanpa babibu lagi mencengkram penisku. Membuatku merasakan sengatan listrik yang meluncur dari sana ke otakku. Belum sempat aku mengembalikan kesadaranku dari 'kejutan listrik' tadi, Arka mencengkram kedua pergelangan tanganku dengan tangannya yang lain. Sementara tangannya yang ada di penisku mulai bergerak dengan gerakan familiar.
Darahku berdesir dengan saraf-saraf tubuhku yang terasa lumpuh seketika. Nafasku mulai terputus-putus mengikuti gerakan tangannya yang ada di selangkanganku. Pandanganku mulai terasa berkabut karena hasrat yang semakin menguasai. Rasanya sangat berbeda dengan waktu ini. Yang ini lebih.. menakjubkan.
"A—aangh!!!"
Aku mendesah panjang saat merasakan rongga mulut yang hangat dan lembab menyelubungi penisku. Dan benar saja, kepala Arka berada di antara kedua kakiku!!
"Uhnn.. oh! Tung.. Aahhn!!?"
Kurasakan bibir Arka meraup milikku semuanya. Lidahnya memanjakanku didalam mulutnya yang hangat. Otakku terasa nge blank, kesadaranku terasa di tarik tapi aku masih bisa —dengan sangat nyata— merasakan apa yang tengah di lakukan mulut Arka. Mengulum dan menyedot. Menjilat yang kemudian meraup milikku sebelum dia menaik turunkan kepalanya.
Aku hanya bisa meracau dengan mengeluarkan erangan-erangan tertahan. Tanganku sudah menyusup diantara helaian pirangnya, menekan kepala Arka seolah tidak rela bila ia berhenti sekarang. Nafasku tersengal karena jantung yang berdetak terlalu cepat. Perutku terasa melilit karena sensasi yang.. aku tak bisa mendeskripsikannya!!
Tidak lama aku merasakan sesuatu. Perutku semakin melilit. Kurasakan milikku serasa ingin meledak. Membuat pikiranku berada di ambang batas. Apalagi Arka semakin gencar menaik turunkan kepalanya dengan otot pipi dan lidahnya yang menjepit milikku.
"Aaaahhh!!"
Aku memuntahkan muatanku di mulut Arka. Tenagaku seolah hilang dalam sekejap. Aku merasa lega tapi juga merasa lelah. Ingin rasanya aku mengatupkan kelopak mataku untuk beristirahat jika saja aku tidak mendengarkan panggilan Arka.
"Nial."
Arka menatapku intens. Manik emeraldnya seolah memerangkapku. Indah. Apakah keindahan itu dapat menenggelamkanku?
"Uhg!?" Aku tersentak kaget saat merasakan jari Arka menekan lubangku.
"Rileks Nial."
Rasanya aneh. Benar-benar aneh!! Aku tidak suka saat merasakan benda asing menerobos diriku. Bergerak perlahan disana dengan gerakan maju mundur. Ini.. aneh.
"Ungghh.."
"Rileks.. jika terasa sakit kau harus bilang."
Bibir Arka meraup bibirku. Melumat bibirku dengan gerakan sensual. Seolah mengalih perhatianku dari bawah sana ke aktivitas bibirnya. Aku kembali berjengit saat menyadari jari Arka yang lain ikut melesak masuk. Rasanya sedikit perih, tapi entah kenapa nikmat juga.
"Ungh.. mmhhng.. fhuuahh uhm.."
Aku terus mendesah dibibir Arka. Sudah ada tiga jari yang kini bergerak di dalamku. Membuatku mendesah diantara rasa sakit dan nikmat.
"Aahh!!"
Aku menjerit pelan saat bibir Arka berpindah meraup putingku. Menggelitik dengan di tempat yang benar dan gerakan yang tepat. Aku tidak bisa memikirkan apapun lagi selain fokus pada sentuhan-sentuhan Arka. Dan rasanya aku menjadi gila ketika tangan Arka yang lain kembali meraih penisku dan bergerak naik turun.
"Aarrkkhhaaahh!!"
Untuk yang kedua kalinya aku orgasme dan kali ini di tangan Arka. Seluruh sendiku terasa lepas. Meski kurasakan pergerakan Arka, tapi mataku sangat sulit untuk terbuka. Aku ingin istirahat. Ini benar-benar menguras tenagaku.
"Aku sudah tidak dapat menahan diri lagi Nial."
Aku mencoba membuka mata saat tangan Arka menangkup wajahku. Dan aku sukses terbelalak lebar merasakan sesuatu yang lebih besar menekan lubangku. Aku menatap mata Arka yang berkabut —karena hasrat yang mungkin sudah tidak dapat dia tahan— itu dan mengulurkan tangan memeluk lehernya.
Aku takut. Aku belum siap. Tapi aku tidak bisa berhenti dan membiarkan Arka menderita karena menundanya. Aku butuh penenang. Maka dari itu aku menarik Arka dan meminta ciuman untuk mengakih perhatianku dari ketakutan.
"Mmhh.."
"Nial.. kumohon aku.."
"Tunggu!" Aku masih belum siap. Kucium Arka dengan sedikit bernafsu agar dapat mengulur waktu dengan mengalihkan hasratnya pada ciuman kami. Arka membalas ciumanku, sementara ujung penisnya mulai bergerak melingkar di sekitar lubangku. Seolah melumurkan sesuatu di sana dengan menggodaku.
Dan ketika Arka membisikan namaku seduktif, kurasakan Arka mulai menerobosku. Awalnya kurasakan takut karena benda itu terus menekan. Lalu rasa perih seolah kulitku robek perlahan di sana kurasakan. Dan rasa itu berubah menjadi sangat sakit karena aku benar-benar merasa terbelah dua. Aku memejamkan mataku rapat-rapat dan menggigit bibir bawahku. Kurasakan cairan bening lolos dari sudut mataku. Ini sungguh menyakitkan!!
"Nial kau baik-baik saja?" Terdengar kekhawatiran di nadanya.
Aku membuka mataku perlahan dan mendapati Arka memandangku cemas. Sepertinya dia sudah berhasil masuk sepenuhnya karena aku merasakan diriku terasa penuh dan sesak di sana. Aku mengecek apakah aku sudah bisa beradaptasi dengan mengedutkan dinding-dinding anusku.
"Shit! Aku sudah tidak tahan lagi.." geram Arka.
"Uh.. pe-perlahan." Ucapku memberitahu.
Arka mengangguk dan mulai menarik miliknya. Rasa sakit kembali kurasakan. Dia terus melakukan gerakan in out dengan perlahan. Membuat rasa sakit tadi sedikit demi sedikit di iringi rasa nikmat. Aku yang awalnya mengerang-erang kini mulai mendesah-desah seiring bertambah cepatnya gerakan Arka.
"Aaah!"
Mataku terbelalak saat merasakan sesuatu. Seolah menimbulkan kejutan listrik disana.
"Aah!!" Lagi. Aku kembali merasakan sesuatu yang membuatku sekejap kehilangan kesadaraan saat Arka menumbuk satu titik didalam sana.
"Disini ya?"
"Apa yang.. Aaahn?!" Aku kembali menjerit nikmat saat Arka mengenai titik itu lagi. "Aah.. aah.. Arkaahh.. aah.."
Aku tidak bisa berhenti merintih saat merasakan gelombang nikmat berkali-kali. Pikiranku semakin jauh. Membuatku hanya bisa merintih dan mendesah atas reaksi dari kenikmatan yang kurasakan. Rasanya membuatku gila!!
Seperti inikah rasanya bercinta. Merasakan orang yang kau cintai lewat sentuhan dan gerakan langsung. Seakan memebawamu ke awang hanya dengan melakukan ini. Tidak perlu kata-kata. Tidak perlu hadiah. Karena kau akan merasakan kebahagian karena nikmat dan rasa lega atas ini semua. Membuatmu seolah tengah menggenggam dunia.
"Aaahh!!!"
Aku mendesah panjang saat melepaskan bebanku diiringi sesuatu yang hangat mengisi tubuhku. Aku segera terkulai lemas. Jari-jari tanganku yang sejak tadi mencengkram sprei seolah tak berdaya. Aku benar-benar lelah tapi sekaligus merasa bahagia. Kurasakan Arka menarik dirinya keluar.
Dia merunduk dan mengecup keningku. Kulingkarkan tanganku kelehernya.
"Aku mencintaimu.. sangat." Bisikku.
"Ya.. aku tahu itu. Tidurlah."
Tak butuh waktu lama aku jatuh ke alam mimpiku. Apakah yang tadi justru mimpi? Semoga saja tidak.
.
.
.
"Unghh.." aku menggumam pelan. Mengerjapkan mata perlahan lalu menguceknya.
Aneh? Tubuhku terasa ngilu dan lengket. Aku juga merasakan beban di pinggangku. Karena penasaran aku membalikan tubuhku dan menoleh untuk melihat sesuatu yang berada di belakang —yang sejak awal terasa mengurungku.
Jantung seakan jatuh dari tempatnya dan nafasku tercekat. Kulihat wajah Arka hanya beberapa senti meter dari wajahku. Dan seolah tersadar kejadian tadi muncul di kepalaku. Wajahku sontak memanas karena bayangan itu semakin jelas.
Astaga!! Aku sudah melakukannya dengan Arka!!!
"Hhn.."
Aku menoleh panik saat mendengar Arka menggumam. Lalu sepasang manik emerald itu muncul dari balik kelopak matanya. Membuatku membeku seketika.
"Hai." Sapanya.
"H-hai.."
Arka tersenyum tipis lalu mendekapku erat. Jantungku berdegup kencang dan tubuhku terasa membeku. Aku bingung harus melakukan apa sementara kurasakan wajahku semakin memanas.
"Sakit?"
"Uhmm.. hanya ngilu."
"Maaf. Aku kurang mengendalikan diri." Arka mengecup puncak kepalaku. "Aku menyayangimu Nial."
Mimpikah ini? Apakah aku masih tertidur. Oh Tuhan kuharap semua ini nyata. Kurasakan sensasi menggelitik di dadaku. Inikah yang namanya sensasi 'kupu-kupu berterbangan'? Rasanya benar-benar membahagiakan.
"Aku mencintaimu Arka. Sungguh!" Ku peluk Arka kuat-kuat mengacuhkan rasa ngilu yang kembali kurasakan.
Aku benar-benar sangat bersyukur. Setelah mendapat luka hati berkali-kali akhirnya perjuanganku mendapatkan hasil. Aku sungguh-sungguh bersyukur atas semua ini.
"Mau melakukan satu ronde lagi?"
Ok sepertinya aku terlalu banyak bersyukur.
[Chapter 10 End]
Menjabarkan sesuatu yang tidak pernah kau rasakan itu sulitnya bukan main. Masih ragu-ragu, apakah ini tidak aneh? Benarkah seperti ini? Jadi Nao harap kalian tidak kecewa bila adegan ML-nya gak hot. Dah aku mah apa atuh.. cuma author dengan pengalaman dan pengetahuan minim yang mesumnya bukan main. Dan ini adalah chapter terpanjang yang pernah Nao buat.
Votment?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top