3
Haidar mencoret dua paragraf dari bab satu milik Melani. Pria itu melirik pacarnya—baginya, ini masih terdengar janggal—lalu fokus pada enam lembar tugas bimbingan pertama Melani. Sedari tadi, ia membolak balik lembar-lembar itu dan belum menemukan inti tulisan dari penelitian yang Melani ajukan.
“Salah lagi, ya, Pak?”
Haidar kembali menatap Melani, lalu tersenyum maklum. Pria itu sebenernya sedikit heran, mengapa masih ada mahasiswa yang tak bisa membuat latar belakang dan tujuan penelitian dengan baik. Ia jadi penasaran. Gadis sekelas Melani ini, bisa apa?
Melani si selebritis Instagram. Haidar tahu itu. Para mahasiswa kampus ini membicarakannya. Meski ia tak begitu mengikuti jejak karier Melani sebagai selebgram, ia tahu siapa Melani, karena pernah satu dua kali melihat laman Instagram gadis itu.
Yang ia tahu, Melani adalah mahasiswa abadi yang menghilang selama satu tahun setelah ia tolak pengajuan judul skripsinya. Hal itu setengah membuatnya kesal, setengah lagi merasa bersalah. Apalagi, saat tahu angkatan Melani sudah lulus semua, tinggal gadis itu yang masih berjuang. Ia menunggu Melani, tetapi gadis itu tak kunjung datang bimbingan. Setelah lelah menunggu, Haidar ingin meminta tata usaha program pendidikan untuk menghubungi Melani, tetapi tak jadi. Gadis itu datang, meminta bimbingan dan sebuah hubungan.
Hubungan tak normal yang hanya akan berjalan selama enam bulan. Itu yang Haidar tangkap dari ucapan Melani saat kembali bertemu dengannya.
“Iya.” Mau tak mau, Haidar mengangguk. Meski tak tega setiap melihat wajah tertekan Melani, pria itu harus menjawab tegas dan apa adanya. “Kamu ... harusnya bisa membuat tujuan yang lebih baik dari ini.”
“Saya nggak kepikiran apapun. Menurut saya, tujuannya sudah jelas. Agar perusahaan tahu seberapa baik sistim komunikasi yang sudah diterapkan.”
“Iya, tetapi tujuannya harus lebih spesifik. Kamu coba minta wawancara sedikit dengan bagian corporate communication pabrik ini, untuk bertanya apa goals mereka terhadap sistim yang ada saat ini. Apakah ada kendala dan mereka memiliki rancangan rencana untuk menyelesaikannya? Dengan begitu, tujuan penelitianmu terjabarkan lebih riil.”
Sesuai dugaan Haidar. Melani menghela napas panjang, lalu terlihat tak bertenaga. Ia tak tahu apa yang membuat seorang Melani selalu tampak stres setiap membahas skripsi.
“Ada masalah?” Atensi Haidar semakin tinggi pada gadis itu. “Saya sudah acc judul kamu, memeriksa bab satu, bahkan ini saya revisi langsung dan kamu hanya tinggal menambahkan sedikit. Kamu juga hanya perlu wawancara singkat agar penjelasan dalam bab satu jadi lebih jelas.” Haidar melepas pena lalu bersedekap dada sambil terus mengamati Melani. “Mengapa kamu terlihat lelah dan tertekan?”
“Karena rasanya sulit.” Melani menjawab putus asa. “Kenapa tidak ada jalur lain untuk lulus selain dengan skripsi? Maksud saya, kenapa hanya skripsi bentuk dari tugas akhir, padahal tidak semua orang mampu melakukan penelitian.”
“Sudah menjadi standar seluruh institusi pendidikan, Melani.”
“Tapi proses pembuatannya membuat saya pening.” Melani mengeluh, menyandarkan tubuhnya pada kursi. “Membuat latar belakang, tujuan, lalu kuisioner, wawancara, izin penelitian, sampai rumus. Saya tidak cocok dengan itu semua.”
“Itu sebabnya para dosen ada untuk membimbing kalian.”
“Tetapi masih sulit.”
“Kesulitannya di mana? Kamu bisa jelaskan kepada saya.” Haidar tak mengerti, mengapa untuk membuat skripsi saja, gadis di hadapannya terlihat frustrasi.
Melani terlihat cemas, takut, kalut, dan tak nyaman.
“Saya sudah menghubungi Ibu saya dan beliau mau membantu untuk penelitian ini.”
“Itu sudah bagus.” Haidar mengangguk, meski masih mengernyit. “Lalu masalahnya?”
Melani menatap Haidar dengan gamang dan putus asa. “Saya tidak tahu apakah bisa menyelesaikan ini dengan baik. Selesai mungkin, tetapi entah hasilnya. Saat saya menghubungi Ibu untuk meminta bantuan penelitian di kantornya, Ibu antusias. Ibu berkata saya harus lulus tahun ini juga agar tak membuat malu dirinya. Mendengar banyak ucapan dan tuntutan Ibu, membuat nyali saya menjadi ciut. Saya bukan mahasiswa pintar dan berprestasi, Pak. Dasar-Dasar Pancasila saja, saya mengulang dua kali. Apalagi skripsi ini. Nilai Bahasa Indonesia saya saja C. Bagaimana saya bisa menulis skripsi dengan baik?”
Haidar tertegun saat melihat wajah Melani sudah basah. Apa yang terjadi pada mahasiswanya hingga menangis saat bimbingan. Baginya, skripsi tidaklah sesulit yang orang-orang bayangkan. Ini hanya penelitian kecil dan menggabungkan masalah di lingkungan dengan teori yang sudah ada. Mahasiswa juga memiliki dosen yang akan membimbing mereka hingga lulus. Bagi Haidar, mahasiswa hanya perlu ketekunan untuk menyelesaikan tugas akhir dengan baik.
“Kamu bisa.” Hanya ini yang dapat Haidar ucapkan. “Saya akan bantu kamu.”
“Bagaimana caranya, Pak?” Melani terisak lirih.
“Baru bab satu saa coretannya sudah banyak. Bagaimana untuk bab selanjutnya? Bapak pasti lempar hasil kerja saya ke tong sampah.”
Senyum Haidar terukir geli. “Kamu lupa, saya kan pacar kamu.”
“Hubungannya sama bimbingan?” Melani menatap penuh tanya. “Percuma Bapak pacar saya, kalau hasil kerja saya tetap salah.”
“Kita akan kencan. Selama kencan, kita akan membahas skripsi dengan intensif. Kamu bisa mencurahkan apapun yang kamu rasa mengganggu kelancaran dan saya akan mencoba membuat solusinya.” Haidar tersenyum. “Meski kamu pacar saya, saya juga tetap harus
profesional. Kalau kamu salah, ya harus diberitahu dan diminta merevisi.”
“Saya stres duluan.”
“Itu sebabnya saya bantu. Untuk kali ini, kamu revisi sesuai catatan yang saya tulis di sana. Kalau nanti bingung saat mengerjakan, hubungi saya.”
“Telepon? Boleh?”
Haidar mengangguk. “Boleh. Kamu kan pacar saya.” Ia tersenyum kepada Melani, hingga gadis itu terlihat lebih baik.
Tak lama setelah membaca sepintas catatan Haidar, Melani pamit untuk pulang karena ia harus melakukan sesi pengambilan foto dengan produk.
Tepat saat pintu ruangannya tertutup dan Melani pergi, Haidar menghela napas panjang. Ini pengorbanan yang luar biasa. Ia belum pernah pacaran, apalagi dengan mahasiswa. Gilanya lagi, ia menerima ajakan kencan mahasiswa yang putus asa dengan skripsinya.
Permainan ini gila dan konyol, tetapi berhasil membuat jantungnya berdebar kencang. Ia bukan berarti jatuh cinta pada Melani yang wajahnya bersinar dan cantik. Ia hanya ... simpati dan empati kepada gadis tenar yang frustrasi pada tugas akhir. Jika gadis itu gagal menyelesaikan pendidikannya di kampus ini, Haidar takut citra tempatnya mengajar akan menurun. Influencer seperti Melani, sangat bagus untuk publikasi.
Sore hari, tepat saat Haidar memutuskan untuk pulang, ponselnya berdering. Ada pesan masuk dari Melani.
Melani: Saya baru sampai apartemen dan membuka laptop. Belum membuka fail saja, saya sudah merasa kesulitan. Saya ... butuh bantuan Bapak.
Haidar: Bisa hubungi saya satu jam lagi? Saya baru mau pulang dari kampus dan membutuhkan sekitar 45 menit untuk sampai rumah.
Melani: Benar, ya, Pak, 45 menit. Saya mau mandi dulu sambil nunggu Bapak. Pemotretan tadi di luar ruangan dan membuat saya merasa lengket.
Senyum Haidar terbit tanpa ia sadari.
Haidar: Saya kabari jika sudah sampai rumah.
Melani: Siap, Pak Dosen! Eh, pacar!
Tawa Haidar seketika menguar. Entah mengapa, keputusan yang ia buat dengan terpaksa, mendadak jadi menyenangkan. Apa ... memang rasanya memiliki hubungan spesial bisa seasyik ini?
*****
Bisa pesen di 08785353454 atau Shopee Lovrinz_store atau olshop yang bekerja sama dengan penerbit Lovrinz.
Yang tanya apa ada di Tokopedia? Ada, bisa melalui OS yang jual Lovetivation di Tokopedia
Ada Salenovel yang pengiriman dari Surabaya, Jawa Timur
Ada Cintabuku Books yang kirim dari Bekasi, Jawa Barat.
So, yang mau peluk kisah Haidar dan Melani melalui market place, sudah aku informasikan yess. Jangan lupa diorder. Muuaacchh
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top