18
Melani tahu, hidup tak mungkin berjalan seperti yang kita inginkan. Selalu ada cobaan, ujian, kecewa, dan patah hati juga kehilangan. Manusia datang dan pergi. Siklus itu sangat wajar dan umum terjadi. Melani mengalami siklus itu saat teman seangkatan kuliahnya datang silih berganti lalu satu per satu pergi. Keluarganya pun yang semula lengkap dan bahagia, satu per satu meninggalkannya dan membuat Melani mau tak mau hidup serba mandiri. Termasuk, saat ia bertemu Haidar sebagai mahasiwa bimbingan pria itu. Haidar menerima permintaannya, datang di hari-harinya, lalu kini membuatnya sendiri lagi. Namun, kehilangan dan patah hati yang satu ini, baginya adalah yang paling berat.
Haidar tak menjawab, mengonfirmasi, apalagi menjelaskan. Pria itu bahkan tak sekali pun menghubunginya. Seakan mereka tak memiliki hubungan apalagi kenangan, Haidar menghilang begitu saja. Melani patah hati, tetapi sadar jika ini memang kesepakatan awal mereka dulu. Bukan salah Haidar jika kini mencampakkannya dan bersikap tak acuh pada dirinya.
Melani sadar ia yang salah. Jatuh cinta pada pria yang tak sedikit pun memandangnya. Haidar pasti memiliki standar yang tinggi dalam memilih pendamping dan Melani bukan termasuk di dalamnya. Melani salah, karena terbawa dan hanyut dalam perhatian yang Haidar beri selama mereka bimbingan. Haidar yang selalu tersenyum, tenang, sabar dan selalu membantu, membuat Melani merasa diinginkan, disayang, dan dicintai. Namun, setelah kondisi ini, Melani sadar bahwa apa yang Haidar lakukan kepadanya hanya sebatas tugas dosen kepada mahasiswanya.
Hari berganti, hingga tiba waktunya Melani wisuda. Ayahnya tak bisa datang, karena pekerjaan yang sedang di bawah tekanan dan tenggat waktu. Ibunya mendadak harus ke luar kota, mengunjungi cabang pabrik yang mengalami kebakaran hebat. Melani tak tahu mau diberi kepada siapa undangan wisudanya. Ia yang tak begitu antusias menyambut kelulusan, hanya meletakkan undangan itu di atas ranjang.
Melani merias dirinya pagi ini. Ia tak mengenakan kebaya berbahan brokat dengan kerlipan payet seperti yang biasa mahasiswa kenakan saat wisuda. Ia tak begitu bersemangat, karena merasa tak ada yang spesial di hari kelulusannya. Jadi, ia hanya mengambil rok sepan hitam panjang dipadukan dengan kebaya kutu baru sederhana buatan klien endorse yang memproduksi kebaya dengan harga menengah.
Riasannya tak mencolok. Ia menolak tawaran MUA yang menggratiskannya riasan wisuda. Bukannya apa, Melani hanya malu dan bingung harus menjawab apa, bila ada orang yang bertanya mengapa ia hanya sendiri di hari kelulusan.
Merasakan kehampaan ini, Melani hanya menghela napas panjang dengan hati nelangsa. Mulai sekarang, ia yakin akan melakukan apapun bukan demi orang lain. Semua hal baik yang dirinya dapatkan adalah hasil kerja keras dirinya sendiri. Motivasinya harus diubah, bukan demi dipandang dan dibanggakan orang lain, tetapi demi menjadi versi terbaik dirinya.
Bel apartemennya berbunyi. Melani mengernyit, menebak siapa yang datang pagi ini. jika Laksmi atau Dicky, mereka tak perlu menekan bel. Semua anggota timnya sudah tahu pasword kunci pintu apartemen ini. Hanya yang tak pernah datanglah yang harus menekan bel seperti saat ini.
Bel terus berbunyi dan Melani beranjak dari meja riasnya. Ia membuka pintu dan melongo mendapati perempuan berwajah mirip dengannya tersenyum dengan pakaian rapi.
"I'm ready to go."
Melani mengernyit dengan wajah tak yakin. "Kapan balik dari Singapore?" Ia melebarkan pintu, mempersilakan Meliana masuk.
"No make up artist?" Meliana meliarkan pandangan, mencari sosok lain di unit saudari kembarnya. "Kamu mau wisuda, Lani."
"Dan wisudaku tanpa dihadiri orangtua. Jadi, aku tak perlu mengupayakan hal yang berlebihan." Melani mengangkat bahu, lalu mengambil undangan dari ranjang. "Bawa ini untuk masuk ke dalam hall, jika kamu benar mau menemaniku."
Meliana tersenyum. "Aku akan mengajak kekasihku masuk. Undangan untuk dua orang pendamping, bukan? Setelahnya, kita bisa foto bertiga."
Meliana tak menjawab. Gadis itu mengambil tas berisi toga. Ia akan mengenakan toga di tempat acara saja, karena harus mengemudi sampai sana.
****
Gedung acara wisuda ramai. Banyak wajah bahagia dan gelak tawa di sekitarnya. Melani hanya terdiam di kursinya seraya menoleh kanan dan kiri. Sesekali, ia memfokuskan dirinya pada ponsel, lalu ke panggung acara.
Saat namanya dipanggil maju ke panggung, Melani melangkah santai. Tak ada gugup, haru, atau ledakan bahagia. Ia merasa biasa saja, tak ada emosi yang ingin dicurahkan. Ia tak begitu bangga pada pencapaiannya, karena satu sisi hatinya masih merajuk tak ada yang memberinya apresiasi. Namun, satu sisi hatinya yang lain, berkata bahwa ini keberhasilan dan pintu baru menuju masa depan gemilang.
Melani meliarkan pandangan, mencari barangkali Haidar hadir. Entah duduk di mana pria itu. Melani ingin bertemu sebentar saja, mengucapkan terima kasih, mempertegas status mereka. Jika memang harus berakhir, Melani ingin perpisahan manis yang memberinya kenangan tersendiri. Sayang, sejauh mana pun matanya memandang, tak ada Haidar di acara ini. Melani kecewa, pada Haidar, terlebih dirinya sendiri yang selalu mengharapkan Haidar.
Wisuda selesai. Melani keluar ruang acara dan bertemu Meliana di lobi. Kembarannya itu sedang berbincang dengan seorang pria. Wajah Meliana tampak kesal tetapi senyumnya perlahan terkembang.
"Udah selesai. Ayo pulang." Melani menyapa Meliana, lalu melirik pria di sebelah Meliana.
"Foto dulu, kali, Lani."
Melani menggeleng. "Foto gue udah banyak, apa lagi di IG gue. Gak perlu lagi." Melani sebenarnya ingin seperti wisudawan lain, tetapi ia tak membawa keluarga yang lengkap, membuat semangatnya redup.
Meliana menghela napas. "Makan siang di luar, ya. Kamu belum kenalan sama Mas Benu. Kenalin, Mas Benu, dosen ekonomi, pacarku."
Melani tersrnyum kepada pria yang ditunjuk kembarannya, lalu membalas uluran tanga pria itu. "Melani, kembaran Meli. Panggil aja Lani."
"Benu." Pria itu memperkenalkan dirinya sebagagai pacar Meliana. "Maaf baru datang. Meli marah-marah karena saya tidak menemani dia masuk ke ruang wisuda. Bukannya apa, saya mengantar teman ke bandara."
Melani hanya mengangguk tak acuh. Ia tak peduli juga dengan alasan Benu. Toh, kehadiran pria itu juga tak begitu penting.
Meliana memaksa agar mereka bertiga makan siang di restoran. Enggan berlama-lama, Melani mengiakan saja dan memberikan kunci mobilnya kepada Benu yang menawarkan diri mengemudi. Mereka menuju restoran masakan Indonesia dan Melani hanya memesan ayam bakar dengan tumis kangkung. Selera makannya tak begitu bagus dan ia tak ingin memaksakan tubunya untuk menerima banyak asupan.
"Kalau kita menikah, baiknya jangan tinggal bersama ibumu, Meli." Suara Benu terdengar di sela makan siang. "Bukannya saya tidak menghormati keluargamu, tetapi rumah tangga memang sebaiknya dibangun berdua saja."
Melani mencoba tuli, tapi sayangnya telinganya ada dua dan pendengarannya baik-baik saja.
"Memangnya Mas Benu sudah ada rumah?"
"Belum. Kita ngontrak saja. Rumah Haidar kosong entah sampai kapan. Dia belum menemukan orang yang menyewa rumahnya. Kita bisa pakai. Aku bisa minta harga murah kepada dia. Dia kan, temanku." Benu menyeringai kepada kekasihnya, lalu terperanjat saat mendengar Melani yang tersedak dan batuk kencang.
"Lani, pelan-pelan, makannya!" Meliana menegur sambil menyodorkan botol air mineral. "Kalau kamu tidak nyaman dengan obrolan aku dengan Mas Benu, bilang saja. Kami tidak akan membicarakan ini di depan kamu."
Alih-alih menjawab Meliana, Melani justru menatap Benu dengan tajam. "Haidar yang Mas maksud, Haidar dosen komunikasi?"
Benu mengangguk. "Iya. Aku mengantarnya ke bandara pagi tadi. Itu sebabnya terlambat ke wisudamu. Dia melanjutkan studi di Amerika."
"Kenapa rumahnya kosong? Setahu saya, masih ada Ibu."
"Ibunya ikut. Itu sebabnya rumahnya kosong dan akan saya sewa jika menikah dengan Meli."
Wajah Melani seketika pucat. Selera makannya sirna dan air matanya jatuh tanpa bisa dicegah.
*****
Holla, Genks! Data pemesan Lovetivation sudah kukirim ke penerbit, ya . Sekali lagi, terima kasih banyak untuk yang sudah ikutan pre order. Yang belum, gak apa-apa, bisa nyusul saat bonus udah cair atau gajian hehehhee. Aku stok 20 buku yang bisa diorder menyusul.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top