15
Melani membayangkan, selama di Singapura ia akan menikmati hari bersama Haidar dengan wisata. Universal Studio, Gardens by The Bay, atau Merlion dan sejumlah tempat lainnya. Meski tak membawa pakaian khusus, Melani tetap ingin mengambil gambar bersama Haidar di beberapa tempat. Pasti menyenangkan jika memiliki cendramata kenangan bersama orang yang menemani kita melangkah maju.
Nyatanya, ia hanya mendekam di kamar hotel dengan laptop dan buku-buku digital yang Haidar unggah untuk dirinya. Pria itu fokus duduk di meja kerja kamar hotel dan mengerjakan entah apa, sambil sesekali melirik Melani dan menanyakan sampai mana tugasnya dikerjakan. Saat Melani mencoba negosiasi hingga mengeluh, Haidar hanya menatap gadis itu dengan datar sambil tersenyum tipis.
"Kita punya waktu kurang dari dua bulan. Target saya, kamu daftar sidang akhir bulan ini, dan setelahnya revisi maksimal tiga minggu. Mumpung kita bersama di akhir pekan, kita kebut pengerjaan bab empat dan lima. Saya akan bimbing, arahkan, dan mengawasi kamu langsung."
Melani memberengut, kecewa dengan keputusan Haidar. Ia merasa Haidar tak merespons baik keinginannya untuk berkencan. Alasan Melani mau ke sini adalah untuk menikmati kencan dengan Haidar, bukan mengerjakan skripsinya semalam suntuk. Menyebalkan, tetapi Melani tak berani membantah.
"Saya mau berduaan sama Bapak. Kencan, menikmati udara Singapura dan suasana malam minggu di sini." Melani menatap Haidar sambil cemberut. "Skripsi bisa dikebut nanti, saat sudah kembali ke Jakarta."
Haidar menggeleng, lalu menghampiri Melani. Pria itu tersenyum lembut dan mengusap ujung kepala Melani. "Kencan bisa nanti-nanti, skripsi yang utama. Kamu bisa jadi orang hebat setelah lulus nanti."
"Oya? Saya terlalu jauh tertinggal dari Meliana, Pak. Gak akan kekejar dan bisa sehebat dia."
"Kamu tidak harus seperti dia." Haidar menatap Melani serius. "Kamu dan dia tidak sedang berlomba siapa yang paling hebat. Kamu dan dia memiliki dunia berbeda dan kalian bersinar dengan cara yang beda. Bisa bantu saya dengan tidak menjadikan saudarimu patokan sebuah kesuksesan? Bisa bantu saya dengan fokus pada goal dan tujuan hidupmu sendiri dan bekerja keras menggapai itu?"
Mendengar ucapan Haidar dan melihat bagaimana tajamnya tatapan mata pria itu, ada desir hebat yang menggulung hati Melani. Mata gadis itu terasa memanas dengan haru yang menyeruak.
"Bapak tahu, saya bukan gadis hebat." Ia mengerjap pelan, mencoba menghalau air matanya. "Apapun yang saya lakukan, tidak akan membuat Ibu puas dan bangga."
Haidar terenyuh melihat wajah Melani saat ini. Di balik kepercayaan diri gadis itu di depan kamera, ada kerapuhan yang bisa ia lihat. Melani rendah diri, tak percaya diri, dan pesimistis dengan apa yang dilakukannya.
"Kamu hebat, jika kamu melakukan apapun bukan karena orang lain. Kamu luar biasa, jika kamu bisa melihat potensimu sendiri tanpa membandingkan dengan kelebihan orang lain. Kamu semakin mengagumkan, jika bisa berlari dan bekerja keras demi mencapai tujuanmu tanpa mengharapkan apresiasi dan pujian orang lain. Lakukan apapun yang terbaik untukmu, demi dirimu, Melani, bukan oranglain."
Air mata Melani jatuh satu per satu. Gadis itu mengangguk pelan dengan wajah terpukul. "Saya—saya hanya ingin—"
"Kamu ingin diakui. Saya tahu itu." Haidar menarik Melani ke dalam pelukannya. "Tetapi ada hal yang lebih penting dari sekadar diakui, yaitu bahagia dan hidup tanpa tekanan."
Melani terisak lirih. Ia merengkuh tubuh Haidar dan mengeratkan pelukan mereka. "Dunia saya tak sehebat milik Bapak dan Meliana."
"Tidak ada ukuran pasti pada definisi hebat. Semua hal di hidup ini memiliki kekurangan, kelebihan, dan tantangannya masing-masing. Kita tidak bisa menghakimi mana yang hebat dan tidak. Itulah kenapa, kita harus fokus menjadi versi terbaik diri kita dan menaklukan tantangan yang ada." Haidar melepas pelukan mereka, mengusap wajah Melani dan menatap gadis itu lembut tetapi serius. "Tantanganmu sekarang adalah ini. Skripsi dan kelulusan ini. Jadi, bagaimana pun kondisimu, kamu tetap hebat. Fokus dan berjuanglah mencapai apa yang kamu targetkan saat menemui saya dulu."
"Lalu setelah itu, apa Bapak mau memberikan versi terbaik dalam hubungan kita? Saya akan berusaha memberikan versi terbaik diri saya dalam mengerjakan tugas akhir ini. Namun, saya sedikit banyak berharap ada versi terbaik dari hubungan kita. Maaf, saya ...."
"Tidak apa." Haidar beranjak dan kembali ke mejanya. "Untuk nanti, kita lihat nanti. Sekarang, fokus dengan yang sedang dihadapi." Haidar tersenyum penuh arti kepada Melani, lalu kembali fokus pada laptopnya.
Di belakang Haidar, Melani menenangkan diri lalu mencoba kembali konsentrasi mengerjakan yang Haidar pinta.
******
Senyum Melani terkembang bahagia saat namanya tertera pada pengumuman jadwal sidang. Seminggu setelah pulang dari Singapura, akhirnya ia berhasil menyelesaikan skripsinya dan mendaftarkan sidang akhir. Haidar membantunya banyak. Setiap hari mereka bertemu untuk bimbingan dan satu dua kali Melani mengerjakan ditemani Haidar di rumahnya.
Sidang akhir Melani delapan hari lagi. Ia harus menyiapkan presentasi tugas akhir paling baik agar ia bisa lulus dengan nilai bagus. Ia ingin Haidar bangga kepadanya, kagum, jatuh cinta, lalu melanjutkan hubungan mereka ke jenjang yang lebih serius.
Melani tak tahu pada awalnya, mengapa ia bisa jatuh hati sedalam ini kepada Haidar. Pria itu tak setampan mantan-mantannya atau pria di lingkungan pergaulannya. Haidar terlalu sederhana untuk dirinya yang selalu memakai pakaian bermerek dan aksesoris ternama. Namun, melani akhirnya paham apa yang membuatnya merasa tak ingin jauh dari Haidar.
Pria itu menyenangkan dan selalu mampu menenangkan. Tak ada yang memahaminya seperti Haidar melihat dirinya. Ia tak seperti pria lain yang mudah tergoda oleh kecantikannya. Haidar selalu menjaga diri dan hubungan mereka dari hal yang tak seharusnya. Sikap pria itu lembut dan santun dengan kalimat yang selalu berhasil memotivasi Melani. Sejak menerima tanda tangan Haidar untuk pengajuan sidang, Melani memiliki semangat baru dan motivasi yang hadir dari cinta Haidar untuknya.
"Mbak, permisi, Pak Haidar ada?" Melani menuju ruang TU dan bertanya kemana Haidar, karena ruang kerja pria itu terkunci.
"Sedang ada kelas. Kelas terakhir untuk hari ini." Perempuan yang sedang piket di ruang TU, membuka buku jadwal mengajar dan menginformasikan kepada Melani. "Biasanya Pak Haidar langsung pulang. Setahu saya, beliau tidak lagi memiliki mahasiswa bimbingan."
Melani mengangguk, lalu berterimakasih dan pamit. Gadis itu lantas menunggu Haidar di kursi parkiran, dekat dengan motor pria itu. Saat sosok Haidar terlihat, Melani berdiri dan tersenyum menyambut Haidar.
"Ada apa?" Haidar memasang wajah penuh tanya. "Ada masalah dengan jadwal sidang?"
Melani menggeleng. "Tidak ada masalah."
"Lalu?"
"Saya ...." Melani bingung beralasan. Ia ingin mengutarakan rindu, tetapi tak tahu bagaimana caranya. "Saya ingin makan kue dan kopi. Bapak mau menemani? Barangkali, sambil makan kue, Bapak bisa membantu saya mengarahkan apa yang harus saya persiapkan untuk sidang minggu depan." Ia tersenyum hingga giginya terlihat jelas.
Haidar menatap Melani dengan sorot penuh arti selama beberapa saat, lalu mengangguk pelan. "Naik motor saya, mau? Itu pun kalau kamu tidak keberatan." Pria itu tak memutus pandangannya kepada Melani. Ada sorot sendu terpancar yang tak bisa Melani tangkap. Senyum Haidar membuat Melani tak menyadari, ada kesedihan yang terpancar dari mata Haidar.
"Tidak sama sekali! Ayo jalan! Kalau naik motor, sekalian yang agak jauh saja." Melani berucap penuh semangat dengan hati berbinar. Ia mengambil tangan Haidar, lalu menggiring pria itu menuju motornya.
*****
Hari terakhir PO, Guysss!!! Terima kasih banyak untuk yang sudah ikutan PO Lovetivation. Buat yang belom pesan, cuss kuy merapat ke 087853513454, Shopee lovrinz_store atau OS yang bekerjasama dengan Lovrinz. Muaacchh. Aku double up siang nanti inshaallah.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top