9. How Far Will We Go

"Ne meosdaelo nae salangeul kkeutnaelsun eobseo. We are the lovesick girls."

"Kau tak bisa mengakhiri cinta ini sendiri.
Kita adalah gadis yang dimabuk cinta."

🎵🎵🎵

"Ganteng," celetuk Ochi di tengah keheningan itu.

Sora dan Tyssa mengangguk lemah melihat penampakan makhluk yang serupa lukisan dari dewa-dewa Yunani di luar sana. Seorang pemuda berpakaian necis nan menawan. Ia dengan lihai menutup rambut depannya yang sedikit panjang dengan bandana kain berwarna putih tulang, menambah kesan stylish.

Ketiga gadis itu bahkan lupa berkedip, hingga mata mereka terasa perih ketika melihat tubuh pemuda itu yang tampak proporsional meski tertutup kaos putih yang dilapisi jaket warna army. Wajahnya tampak dewasa dengan rahang tegas yang membingkai. Namun, satu hal yang paling mencolok, matanya yang serupa palung mariana, menenggelamkan siapa saja yang berani menatap lama.

Sementara itu, Djenar mendelik tak suka.
"Astaga! Apa-apaan sih tuh cowok, psiko banget nyusul sampe sini."

Jika bagi ketiga temannya si pemuda terlihat bak malaikat cinta, bagi gadis itu ia adalah malaikat maut yang siap menjemput.

Dia mengetuk-ngetuk kaca mobil tempat Djenar berada. "Aku mau ngomong, buka pintunya."

Nada suara Riko tak tegas dan ceria seperti biasa. Kali ini terdengar serak dan hampir hilang. Hingga Djenar dibuat tak tega. Namun, ia berusaha meneguhkan hati, hanya melirik sebentar saat kaca jendela mobil itu turun setengahnya.

"Turun sebentar, aku mau kita bicara berdua," bujuk Riko lagi.

Bibir Djenar tercebik ke bawah.
"Gak mau, bicara di sini aja."

Sora yang mendengar hal itu agak tersentak. Percakapan itu menandakan keduanya telah saling mengenal. Di benaknya mulai terputar berbagai kemungkinan, tentang siapa pemuda itu sebenarnya.

"Tapi, Djen."

"Lima menit."

"Kalo kamu gak mau balikan, aku bakal nabrakin mobil ini ke diri sendiri." Riko menatap gadis pujaannya itu sungguh-sungguh. Sedangkan di tangannya, sebuah remote kecil terlihat sebagai pengendali.

Djenar memalingkan pandangannya, menatap Ochi, Sora, dan Tyssa satu persatu. Meminta pendapat mereka tanpa suara. Tapi ketiganya sudah cukup terkejut dengan kehadiran Riko, sehingga tak bisa menangkap maksud yang dilayangkan Djenar.

Gadis itu melirik Riko sekali lagi. Ia mengumpat dalam hati saat merasa bersimpati. Tapi yang tampak di matanya kemudian adalah kilasan-kilasan memori tentang betapa posesif-nya pemuda itu dulu.

Setelahnya, tanpa aba-aba, Djenar menginjak gas. Membuat karavan itu kembali melaju, meninggalkan Riko yang masih mematung di tempatnya. Terlalu terkejut dengan kaburnya Djenar yang tiba-tiba.

Tyssa segera menuju ujung belakang mobil, memerhatikan Riko yang terlihat tergesa memasuki mobilnya sendiri.

"Jadi itu yang namanya Riko?" tanya Sora yang memang pernah mendengar nama itu saat Djenar menjual seluruh barang-barang pemberian mantannya.

Tyssa berpaling, menatap Sora dengan penasaran. "Riko siapa sih?"

"Mantannya Djenar."

Sontak saja mulut Tyssa membentuk huruf o, seraya menganggukkan kepala paham.
"Djen, jangan-jangan Riko emang jodoh lo," godanya terbahak.

"Ih, apaan?"

"Lagian, baru aja nyobain aplikasi Lovacation, tuh, cowok tiba-tiba nyamperin."

"Bisa jadi pertanda," balas Ochi mendukung hipotesis Tyssa.

Baru saja Djenar hendak melempar pouch sebagai benda terdekat yang bisa ia raih untuk dilempar pada Tyssa, seruan gadis itu membuatnya membatalkan niat begitu saja.

"Eh, eh, itu mobilnya mulai bisa ngejar kita!"

"Beneran?" Mata Djenar melebar saat melihat penampakan mobil itu di kaca spionnya.

Ia menambahkan laju karavan, tapi mobil sport itu juga melakukan hal serupa. Aspal hitam menjadi saksi di sepanjang perjalanan, bagaimana dua mobil mewah saling berkejaran. Jalanan sepi, tapi ramai dengan bisingnya perlombaan mendadak itu. Riko merasa diburu waktu. Sejengkal lagi, ia hampir menyalip, tapi gagal untuk yang ke sekian kali. Sedangkan Djenar makin menggila di depan sana.

Pemuda itu kembali menaikkan kecepatan. Hatinya yang kelabu sejak malam itu, mendadak tambah kelam. Riko tak henti menyalahkan diri sendiri karena telah membiarkan Djenar pergi dari sisinya. Semua karena saran di artikel asmara yang ia baca. Tentang tarik ulur dalam hubungan. Katanya, dia tak boleh terlihat terlalu mencintai. Jadi, pemuda itu berinisiatif untuk membiarkan Djenar berlalu tanpa mengejarnya.

Tanpa tahu bahwa sebenarnya dalam hubungan mereka, hanya ia sendiri yang terus-menerus 'menarik', sementara sang gadis beraikap pasif. Jika Riko mengulur, Djenar bisa pergi secara permanen. Sayangnya ketika Riko sadar, Djenar sudah keluar dari peredarannya.

Laju mobilnya mengendur, Riko buru-buru mengijak pedal gas lagi ketika lamunannya buyar. Namun, saat matanya berkedip, karavan itu hilang dari pandangan. Ada satu kelokan di ujung sana, Riko yakin karavan itu hilang setelah melewatinya. Tak pelak hal itu membuat emosi kian membuncah di dada Riko. Ia menyentuh kecepatan maksimal, tanpa melihat keadaan sekitar.

Saat itu, sebenarnya ia tanpa sengaja telah melewati karavan yang terparkir di sisi pohon besar. Tepat di bawah jalan yang tadi mereka lalui.

Djenar menahan napas sembari mengigit bibir bawah kuat-kuat. Gadis itu baru bisa mengembuskan napas lega saat mobil yang tadi melintas melewati mereka semakin menjauh. Ochi yang sejak tadi ikut tegang juga jadi melemas, menyandarkan bahu di kursi. Sementara Tyssa dan Sora berbaring lega di belakang.

"Berasa naik roller coaster tau gak?" Tyssa meraih botol air mineral dan meneguk isinya hingga setengah.

Lain lagi dengan Ochi yang bertepuk tangan heboh meski napasnya masih tersengal. "Gue gak nyangka lo punya bakat jadi pembalap, Djen."

Djenar tak menyahut. Namun, sudut-sudut bibirnya terangkat ke atas, merasa puas dengan keberhasilannya lari dari Riko. Saat kunci kembali diputar, kaki jenjangnya menginjak gas, tapi karavan itu tak bergerak. Dahinya berkerut bingung.

"Kenapa Djen? Abis bensin?" tanya Sora khawatir.

"Baru aja isi bahan bakar, kok," sahut Djenar yang juga sama bingungnya.
"Kayaknya mogok, deh."

Tyssa langsung terbahak. "Mobil mewah juga bisa mogok?"

"Kan, mobilnya jarang dipakai, jadi kayaknya dia kaget deh abis dibawa ngebut."

"Yah, terus gimana? Ini tempat sepi lagi."

Ochi melihat keluar jendela. Yang tampak sekarang hanya pohon-pohon menjulang, serta aspal yang membelah wilayah. Sejak tadi malam, mereka telah berkendara hingga keluar kota, melewati desa, singgah di padang rumput yang luas, dan sekarang tiba di tempat antah berantah. Gadis itu tak yakin akan ada orang lain yang melewati jalan ini nanti.

Ia berpaling, menepuk pundak Djenar pelan agar gadis itu melihat balik ke arahnya.
"Djen, lo masih nyimpen nomornya si Riko, kan?"

Djenar langsung melayangkan tatapan tajam. Kali ini bukan hanya Ochi yang tertawa, tapi Tyssa dan Sora yang melihat ekspresi kesal Djenar juga sukses dibuat geli.

"Mending kita turun dulu, deh, cari bantuan siapa tahu ada yang lewat," ucap Sora memberi saran setelah tawanya reda.

Djenar dan yang lain setuju. Mereka sepakat untuk berpencar agar lebih cepat. Lalu kembali ke sini setelah satu jam, agar mereka tak tersesat dan terpisah terlalu jauh.

***

Matahari beristirahat siang ini. Bersembunyi di balik awan-awan kelabu yang jadi selimut, menebarkan rintikan-rintikan kecil hingga membasahi sebagian rambut panjang seorang gadis yang berlarian kecil menuju karavan.

Hal yang pertama kali ia lihat adalah ponsel ber-case mawar ungu yang tertempel di sebelah radio mobil. Sedangkan teman-temannya belum kembali. Tiba-tiba ia tertegun, menatap logo Lovacation yang sangat menonjol di antara logo aplikasi lainnya.

Sebuah intuisi mengalihkan pikirannya. Ia mengedarkan pandangan ke segala arah. Tak ada tanda siapa pun yang akan datang. Maka dengan keberanian yang tiba-tiba muncul, gadis itu meraih ponsel dan menekan sesuatu di sana.

Kau ingin merubah pilihannya?

Ia menekan tanda centang dan pilihan perjalanan persahabatan dan cinta muncul kembali. Senyum miring terbit di wajahnya. Jari gadis itu bergerak spontan menekan pilihan kedua. Namun, setelahnya tak ada reaksi lagi. Gadis itu berdecak tak suka. Ia pikir, tindakannya bisa merubah rute mereka. Rupanya ia salah.

Sebelum tertangkap basah, ia meletakkan kembali ponsel itu. Jam yang melingkar di tangannya menunjukkan masih ada sisa setengah jam lagi sebelum semuanya berkumpul. Maka ia melangkah lagi, kembali melewati jalanan dan berharap bisa menemukan seseorang untuk dimintai tolong.

Ia berlalu, tanpa tahu layar di ponsel itu mendadak berubah warna. Menampilkan percikan merah jambu dan hitam yang tampak magis, lalu berubah jadi garis-garis tak beraturan. Kata 'eror' tertulis di sana setelahnya. Tapi tak berlangsung lama hingga sebuah jalur baru kembali muncul. Sejak itu, tujuan mereka berubah. Tak ada yang tahu, seberapa jauh mereka akan pergi.

🎵🎵🎵

Niss's Note

Yaps! Ayo dong, tulis teori konspirasi kalian di komentar. Kira-kira siapakah gadis itu? Dan apa alasan kalian memilihnya? Biar aku tahu kita sehati atau enggak. Wkwk.

Yang mau cobain aplikasi Lovacation udah bisa di-download di playstore, ya. Eh, canda playstore. Maksudnya udah bisa share nih ke temen-temen kalian betapa serunya aplikasi ini, hehe.


Perjalanan Djenar dan kawan-kawan emang masih panjang, jadi sesekali kalian mampir juga yuk di cerita 'Jadi Aku Sebentar Saja' punyanya Kak  VitaSavidapius

Coba dicek dulu kegemesannya.

🎵🎵🎵

“Nanti bagi ke Abang fotonya.” Setelah melihat hasil jepretan, Miko menyerahkan ponsel di tangan ke pemiliknya.

“Harusnya tadi foto pake kamera sendiri-sendiri.” Mika mengambil ponselnya dan mengutak-atik sebentar. “Mana bluetooth Abang?”

“Apa?” Kedua alis Miko terangkat, tak lama matanya menyipit menatap gadis yang balik menatapnya tanpa gentar.

“Aku gak punya nomor Abang, jadi aku kirim pakai bluetooth aja.”

Sekuat tenaga Miko menahan bibirnya agar tidak tertawa. Miko berjalan mendekat dan menengadahkan tangan. “Sini ponselmu.”

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top