8. When They Use The App
"Nae sesang sogen neoman isseumyeon dwae. We are the lovesick girls."
"Aku hanya membutuhkanmu dalam hidupku. Kita adalah gadis yang dimabuk cinta."
🎵🎵🎵
"Ayolah, Djen, buat seru-seruan aja," bujuk Ochi yang masih bergumul di balik selimut tepat ketika Djenar membuka mata untuk pertama kalinya pagi ini.
Gadis bermata tajam itu berdecak, perlahan membalik tubuhnya ke sisi yang lain. Tapi bukannya ketenangan yang didapat, Djenar malah dihadapkan pada wajah Tyssa yang menampilkan seringaian lebar.
"Gak ada ruginya, kok," tambah Tyssa mendukung Ochi. Mereka masih belum menyerah sejak tadi malam.
Di antara rasa kesalnya, Djenar memilih bangkit. Matanya bersitatap dengan manik kecoklatan Sora yang sedang menyisir rambut di kursi depan. Gadis itu tak mengatakan apa-apa, tapi Djenar yakin hatinya pun sejalan dengan kedua rekannya itu.
"Kalian tahu, kan? Lovacation itu hal paling gak masuk akal yang pernah ada di dunia ini."
"Big no no, Djen." Ochi ikut bangkit. Rambut bergelombangnya tampak mengembang karena belum tersentuh conditioner. "Lovacation itu aplikasi, teknologi! Bukan kayak mitos yang bilang kalo muka kamu mirip sama doi, artinya kalian jodoh."
"Ya tapi ... jodoh itu sesuatu yang gak bisa kita prediksi."
"Memang enggak, tapi tetap bisa kita cari." Tyssa menyela dengan cepat. Mata gadis itu berbinar penuh keyakinan. "Pakai aplikasi ini contohnya."
Djenar menggeleng lemah. Sebenarnya ia sudah mendengar banyak hal tentang aplikasi itu. Salah satu alasannya karena ia sekelas dengan Denis. Ketika para gadis lain penasaran dan melontarkan berbagai pertanyaan pada pemuda itu, Djenar mau tak mau mendapatkan informasi juga.
Katanya, Lovacation bekerja secara matematis. Ia juga akan mencocokkan dua orang berbeda gender dengan kepribadian sesuai, yang sama-sama mengunduh aplikasi itu, lalu mempertemukan mereka. Denis tak menjelaskan lebih lanjut mengenai cara kerjanya, juga alasan mengapa aplikasi itu hanya bisa benar-benar digunakan oleh orang-orang patah hati dan tak percaya lagi pada cinta.
Meski begitu, ia merasa akan jadi orang paling bodoh jika percaya pada teknologi aneh itu. Mendengar ramalan zodiak saja rasanya menggelikan bagi Djenar.
"Gini deh, kita gak perlu cari jodoh, kok. Tapi kita bisa pakai aplikasi itu untuk jadi guide kita," ucap Sora menengahi. Ia tak tahan juga terus-menerus diam di antara keributan ketiga temannya. "Lovacation, perjalanan cinta. Itu bukan cuma bisa dilalui sama pasangan, tapi juga sahabat."
Djenar menghela napas. Tiga lawan satu. Ia kalah jumlah. Terus-menerus menolak dengan alasan ia memegang kendali atas perjalanan ini karena mereka menumpangi karavan miliknya akan terdengar egois, dan Djenar tidak suka itu. Pada akhirnya, gadis itu memilih mengangguk.
Ochi bersorak riang. Tanpa disuruh, ia mengambil ponsel dengan case bermotif mawar ungu yang tadi teronggok begitu saja di samping bantal. Djenar tak bisa melihat layarnya, tapi ia yakin gadis itu sedang mengunduh Lovacation sekarang.
Namun, Sora dan Tyssa yang melompat ke arah Ochi membuat Djenar terhimpit di antara mereka. Kini, empat pasang mata menuju satu titik. Setelah sebelumnya mereka sama-sama menahan napas, ketika melihat angka terus berjalan menuju seratus. Men-download aplikasi yang sedang jadi buah bibir, tak hanya di kalangan anak muda, tapi juga tiap orang yang menginginkan pasangan.
Tyssa dan Sora tampak nyaman meski harus duduk berdempetan, semakin mengukung Ochi di tengah mereka. Sedangkan Djenar yang dari tadi mengoceh ogah-ogahan, jadi ikut mengintip penasaran. Tanpa sadar, tiga di antara empat gadis itu serempak bersorak ketika aplikasi berlogo lingkaran dengan simbol hati warna merah serta globe yang menghiasinya itu berhasil terpasang di ponsel Ochi.
Tyssa mengangkat tangannya, berusaha menarik perhatian kemudian memimpin pergerakan seraya berucap, "Ini baru awal. Tarik napas, embuskan."
"Kalian siap?" tanya Ochi yang yang langsung diangguki ketiga gadis lain.
Selanjutnya adalah saat-saat paling krusial. Sebab semua orang bisa memasang aplikasi itu di ponsel, tapi tak semua bisa menggunakannya setelah itu.
Ochi mengigigit bibir bawahnya grogi. Sedangkan jari gadis itu mulai menekan logo Lovacation di layar ponselnya. Yang muncul pertama kali adalah sebaris kalimat yang tersaji sebagai pembuka.
Selamat datang di Lovacation.
Pilih destinasimu, temui cinta sejatimu.
Lalu berganti menjadi ikon kamera yang ketika Ochi mencoba mengkliknya, layar memantulkan wajahnya serta Sora dan Tyssa yang terdekat. Kamera itu seperti sedang memindai wajah mereka. Mengenali siapa saja gadis cantik yang sekarang menggunakannya.
"Eh, apa nih?" Dahi Ochi mengerut bingung.
"Djenar, ayo ikut sini," kata Sora seraya memalingkan wajah Djenar agar ikut masuk dalam jangkauan kamera.
"Kayaknya kita lagi di-scan deh."
Mendengar hal itu Tyssa segera menutup kamera dengan telapak tangannya. "Mau coba eksperimen, gak?Jangan ada yang pasang muka sedih, ayo senyum semuanya."
Mereka sepakat melakukan apa yang Tyssa sarankan. Ochi, Djenar, dan Sora ikut tersenyum lebar ke arah kamera, bahkan menaruh dua jari di bawah dagu, berpose dengan lucu. Meski tanpa diberi tahu, ketiganya paham bahwa Tyssa ingin menguji kebenaran salah satu fitur aplikasi itu, yaitu mengenali wajah orang yang patah hati.
Layar kembali beralih. Kali ini menampilkan persentase. 100% tertera di sana sebagai angka terakhir, yang menandakan bahwa keempat gadis itu benar-benar sedang dibuat kecewa oleh cinta.
"Wah, gue gak nyangka kita separah itu." Djenar menggeleng-gelengkan kepalanya.
Sedangkan yang lain tak merespon, mereka sama-sama terpukau dengan kecanggihan aplikasi itu.
Yang tampak selanjutnya adalah beberapa pilihan tentang jenis kelamin, kendaraan yang digunakan, dan beberapa hal lainnya yang berhubungan dengan perjalanan. Hingga disusul rentetan pertanyaan personal, yang tentu saja dijawab satu persatu setelah mereka mendiskusikannya terlebih dahulu.
"Seru juga, ya," komentar Sora yang kini ikut berpartisipasi aktif menyentuh layar ponsel Ochi untuk menjawab.
Gadis-gadis itu larut dalam kata tanya yang datang silih berganti. Ditemani derai tawa, mereka menghabiskan hampir setengah jam hanya untuk itu. Waktu terasa berjalan dengan cepat. Padahal rata-rata orang pada umumnya hanya menggunakan waktu paling lama sampai lima menit.
Apa yang ingin kau cari?
Itu adalah pertanyaan terakhir. Tangan Ochi membeku, tak lagi selancar tadi mengetikkan jawaban. Mereka terdiam sepersekian detik. Hingga Djenar dengan begitu cepat memilih opsi nomor dua, perjalanan persahabatan. Meninggalkan pilihan pertama, perjalanan cinta, sebagai satu-satunya yang tak disentuh. Layar berubah, menampilkan tanda hati dengan tulisan 'misi selesai' di tengahnya.
"Djenar!" seru Ochi dan Tyssa berbarengan. Sedangkan Sora hanya mencebikan bibir kecewa.
"Kenapa? Bukannya itu bagus, ya?"
"Kan kita harus diskusiin dulu." Tyssa menggelatukkan giginya kesal.
"Kalian mikirnya kelamaan."
"Emangnya lo gak penasaran apa siapa yang bakal jadi jodoh lo?"
"Buat apa juga, sih?"
"Eh, udah-udah, jangan berantem! Coba lihat itu lagi," sela Sora seraya menunjuk ke arah layar kembali.
Kali ini yang terlihat adalah tampilan serupa peta. Di sana, terdapat jalan yang harus mereka tempuh. Meski dilengkapi berbagai macam gambar seperti rumah, bangunan, danau, sungai, dan pepohonan, tak ada satu pun nama daerah yang dijadikan penanda.
Mereka hanya disuguhi satu jalan berkelok yang harus dilewati dan tanda selesai di ujung tujuan. Membuat perjalanan ini diliputi misteri. Tak ada yang tahu apa, atau siapa yang sedang menanti mereka di ujung sana. Juga hal yang akan mereka lalui di sepanjang jalan.
Ochi meletakkan ponselnya di samping radio mobil, tertempel erat karena case gadis itu sudah dilengkapi perekat.
Sedangkan Tyssa melipir ke belakang, menjaga jarak. Meski tak lagi mengajak Djenar berdebat, ia tetap tak bisa menyembunyikan kekesalannya. Mengerti akan hal itu, Sora menepuk pundak Tyssa seraya memberi tanda untuk mengalah.
Di sisi lain, Ochi bermain mata, Djenar paham apa maksudnya. Bibir gadis itu terpilin, merasa bersalah atas suasana canggung yang secara tak langsung telah ia ciptakan. Tapi Djenar tak mengerti kenapa Tyssa sampai semarah itu ketika ia melakukan tindakan barusan. Bagi Djenar, yang terpenting saat ini bukan mencari pengganti untuk pengobat hati.
Gadis itu merasa hanya memerlukan teman-temannya untuk ada di hidupnya. Tak perlu ada perasaan semu seperti cinta jika ia bisa dapatkan kebahagiaan bersama mereka. Namun, ia tersadar juga, apa yang ada di pikiran mereka tak mesti harus sejalan dengannya. Djenar menatap miris, sahabat-sahabatnya yang rupanya masih saja tetap dimabuk cinta.
"Udah lah, mau gimana lagi?" Ochi bergegas menyusul ponselnya yang sudah dulu berada di depan, duduk di posisinya seperti biasa.
Djenar melakukan hal serupa, pergi ke balik kemudi untuk bersiap menjalankan mobilnya lagi.
"Kita berangkat?" tanya Djenar pelan, tak lagi sekeras biasanya.
"Ayo, cari tempat buat mandi atau cuci muka!" seru Ochi riang, seolah tak ada hal apa pun yang terjadi tadi.
Karavan itu menggeram, baru saja hendak melangkah maju. Namun, mobil mewah lain datang dari arah belakang, menyalip dengan cepat dan menghadang secara mendadak. Djenar tersentak, jika saja ia tak cekatan menginjak rem, dua mobil itu bisa saja jadi ringsek.
Saat gadis itu menekan klakson dengan marah, si empunya mobil hitam mengkilap itu keluar, dan sukses membuat mata para gadis membelalak sempurna saking terkejutnya.
🎵🎵🎵
Niss's Note
Yuuhuuu!!!!
Akhirnya aku bisa update hari ini. Gimana? Gimana? Ochi dan kawan-kawan akhirnya bener-bener pakai Lovacation, nih.
O
h iya, sebagai bonus karena aku telat update, aku udah nyiapin sesuatu yang spesial untuk pembaca setia Lovesick Girls. Coba deh tonton video yang ada di multimedia di atas.
Satu lagi, setelah baca ini kalian bisa juga mampir ke cerita Herat to Break punya tuteyoo
Ayo intip dulu cuplikannya.
*
*
*
*
"Kau baik?" Dia bertanya, tanpa mengalihkan pandangan.
"Ya. Bagaimana denganmu?"
"Apa kau pernah merasa ingin memukul seseorang dengan begitu kuatnya hingga berharap orang itu terpental beberapa meter?"
Ya. Itu kurasakan setiap melihatmu. "Pernah. Mungkin semua orang akan merasakan itu ketika kekasihnya direbut orang lain."
"Bukan. Bukan itu. Tapi lihatlah Jeffrey." Alby diam dan berdecak, sementara aku berusaha memikirkan apa yang salah dari yang Jeff lakukan di depan sana. Dia hanya berdiri dan tersenyum lebar setelah mengklaim kepemilikan pada Claudia.
"He's not a good kisser. Gerakannya canggung. Itu menggelikan."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top