🍓love 11🍓

Siang itu setelah mendapat panggilan dari James.  Juga setelah ia tau kalau Jijji ikut bersama mantan suaminya di hotel tempat James biasa menginap
Soogi mengendarai mobilnya. Ia segera menghampiri hotel tempat James menginap.

Soogi setengah berlari menuju kamar James. Ia begitu takut jika mantan suaminya akan membawa Jijji bersamanya. Soogi segera menekan bel begitu ia tiba di depan pintu kamar James. Dan tak lama sampai akhirnya pria berkebangsaan Amerika itu membuka pintu dengan senyum menyambut mantan istrinya.

"Mana Jijji?" Pertanyaan  Soogi terlontar begitu ia melihat sosok James di hadapannya.

James tak menjawab  dan hanya menggerakkan kepalanya meminta Soogi untuk masuk. Wanita yang tengah panik itu berjalan masuk. Kemudian melihat Jijji yang sedang makan siang sambil menonton televisi.

"Jijji, kenapa nggak nunggu Ibu?" tanya Soogi kemudian memeluk anak kesayangannya itu.

"Tadi, aku nunggu Ibu. Tapi, Daddy Dateng, ya aku ikut Daddy, terus ke sini. Nggak apa-apa kan Moms?" Jijjii terlihat merayu sang ibu agar ia bisa bersama sang ayah.

Soogi menatap Jijji. Ia coba mengerti jika anak perempuannya itu sangat merindukan sang ayah. Hanya saja ia merasa ketakutan jika Jijji akhirnya akan lebih memilih bersama James, ketimbang dirinya.

Soogi menatap James, ia kemudian berjalan mendekati mantan suaminya.

"Kita harus bicara sebentar,"  ucap Soogi. "Jijji, tunggu di sini ya. Ibu mau ngomong sama Daddy sebentar."

Jijji dengan ragu mengangguk. Ia menatap kepergian kedua orang tuanya yang menghilang dari balik pintu. Anak itu kemudian kembali menatap televisi seraya menghabiskan makan siang yang telah dipesankan sang ayah.

Keduanya berjalan menuju ujung lorong di lantai kamar James. Soogi berdiri dengan gelisah, sesekali menghembuskan napas mengatur emosi yang ia rasakan.

"Kenapa tiba-tiba sekali datang ke Korea?"

"Karena Jijji menghubungi. Ia mengatakan kalau mendapatkan beasiswa sekolah musik di Amerika," jawab James yang jelas membuat Soogi terkejut karena ia sama sekali tak mengetahui masalah ini.

"Beasiswa?" tanya Soogi bingung.

"Tanyakan saja pada Jijji," sahut James ia lalu melirik pada Soogi. "Jadi Jijji tak memberitahumu kalau dapat beasiswa? Padahal Jijji sudah memberitahukan aku hampir dua Minggu yang lalu.

Soogi tak bisa menjawab. Ia memilih diam karena sejujurnya ia kini merasa kecewa pada dirinya sendiri.  "Baiklah, kalau memang begitu. aku akan membawa Jijji pulang. Terima kasih karena sudah menjemput Jijji."

"Jangan langsung ajak dia pulang. Aku juga rindu pada Jijji. Dia itu anakku juga. Kau harusnya tau itu juga. Biarkan di sini," pinta James.

"No! Not today," jawab Soogi tegas.

Setelah berbicara dengan James, Soogi kembali ke kamar untuk menjemput Jijji. Ia menunggu hingga Jijji selesai makan. Lalu mengajak anak perempuannya itu untuk segera pulang.

Kini soogi berada di mobil bersama Jijji. Ia hanya terdiam dan jijji menatap ibunya dengan ketakutan. Ya Soogi jelas kecewa apa yang dilakukan Jijji menunjukkan ia tak mempercayai sang ibu.

"Kenapa Jijji nggak bilang masalah beasiswa itu ke Ibu?"

Jijji menundukkan wajahnya. "Aku takut ibu nggak memberi Jijji izin."

Soogi terdiam dan ia juga benar tak akan mengijinkan. "Terus kenapa Jijji telepon Daddy?"

"Aku cuma mau kasih tau Daddy aku dapat beasiswa sekolah musik ke Amerika. Aku, juga nggak tau kalau Daddy akhirnya dateng," jawab Jijji takut.

Soogi menatap Jijji. Ia hanya menghela nafasnya. Mencoba meredam emosinya karena kesal dengan anaknya itu.

***

Minmin asik menonton drama hari ini ia sendiri menemani duoB. Reya saat ini sedang sibuk mengurus kafe miliknya. Dan Soogi kini sibuk dengan mantan suaminya. Saat ini Minmin tengah serius memerhatikan televisi, lalu si
kembar squinoid juga ikut tegang menyaksikan adegan yang kini tengah diputar. Lisan tentang seorang kekasih tang bertengkar.  Lalu kini saat mereka tengah bertengkar hebat. Sang pria bergerak mencium wanitanya. Kedua kembar itu saling tatap mereka merasa asing dengan adegan dalam tayangan yang mereka saksikan. Bongbong dan Bonbon kemudian saling menatap.

"Eonni," panggil Bonbon.

Minmin menoleh. "Hmm ada apa?"

"Itu."  Bonbon menunjuk televisi, bertanya tentang apa yang ia saksikan.

"Ah itu,  hanya untuk laki-laki dan perempuan yang pacaran," jawab Minmin asal. Dan kembali menonton acara kesukaannya.

"Pacaran itu apa?" tanya Bongbong

Minmin tak menoleh. "Itu kalau kalian suka melihat laki-laki tampan."

"Laki-laki tampan?" Gumam duo squinoid itu.

"Iya tampan seperti Jeon-gu samchon."

DuoB mengangguk.

***

Minji masuk ke ruangan Namjun. Ia berniat memberitahu jika ia diminta membintangi sebuah drama. Siang itu Namjun masih berada di sana. Mendengarkan rekaman yang telah dilakukan oleh beberapa member lain. Sekaligus menilai jika ada yang mungkin harus diulangi.

"Joonie ya," panggil Minji.

Namjun menoleh ia memutar kursinya agar menghadap ke arah pintu. Pria itu lalu membuka lebar tangannya. Minji menghampiri dan memeluk Namjun.

"Joonie ya," 

"Ada apa?"

Namjoon melepas pelukannya dan menatap Minji. Kemudian mengusap rambut dan menatap kekasihnya itu.

"Aku kemarin diminta untuk main di drama bersama Seojin oppa,"

"Drama?"  Tentu saja apa yang dikatakan Minji membuat Namjun terkejut.

"Dan  PD-nim bilang oke."

"Kalau begitu bagus. Aku nanti bisa sering melihatmu di televisi." Namjun berucap senang. Tentu saja apalagi ini berhubungan dengan karir Minji.

"Tapi, akan ada adegan ciuman dengan Seojin oppa," jelas Minji ragu.

"APA?!"

****

Reya masih ada di ruangan kerjanya di kedai kopi miliknya. Ia masih memeriksa laporan bulanan yang dikerjakan salah satu karyawannya. gadis itu memeriksa dengan teliti hingga sampai saat ini masih diam di ruangan. Ia bahkan melewatkan makan siang.

Tok tok tok

Pintu ruangannya diketuk. Reya segera mempersilahkan orang di luar untuk segera masuk.

"Masuk,"

Seseorang muncul di dana dengan senyum manisnya. Berdiri di depan pintu menatap Reya yang sedikit terkejut melihatnya.

"Jimmy?" sapa Reya.

Jimin menunjukkan paper bag berisi makanan yang dibelinya untuk makan siang ia dan Reya. Sebelum ia ke sini tadi.

"Kau belum makan siang kan?"

Reya mengangguk. Jimmy segera berjalan mendekat lalu duduk di kursi yang ada di hadapan Reya. Gadis itu merapikan laporan di meja. Lalu menatap Jimmy dengan antusias. Pria itu membawakan sushi dan beberapa kudapan lain untuk Reya.

"Ayo makan."

"Makasih, Jiminie," ucap Reya.

"Makan yang banyak."

Reya menyuapi Jimmy juga. "Kau yang harus makan banyak."

Jimmy menunggu Reya seharian. Menemani gadis itu menyelesaikan laporan. Reya juga merasa sedikit bersemangat karena ada Jimmy yang menemani. Setelah hampir malam Reya selesai dengan semua kegiatannya. Lalu Jimmy mengantarkan ia pulang.

"Karena tadi siang kamu traktir aku makan. Biar malam ini, aku masak sesuatu buat kamu Jim."

Jimmy mengangguk mengiyakan.

Mereka masuk ke rumah Reya. Dan Reya segera bergegas ke dapur. Jimmy mengikuti Reya memilih bahan makanan, memotong dan memasak bersama..

"Kamu tunggu aja, ini tinggal sebentar lagi," ucap Reya.

Jimmy mengangguk. Hanya saja ia tetap berada di sana menemani Reya.

Clap!

Lampu rumah Reya mendadak mati.

"Aaa!" Teriak Reya kesal.

Prang!

"Aakhh!" Pekik Jimmy kesakitan.

Clap!

Lampu kembali menyala. Reya melihat Jimmy yang memegangi tangannya. Tangan pria itu terkena penggorengan panas tanpa sengaja.

Reya mendekati Jimmy mengajaknya ke wastafel. Reya mengaliri tangan Jimmy dengan air mengalir dari kran.

"Maafkan aku," ucap Reya.

"Ini bukan salahmu, aku yang tak sengaja mengenai penggorengan tadi." Ucap Jimmy.

Reya tak mendengarkan, ia malah meneteskan air matanya karena merasa bersalah.

"Bagaimana ibi, Jiminie," rengeknya.

Reya mengajak Jimin berjalan ke ruang tengah.

"Duduk disitu." Pinta Reya.

Jimin duduk dan menatap kepanikan Reya. Gadis itu membuka laci-laci dengan terburu. Ia malah menjatuhkan beberapa barang karena panik.

Jimmy berjalan menghampiri dan menyamakan tubuhnya dengan Reya. "Kau cari apa?"

"Kotak obat, biasanya ada di ini."

Jimmy mengambil kotak obat yang ada di samping Reya. Namun ia tak memperhatikannya. "Ini?"

Reya mengangguk,  memegang tangan Jimin dan mengajaknya duduk kembali ke sofa. Ia memegangi tangan Jimmy, sambil membuka tutup cream di tangannya. Jimmy lagi-lagi tersenyum  melihat tingkah Reya.

Reya mengolesi obat ke tangan Jimmt.

"Aakhh," pekik pria ity ia berpura-pura tentu saja.

"Sakit? Maaf aku akan Lebih pelan-pelan." Ucap Reya bersalah.

"Tak sakit aku bercanda."

Reya menghela nafasnya. "Masih sakit nggak?"

Jimmy menggeleng. "Tak masalah."

Clap!

Lampu kembali mati.

"Mati lagi," gumam Reya. "Aaa--" pekik reya merasakan seseorang menariknya.

Clap

Lampu kembali menyala. Ia kini sudah berada sangat dekat dengan Jimmy.

"Kenapa kau menaarikku?"

"Aku takut gelap," jawab Jimmy.

Reya menatap Jimmy bingung. Pria ity ikut menatap Reya mereka terdiam satu sama lain. Tanpa mereka sadari wajah mereka semakin dekat. Terus mendekat.

Clap!

Lampu kembali mati.

Lalu Reya dan Jimmy?

"Emph, Jimm."

**

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top