Chapter 3. Hari-Hari Yunho-Jaejoong
TK swasta elite berbeda dengan sekolah pada umumnya. Sekolah itu mendidik para siswanya agar menjadi penerus atau pengusaha yang berkualitas sejak dini. Bahkan dari kecil sekalipun, mereka sudah diajari untuk bertingkah elegan dan berkelas. Hari itu Yunho dan Jaejoong mendapatkan tugas kelompok.
Mereka harus membuat prakarya dari kertas lipat. Karena Jaejoong lemah dalam tugas itu, akhirnya guru memasangkan Yunho dengannya.
"Kenapa harus aku, Seonsangnim?" Yunho protes. Yang lain kesal karena tidak bisa berkelompok dengan Yunho. Berkelompok dengan Yunho memiliki keuntungan sendiri. Mereka bisa bermain di rumah mewah Yunho, lalu Yunho juga bisa memerintahkan para pembantunya untuk menyelesaikan tugas.
Meski pada kenyataannya Yunho tidak pernah melakukan itu.
"Jaejoong tidak bisa melakukannya sendiri, Yunho." Guru tersenyum, menunjuk Jaejoong yang sibuk dengan kertas lipatnya.
"Apa yang dia bisa selain menangis dan bermain piano?"
"Yunhooo..."
"Kenapa harus aku, Seonsangnim? Kenapa bukan yang lain?"
"Seonsangnim yakin Jaejoong akan berkembang ketika bersama denganmu. Tolong Seonsangnim kali ini, ya!"
Yunho merengut tak suka. Jaejoong masih tersenyum lucu di sana, mengerjap sendiri. Sibuk dengan dunianya sendiri.
Melihat Jaejoong bahagia meski tanpa teman, hati Yunho sedikit terusik. Kenapa anak itu tersenyum seperti itu meski sendiri? Yunho terusik, benar-benar terusik. Yunho tahu benar bagaimana rasa kesepian, meski ia tak bisa mengeluh. Ia tak ingin dianggap manja dan orang tuanya makin menjauh.
Lalu sekarang Jaejoong melakukan hal yang tidak pernah Yunho bayangkan. Jaejoong bermain dengan dunianya sendiri. Bahagia seorang diri meski tak ada yang sudi mendekatinya. Yunho melangkah ke arah Jaejoong dengan wajah gemas.
"Kau."
"Yunho...." Jaejoong menaikkan alisnya, tersenyum lebar.
"Kenapa aku harus satu kelompok denganmu?" Yunho merengut tak suka.
"Apa kau membenciku?" Ekspresi Jaejoong berubah. Lihat itu, Yunho! Apa kau masih bisa bertahan dengan tingkah lemahnya itu?
"Lupakan! Ayo kita selesaikan!" Yunho melangkah cepat ke arah Jaejoong. Anak itu jauh lebih dewasa dan cekatan karena didikan keras orang tuanya.
Jauh berbeda dengan Jaejoong yang masih bisa menangis dan bermanja-manja.
Mereka memperhatikan kertas-kertas origami yang terhampar di meja mereka. Yunho mengambil kertas warna biru, lalu mulai melipatnya. Jaejoong memperhatikan, menunduk, menggaruk tengkuknya, lalu mengerjap polos.
"Yunho..."
"Apa kau mengerti?"
Jaejoong menggeleng. Gugup kembali melandanya setelah itu. Matanya mengerling dengan ekspresi bingung.
"Bi... Bisakah kau pelan-pelan?"
Yunho mengacak rambutnya gusar.
"Bagaimana aku bisa bertahan denganmu?" Yunho marah. Jaejoong menunduk karena merasa bersalah. Anak itu mendongak sebentar, lalu matanya mulai berkaca-kaca.
"Jangan menangis! Jangan menangis!" Yunho melotot, menunjuk wajah Jaejoong.
Jaejoong mati-matian menahan air matanya. Bibirnya mengerucut imut, protes. Jaejoong kembali memperhatikan kertas di depannya.
"Aku tidak akan menangis..."
Yunho mengangguk, lalu kembali meraih kertas-kertas origami di depannya. Jaejoong mengerjap beberapa kali. Kali ini dia berjanji akan mendengarkan semua penjelasan Yunho dengan baik.
"Aku akan mengajarimu perlahan. Perhatikan ini, Jaejoong!" Yunho berkata tajam. Yunho kesal sekali dengan sikap Jaejoong. Anak itu terlalu lamban, sedangkan Yunho lebih senang dengan orang yang cekatan.
Keduanya kembali sibuk dengan kertas-kertas di depan mereka. Yunho mengajari Jaejoong mengerjakan prakarya dengan kertas lipat itu. Rencananya Yunho akan mengajari Jaejoong membuat nanas. Nanas itu dibentuk dari lipatan-lipatan kertas yang disusun hingga tinggi.
"Yunho, aku berhasil!" Jaejoong bertepuk tangan ketika satu lipatan berhasil dia selesaikan. Anak itu berbinar sekali. Lagi-lagi Yunho merasa terganggu. Hanya dengan satu lipatan saja Jaejoong sudah sangat bahagia seperti ini.
Kenapa Yunho jadi bingung, ya?
"Apa kau senang?" Yunho bertanya cepat.
Jaejoong mengangguk cepat.
"Aku bahagia sekali, Yunho!" Jaejoong mengangguk semangat. Mereka kembali melipat kertas-kertas itu dan menyusunnya. Hanya saja jam pulang sudah berbunyi.
Mereka bersiap pulang. Semua anak sudah pulang, kecuali dua orang. Lagi-lagi Yunho dan Jaejoong yang tertinggal di kelas. Jaejoong masih sibuk dengan acara melipatnya. Anak itu terlalu antusias, bahkan mengabaikan Yunho yang hanya mengawasi.
"Yunho, aku harus membuat dua puluh lima lagi yang seperti ini?" Jaejoong tersenyum cerah. Yunho sudah menyelesaikan separuhnya.
"Apa kau akan menyelesaikannya hari ini?"
Jaejoong mengangguk.
Yunho melangkah cepat ke arah Jaejoong, lalu melongo. Lipatan yang Jaejoong buat salah. Semuanya salah, dari awal salah. Padahal Yunho sudah memberi contoh yang benar pada anak itu.
"Hei, kau ingin tahu sesuatu?" Yunho bertanya dingin.
"Iya?"
"Lipatanmu salah!"
Jaejoong mengerjap. Yunho meraih salah satu hasil karya Jaejoong, lalu membuka lipatannya. Jaejoong melakukan kesalahan pada semua lipatannya. Yunho memperbaiki lipatan Jaejoong tanpa kata. Ini sudah resiko Yunho satu kelompok dengan anak gendut ini.
Jaejoong masih mengerjap, lalu...
"Huaaaaa.... Yunho, maafkan akuuuu!" Jaejoong menangis kencang, menjerit. Anak itu berteriak hingga guru datang dan bertanya apa yang terjadi.
Lagi-lagi Yunho harus berurusan dengan anak gendut cengeng ini! Yunho kesal karena kelambanan Jaejoong, namun sekarang dia juga kesal dengan tangisan Jaejoong. Anak gendut ini sangat mengganggu.
"Kenapa kau cengeng sekali?!" Yunho sudah tak tahan lagi.
Jaejoong menghentikan tangisnya sejenak. Mendengar bentakan Yunho itu tangisnya terhenti spontan. Yunho menatap Jaejoong tak suka. Guru masih mencoba menenangkan Jaejoong, namun sekarang wanita itu tahu kalau Yunho punya kemampuan untuk membuat Jaejoong berhenti menangis.
"Apa yang kau bisa selain menangis, hah?!" Yunho masih emosi.
Jaejoong sesenggukan sejenak, lalu mengerjap.
"Maaf, Yunho! Aku sudah membuatmu repot. Tugas kita salah."
Yunho menggeleng kencang.
"Aku tahu, tetapi kalau kau menangis, maka semuanya tak akan selesai. Jangan selesaikan tugas ini dengan menangis, Gendut!"
Jaejoong menelan ludahnya.
"Aku tidak akan menangis, Yunho!"
"Bagus! Sekarang ayo kita perbaiki!"
Jaejoong mengerjap beberapa kali. Matanya mengerling ke arah Yunho. Jaejoong tahu kalau Yunho hanya sedang ingin membantunya.
"Kau akan membantuku?"
"Tentu, ini tugas kita!" Yunho meraih beberapa kertas dan mulai memperbaiki hasil kerja Jaejoong. Jaejoong menghentikan tangisnya, lalu mulai memperbaiki hasil kerjanya.
Guru kelas mereka melongo, lalu tersenyum lebar. Wanita itu semakin yakin kalau hanya Yunho yang bisa menangani Jaejoong. Yunho sering sekali mengomeli Jaejoong. Jaejoong akan menangis, namun setelah itu dia akan kembali mendekati Yunho.
"Yunho, aku akan menyelesaikannya di rumah." Jaejoong meraup beberapa hasil karyanya dan memasukkan kertas-kertas yang terlipat itu ke dalam tas. Yunho menatapnya jengah.
"Apa kau akan menyelesaikannya sendiri?"
Jaejoong mengangguk.
"Ini tugasku, Yunho. Ini juga salahku. Aku akan menyelesaikannya di rumah."
Yunho menyerah. Jaejoong terlihat bersemangat. Ketika supir Yunho datang menjemput, Jaejoong melambai dari teras kelas. Yunho bungkam. Hatinya menghangat meski dia sering marah-marah. Jaejoong memang menyebalkan, namun Yunho senang sekali ketika Jaejoong bertingkah seperti itu. Yunho mulai membuka hatinya. Jaejoong tidak lagi sendirian.
"Apa sekolah Anda menyenangkan, Tuan?" Supir Yunho bertanya lembut.
"Eh? Kenapa?" Yunho bertanya cepat. Senyumnya terlihat cerah. Yunho bersandar dengan wajah senang. Ini pertama kalinya sang supir melihat wajah sesenang itu dari seorang Yunho. Apalagi setelah pulang sekolah.
"Apa Tuan mengalami kejadian menarik?"
Yunho mengangguk cepat, bersemangat.
"Aku punya teman baru."
Yunho menaikkan alisnya. Dia jadi punya ide untuk melakukan itu. Yunho akan mengajak Jaejoong mampir. Apa, ya alasannya? Ah, prakarya!
TBC
Ditanya: "kok pendek2?"
Soalnya emang dulu bikinnya segini... Gapapa, ya... kan ini repost. Tapi banyak chap ini... *usap keringet*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top