Chapter 19. Usaha Yunho

            Yunho mencoba meminta maaf untuk semua yang telah dia lakukan pada Jaejoong. Jaejoong masih enggan melihatnya. Setelah lelah dengan tingkah Yunho kemarin, Jaejoong mengancam akan bunuh diri. Jaejoong mengancam akan menggigit lidahnya sendiri kalau Yunho masih menahannya di sana. Meski begitu Yunho masih belum menyerah. Dia masih ingin menahan Jaejoong di sisinya.

"Kenapa kau menghindariku?" Yunho tak terima. Tingkah Jaejoong bukannya makin berubah, namun tetap saja begitu. Jaejoong masih mencoba menghindarinya. Jaejoong masih enggan menatapnya.

"Aku lelah melihatmu!"

"Kenapa lelah?"

"Kau memuakkan, Jung!"

Yunho menghela napas. Meminta maaf pada Jaejoong tidak semudah itu. Jaejoong bukan lagi yang dulu. Jaejoong tidak lagi pemaaf. Remaja yang kini sudah tumbuh jadi lelaki menawan itu mulai jauh dari jangkauan Yunho dan tak mudah diraih.

"Jaejoong, aku benar-benar tulus padamu. Aku ingin meminta maaf."

Jaejoong tidak tahan lagi dengan ucapan Yunho. Kakinya melangkah malas ke arah Yunho dan menunjuk wajah lelaki itu. Ekspresinya jadi muak dan ogah. Yunho tak sadar dengan makna ekspresi Jaejoong. Dia hanya tahu kalau Jaejoong enggan memaafkannya.

"Dengan apa lagi aku harus meminta maaf, Jaejoong?"

"Jangan menemuiku lagi!"

"Tidak bisa. Semakin aku menjauh, kau akan semakin membenciku."

"Kau sudah tahu jawabannya, Jung."

"Karena itulah aku akan selalu menempelimu." Yunho menaikkan alisnya. Sudah beberapa bulan ini Yunho mendekati Jaejoong. Beberapa orang mulai memperhatikan mereka, terlebih Jaejoong. Jaejoong jadi lebih terkenal sekarang. Beberapa orang mulai tertarik padanya.

Jaejoong muak sekali kalau Yunho menempel begitu. Jaejoong muak. Dia selalu menghindari Yunho. Yunho tak menyerah. Hingga lulus SMA, Yunho masih mengejar Jaejoong. Yunho selalu meminta maaf pada Jaejoong, meski Jaejoong selalu dingin dan mengusirnya.

Awalnya Jaejoong tidak ingin meneruskan pendidikannya. Dia hanya ingin bekerja dan tinggal sendiri. Jaejoong ingin mandiri tanpa bergantung dengan uang kedua orang tuanya. Hanya saja ibunya tidak mengizinkan Jaejoong bekerja. Ibunya memaksa Jaejoong kuliah.

"Aku tidak akan melakukannya, Eomma." Jaejoong berkata dingin.

"Jaejoong..."

"Kenapa Eomma selalu memaksaku?"

"Ini demi kebaikanmu."

"Aku tidak akan melakukannya."

"Jaejoong..."

Mereka bungkam. Jaejoong tidak suka kalau harus dipaksa. Sejak kecil hingga sekarang ibunya selalu mengatur pendidikannya. Sekarang semuanya sudah berubah. Jaejoong tidak akan pernah peduli dengan keputusan orang tuanya.

"Eomma sudah terlalu ikut campur dengan hidupku."

"Jaejoong..."

"Tetapi Eomma sama sekali tak peduli denganku."

"Eomma sangat peduli padamu, Jae. Karena itulah..."

"Tidak, Eomma tidak akan memaksaku kalau memang peduli. Aku muak, aku lelah dengan semua keputusan kalian!" Jaejoong sudah tidak tahan lagi. Semua masalah seolah tumpah begitu saja. Dimulai dari lelaki bermarga Jung yang senang sekali mengganggu itu, dan sekarang di rumah juga demikian.

Jaejoong tertekan.

"Eomma tidak akan memaksamu, Jaejoong. Tetapi... Eomma akan menawarimu sesuatu. Kau bisa bekerja, tetapi kau harus tetap kuliah."

Jaejoong ragu tiba-tiba. Ibunya selalu punya cara untuk memengaruhinya. Jaejoong menghela napas. Kali ini dia mulai membuat sebuah kesepakatan dengan ibunya. Ibunya tidak akan memaksa Jaejoong masuk ke sebuah jurusan. Jaejoong yang akan memutuskannya sendiri. Jaejoong mengerjap. Dia tidak tahu apa mimpinya. Berbisnis bukan dunianya. Dia tidak tertarik dengan bisnis ataupun manjemen keuangan.

Jaejoong tertarik dengan...

Musik?

Tidak, Jaejoong tidak lagi tertarik dengan musik. Jaejoong ingin hidup di sebuah dunia yang belum pernah sekalipun dia tinggali, namun Jaejoong sangat mengaguminya. Dunia itu. Dunia yang sulit sekali dia jamah. Dunia...

Fashion.

Mungkin orang tak pernah menganggap Jaejoong mampu di bidang itu, namun pada kenyataannya Jaejoong berbakat di sana. Jaejoong hanya terlalu tak acuh untuk menunjukkan dan mengasah bakatnya. Sekarang dia ingin masuk ke sebuah bidang yang sangat ingin dia tinggali.

"Aku akan masuk jurusan fashion." Jaejoong menaikkan alisnya.

Ibunya terkejut dan balas bertanya, "Kenapa?"

Jaejoong tersenyum miris. Dia hanya harus menjawab kalau dia ingin. Ibunya menatap Jaejoong serius. Fashion adalah sebuah bidang yang tak pernah muncul dalam benak ibunya. Apalagi Jaejoong, anak satu-satunya mengatakan tertarik dengan bidang itu.

"Apa kau yakin?"

Jaejoong mengangguk cepat. Dia sudah mantap melangkah. Masa depannya akan dia raih sendiri. Tak boleh ada intervensi dari orang lain. Jaejoong akan melukis kisahnya tanpa campur tangan kedua orang tuanya. Tanpa Jung Yunho. Tanpa lelaki itu lagi. Jaejoong akan bahagia meski tanpa dia.

Jaejoong mendaftar ke kampus pilihannya seorang diri. Dia tidak bertemu dengan Jung Yunho sejak wisuda kemarin. Jaejoong mulai merasa kehilangan, namun ia menggeleng kencang. Jangan sampai kehadiran Jung Yunho dalam hidupnya membuatnya lemah! Tidak, Jaejoong tidak selemah itu!

Jaejoong melangkah pulang. Dia membawa motor hari ini. Ketika kakinya sampai di parkiran, tubuhnya membeku. Seseorang berdiri di sana. Tersenyum lebar dengan wajah tak bersalah.

"Hai, Jaejoong!"

Sialan kau, Jung!

"Kenapa kau di sini?" Jaejoong bertanya dingin.

"Untuk mendaftar kuliah. Aku jurusan bisnis."

"Apa tak ada kampus lain yang bisa menampungmu, Jung? Kau kaya, uangmu banyak, dan otakmu pintar. Kenapa kau mendaftar di kampus ini?"

"Karena kampus ini bagus. Kau tahu, tidak... kampus ini masuk dalam jajaran sepuluh besar kampus terbaik se-Korea."

Jaejoong tidak tahu itu. Kalau dia tahu Jung Yunho akan kuliah di tempat ini, mungkin Jaejoong tidak akan pernah mendaftar di sini. Namun biaya administrasi sudah masuk dan tidak dapat ditarik kembali, jadi Jaejoong terpaksa harus berada di tempat ini. Sialan!

"Aku tahu kalau kau akan masuk ke universitas ini, jadi aku mengikutimu."

"Apa maumu sebenarnya, Jung?!"

"Menempelimu. Mengejarmu."

"Sialan kau!"

Jaejoong tahu kalau Yunho melakukan ini hanya untuk mengganggunya. Jaejoong melangkah pergi menghindari Yunho. Mereka harus satu kampus, meski tidak satu jurusan. Ketika masa perkenalan kampus, Jaejoong berkenalan dengan banyak orang. Mereka mendekati Jaejoong tanpa punya niatan apapun. Mereka tulus berteman dengan Jaejoong.

Changmin memutuskan untuk kuliah ke luar negeri, jadi lelaki itu tidak akan pernah bisa bertemu Jaejoong untuk beberapa tahun ke depan. Beberapa orang sudah mendekati Jaejoong. Jaejoong mulai nyaman di jurusannya. Teman baru mulai berdatangan. Jaejoong diterima dengan baik.

"Aku akan mendapatkanmu!" Seorang lelaki agak nyentrik menunjuk wajah Jaejoong. "Aku akan menjadikanmu modelku! Model androgini, Jaejoong!"

Jaejoong merengut.

"Aku bukan model. Aku juga bisa mendesain baju." Jaejoong tak terima. Ketika matanya menoleh ke arah lain, tatapannya terpaku. Di sana Jung Yunho sedang tertawa dengan beberapa orang wanita.

Jadi begitu!

Yunho masih tertawa bahagia bersama para wanita itu. Jaejoong geram tiba-tiba. Wajahnya berpaling setelah itu. Dia menghela napas dan tersenyum ke arah teman barunya, Park Jimin.

"Jaejoong, apa kau ada waktu? Aku akan mengajakmu mencari bahan untuk desain baju baruku." Park Jimin tersenyum lebar. Jaejoong yang sudah terlanjur sakit hati karena melihat Yunho akhirnya balas tersenyum.

"Tentu saja bisa!" Jaejoong mengangguk cepat. Jimin merangkulnya hangat. Jaejoong tersenyum. Yunho melihat itu semua. Yunho memergoki Jaejoong yang tertawa dan dirangkul oleh lelaki lain.

Melihat itu hati Yunho terluka dan geram seketika. Yunho marah besar ketika melihat Jaejoong bersama orang lain. Panas sekali hatinya. Jaejoong, awas saja kau!

Yunho bersiap membalas tingkah Jaejoong nanti. Dia akan menghukum Jaejoong segera. Tunggu saja nanti, Jaejoong!

TBC

Ah, udah kuliah aja! Aku bingung gimana nambahin chapter lagi ini. Kan aku udah bilang ini cuma diedit tanda baca dan tembel dikit. Kalau ubah lagi, alur molor lagi. Jadi mari kita move on cepet2, anggap aja dulu Jung nemplokin selama tiga tahun itu... :v Kalau diceritain atu2 bisa boring nanti ceritanya...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top