Chapter 13. Kembali Lagi

            Jaejoong memutuskan kembali ke Korea bersama ibunya. Mereka memutuskan untuk menjual rumah dan aset lainnya. Perusahaan di Amerika dijual dan dijadikan satu dengan perusahaan cabang di Korea. Jaejoong menurut. Sejak kemarin Smith mengomel dan marah-marah.

"Kenapa kau marah?" Jaejoong bertanya kalem.

Smith melotot ke arahnya.

"Kenapa aku marah? Kau gila, Jaejoong? Kenapa kau memutuskan untuk pergi?" Smith masih meraung tak terima. Dia benci situasi seperti ini. Kalau Jaejoong tidak ada, artinya dia akan kesepian. Smith punya teman banyak, tetapi dia tidak terlalu dekat dengan mereka. Hanya dengan Jaejoonglah dia merasa sangat nyaman.

"Ibuku mengajakku."

"Kau bisa menolak dan tinggal di sini."

Jaejoong menggeleng pelan. Matanya menatap Smith dengan raut putus asa. Bagaimana dia bisa menjelaskan pada Smith kalau dia harus kembali ke Korea? Jaejoong punya banyak urusan di sana.

"Siapa yang akan merawatku?" Jaejoong tergelak miris.

"Aku yang akan merawatmu. Kau tak butuh orang tuamu, Jaejoong! Kau sudah diabaikan. Mereka tak pernah mengajakmu bicara. Kau hanya butuh uang dari mereka dan kau bisa tinggal di sini."

Jaejoong tidak berpikir semudah itu.

"Aku harus pergi."

Smith meraung gemas. Kalau Jaejoong pergi, dia tidak akan bisa bermain lagi. Ketika mata Smith menunduk, ia melihat sesuatu. Goresan di pergelangan tangan Jaejoong. Smith menarik lengan Jaejoong dan bertanya tajam, "Kau melukai dirimu lagi?"

Jaejoong mencoba menyembunyikan bekas luka itu, tetapi Smith sangat keras kepala. Lelaki itu menarik lengan Jaejoong dan melihat luka yang masih baru di sana. Warnanya merah dengan goresan-goresan menyeramkan.

"Sudah berapa kali kubilang, Jaejoong?! Kenapa kau melakukannya lagi?!" Meski tingkah Smith ini agak berandalan, tetapi anak itu baik sekali. Bahkan Smith bukan pengguna narkoba.

"Aku hanya terbawa suasana."

"Apa ibumu tahu kalau kau sering melakukan ini?"

Jaejoong tertawa geli.

"Bagaimana dia bisa tahu? Peduli padaku saja tidak. Karena itulah aku harus kembali ke Korea. Aku tidak akan tinggal di asrama lagi. Tiap liburan aku akan mengunjungimu, jadi kau tidak perlu cemas aku akan meninggalkanmu, Smith."

Smith menggeram. Kalau sudah begini, ia tak bisa mengajak Jaejoong ataupun memengaruhinya. Jaejoong tersenyum lagi dan merangkul Smith. Mereka tersenyum dan melangkah pergi. Hari itu Smith dan Jaejoong kembali berbuat onar. Hari terakhir Jaejoong di Amerika.

***

Persidangan itu berlangsung membosankan. Perceraian itu hanya membahas soal pembagian harta dan hal-hal menyebalkan lainnya. Ibunya punya perusahaan sendiri, sementara ayahnya juga sepakat membagi dua kekayaan mereka. Setiap bulan ayahnya akan memberi Jaejoong uang saku. Seperti itu. Segalanya diatur dengan uang dan kekayaan.

"Kunjungi Ayah di akhir pekan, Jaejoong." Ayahnya masih sempat memeluk Jaejoong.

"Aku tak punya waktu," jawab Jaejoong dingin. Lelaki itu sudah muak dengan segala masalah dan drama kedua orang tuanya. Mereka memang sibuk dengan dunianya sendiri, tetapi sekarang mereka makin memuakkan. Makin menyebalkan.

"Jangan kejam pada ayahmu sendiri, Jaejoong." Ibunya menengahi.

"Kurasa kalian yang kejam pada anak sendiri. Kenapa kalian menciptakanku kalau akhirnya kalian mengabaikanku?" Jaejoong melangkah pergi, meninggalkan kedua orang tuanya di sana.

Uang bulanan dari ayahnya tidak kecil. Ayahnya kaya. Bahkan meski Jaejoong tidak meminta uang pada ibunya sekalipun, dia tidak akan kekurangan. Ayah dan ibunya sama-sama sukses, jadi Jaejoong hanya perlu duduk menunggu kiriman tiba.

Tiga hari setelah persidangan, Jaejoong dan ibunya kembali ke Korea. Suasana Korea membuat Jaejoong jadi mengingat kejadian beberapa tahun lalu. Ketika masih SD, dia sangat naif. Dia hanya bisa menangis ketika dijahili. Dia hanya menurut. Bahkan ketika Yunho menghinanya, dia hanya sanggup bungkam.

Sekarang tidak lagi, Jung Yunho! Jaejoong bukan lagi anak cengeng seperti yang dulu. Jaejoong sudah bermetamorfosis sempurna, bahkan ketika kau tak peduli lagi padanya. Jaejoong yang dulu hanya bisa menekan tuts piano, kini ia sudah bisa mematahkan hidung orang.

Mereka pulang kembali ke rumah lama mereka. Rumah itu juga jatuh di tangan ibunya. Jaejoong melangkah masuk dan mendapati pembantu setianya yang dulu menyambut.

"Tuan..."

Jaejoong berlari ke arah pembantunya itu dan memeluknya erat. Dia merasa punya rumah tiba-tiba. Dulu dialah yang merawat Jaejoong, bahkan mengobati lukanya karena tragedi lem super itu.

"Bagaimana kabarmu, Bibi?"

Wanita tua itu mengerjap dan menatap wajah Jaejoong. Jaejoong yang dulu sudah berubah jadi lelaki yang sangat... cantik.

"Kenapa Anda jadi kurus begini, Tuan?"

"Aku tidak cocok dengan makanan Amerika." Jaejoong menunduk, cemberut imut. Sifat dasarnya muncul lagi. Sudah lama Jaejoong tidak bertingkah semurni dan setulus ini di depan orang lain. Bahkan di depan ibunya juga tidak.

"Bibi akan membuatkanmu makanan enak mulai sekarang, Tuan."

Jaejoong mengangguk semangat.

Sejak Jaejoong dan ibunya menginjakkan kaki di Korea, ibunya kembali pada rutinitas sebelumnya. Wanita itu memerintahkan asisten pribadinya untuk mengurusi sekolah Jaejoong.

"Aku akan mencari sekolahku sendiri." Jaejoong berteriak marah.

"Tidak. Eomma tidak akan pernah membiarkanmu memilih sekolah sendiri. Kau harus bersekolah di sana. Titik."

"Di sana? Dimana?"

Jaejoong menunggu jawaban ibunya, tetapi wanita itu hanya mengedikkan bahu. Asisten pribadinya datang dan menyerahkan seragam baru Jaejoong. Jaejoong membaca tulisan di saku seragamnya. Ada logo sekolah dan juga namanya di sana.

Jung High School.

Sialan!

Jaejoong bersiap protes, namun ibunya sudah melangkah pergi. Wanita itu masih sibuk karena harus mengurusi dokumen perusahaannya. Jaejoong merengut. Tidak, tidak! Dia tidak akan kembali ke tempat itu lagi! Hanya dengan membaca nama sekolahnya saja Jaejoong sudah kesal dan gemas setengah mati.

Jaejoong tidak berniat untuk membuka seragamnya. Dia hanya menatap benda itu di meja. Hingga akhirnya sebuah pemikiran melintas di otaknya.

Lupakan yang sudah berlalu, Jaejoong!

Kau bukan lagi yang dulu. Kalau mereka ingin menggodamu, maka kau hanya harus menghabisi mereka satu-persatu. Kau bukan Kim Jaejoong, tidak... margamu sudah berubah sekarang, Jaejoong! Kau hanya Jaejoong sekarang. Tidak perlu menggunakan nama ibu dan ayahmu.

Buktikan kalau kau bisa berdiri dan kembali dengan kepribadian yang berbeda!

Keesokan harinya Jaejoong benar-benar pergi ke sekolah. Ini hari pertamanya dan Jaejoong harus memperkenalkan diri. Semua dokumen sudah diurusi sejak kemarin. Jaejoong hanya perlu datang ke sekolah dan menemui wali kelasnya.

Jaejoong menaiki motor sport-nya, melaju dengan kecepatan di atas rata-rata. Ketika motornya sudah sampai di parkiran Jung High School, matanya menoleh ke sekelilingnya. Semua sudah berubah. Beberapa gedung sudah berdiri tegak. Gedung yang lama sudah direnovasi jadi makin megah.

Ketika kakinya melangkah, semua mata memandangnya. Tubuh tinggi, badan mulus putih, wajah cantik dengan bibir, hidung dan mata yang sangat luar biasa...

Semua orang mulai membicarakannya.

Jaejoong melangkah ke ruang guru dan bertemu dengan wali kelasnya. Ketika kakinya keluar dari tempat itu, matanya terpaku. Seseorang berdiri di depannya. Ia terpaku juga. Matanya mengerjap beberapa kali.

"Jaejoong..." Suara itu membuatnya tersenyum tipis.

"Hai, Changmin!"

"Jaejoong? Apa itu kau? Bagaimana kau bisa..." Changmin menunjuk tubuh Jaejoong dari atas ke bawah. "Kau cantik sekali..."

"Sialan kau!"

"Jaejoong..."

"Ya?"

"Selamat datang kembali!" Changmin memeluknya. Jaejoong tersenyum lebar, menepuk punggung Changmin sekilas. Ketika matanya mendongak, tatapannya bertabrakan dengan seseorang.

Lelaki itu terpaku. Hanya dengan melihat wajah tampan itu Jaejoong tahu siapa dia. Dia adalah pemilik sekolah ini. Lelaki yang dulu pernah menghinanya habis-habisan!

TBC

Akhirnya kanjeng Papih ketemu kanjeng Mamihhhhh... Apa yg akan terjadi? Lihat saja nanti. Ini dulu pendek karena aku ngetik pake hape. Karakternya aja cuma serebu. Kalau dipaste di word, jadinya 5 lembar. Cem artikel... :v

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top