Hanya Padamu

  Jaitan luka belum lama terobati, namun kini sudah terbuka lagi. Apakah hidup memang bagai misteri, kadang berbakti hati walau hanya dalam hitungan jari.

  "Hiks, hiks .... "

  "Hei, ada apa denganmu?" tanya Fajar.

 "Hiks ... Aku tak tau lagi. Mengapa kisah cintaku bagai panggung sandiwara seperti ini," ujar Senja.

  "Tidak, itu tidaklah benar. Kau tau, di dunia ini banyak sekali ujian, entah itu ujian sekolah atau ujian hidup. Anggap saja dirimu saat ini mendapatkan ujian hidup, dan aku akan selalu bersamamu." Fajar memberi semangat.

  Fajar dan Senja bagai buah yang dibelah dua. Saling melengkapi, namun tidak memiliki. Mungkin benar kata orang pandai, jika dua insan berlawanan jenis bersahabat tidak menuntut kemungkinan bila salah satunya akan memendam rasa. Yah, Fajar mengagumi sosok Senja yang telah lama dikenalnya. Sesosok wanita teguh hati, namun rapuh rasa. Ialah Senja, wanita yang sudah 5 kali gagal membangun cinta, tanpa sadar ada orang yang menunggu disampingnya. Ialah Fajar, seorang lelaki tampan yang dengan tegar membimbing Senja pada kebenaran. Walau sulit diawal, namun tanpa mengenal kata pudar ia tetap berjuang.

  "Senyum dong," bujuk Fajar. emberikan senyuman walau kaku.

  Mereka berjalan berkeliling taman bunga, sesekali Fajar bersenandung untuk memecah keheningan. Senja yang sedang bersedih pun sadar akan kecanggungan diantara mereka, ia berniat mengajak Fajar duduk di bangku yang telah tersedia disana. Namun, Fajar sudah menariknya terlebih dahulu.

  "Bang, beli!" teriak Fajar kepada abang penjual kacang.

  "Beli berapa mas?" tanyanya.

  "Satu bungkus berapa bang?" tanya Fajar kembali.

  "Lima ribu mas,"

  "Kalau satu bungkus saya beli dua ratus ribu gimana bang, tapi abang harus buat temen saya ketawa." Penawaran yang aneh memang.

  Senja yang hanya memperhatikan mereka, terkekeh dan tersenyum. Dan tertawa sangat keras ketika sangat penjual kacang memulai aksinya, dari bercerita kalau ayamnya dinikahkan paksa dengan ayam tetangga sampai kucingnya yang suka pada istrinya. Tidak hanya sampai disitu, sangat penjual ayam pun menirukan ekspresi sang istri ketika didekati kucingnya tersebut, membuat Senja tak sanggup menahan tawa hingga membuat perutnya sakit. Fajar senang bisa melihat Senja tertawa. Kebahagiaan senja adalah kebahagiaan nya.

  "Karna abang berhasil membuat teman saya tertawa, jadi ini hadiah abang." Fajar menyerahkan beberapa lembar uang ratusan ribu.

  Senja menatap Fajar dalam-dalam, timbul rasa yang tak bisa dijelaskan. Sesungguhnya hati adalah pemilihan yang paling hebat, namun kadangkala pikiran bertolak belakang dengannya. Senja merasakannya, gejolak aneh yang menyerang dianggapnya hanya sebuah kebetulan yang harus diperpanjang.

  "Fajar, apa kamu percaya cinta?"

  "Hmm, tentu ...."

  "Menurutmu apa itu cinta?"

  "Cinta ... Satu kata dan dua suku kata. Cinta banyak makna, kata orang pandai cinta itu sebuah sinyal untuk meneruskan masa depan walau banyak halangan dan rintangan harus tetap berjuang." jelasnya, "tapi, menurutku cinta itu perjuangan yang tidak pasti." lanjutnya sembari menatap langit.

  "Kenapa?"

  "Karna walau sudah berjuang belum tau hasilnya kan!"

  Senja nampak berpikir, "tapi, menurutku cinta itu misteri. Kadang bahagia, kadang juga derita. Cinta itu anugrah, tapi juga musibah. Cinta itu ibarat baju putih, mudah terkena noda dan susah menghilangkannya."

  Keduanya tertawa bersama, entah apa yang ditertawakan. Mereka bangkit dari duduknya lalu berjalan menuju tempat parkir. Karna hari sudah malam, jadi mereka pulang.

°°°

  Hari ini, Senja berniat menemui Fajar. Entah apa yang membuatnya sangat ingin menemui Fajar.

  "La la la ...." senandung kegirangan. Samar-samar terdengar seseorang sedang berbincang-bincang.

  "Apa kau yakin, Senja menerima dirimu?"  suara itu terdengar menyeramkan.

  "Tentu, tidak ada yang tau kepada siapa hati akan berlabuh. Tidak pula rasa yang semakin menggebu, ku yakin suatu saat nanti dia akan tau jika hati ini tertuju padanya!"  jawab Fajar.

  Senja siapa? Apakah dirinya. Ada apa, hati apakah Fajar memendam rasa padanya. Senja menutup mulutnya, terkejut akan apa yang diketahuinya.

  "Kenapa, kenapa kau masih bertahan. Bukankah penantianmu sudah sia-sia, bahkan Senja tak pernah memandang mu sama sekali!"  suara itu lagi.

  "Tidak, Senja merasakannya. Hanya saja dia belum menyadarinya, semua itu tampak jelas dan nyata. Tak hanya itu, kau juga tau itu tapi mengapa selalu kau tutupi?"  tangan Fajar pada Risa.

  "Fajar, aku adalah temanmu sejak kecil. Aku tau dirimu, kau selalu menunggu dan menunggu. Lihatlah aku ada di depanmu,aku menyayangimu jauh sebelum kau mengenal senja. Tapi mengapa kau tergila-gila padanya?"  tanyanya frustasi.

  "Risa, dengarkan aku. Kamu adalah adik tiriku, aku menjagamu karna memang itu tugasku. Bukan karna aku mencintaimu, i gatlah kita saudara!"  tegas Fajar.

  Senja yang hanya mendengarkan dibalik tembok, berlinang air mata. Ternyata selama ini sahabatnya mencintainya. Orang yang ada bersamanya adalah orang yang paling berkorban untuknya Fajar. Fajar yang selalu memberinya semangat, selalu memberinya nasehat, selalu memarahinya ketika salah dan memberi semangat jika dia lelah. Fajar adalah cintanya.

  Satu langkah ....

  Dua langkah ....

  Tiga langkah ....

  "Fajar ...."

  

  Risa dan Fajar terkejut, menoleh bersamaan. Mereka saling pandang. Apakah Senja mendengar semuanya.

  "Senja, apa yang kau tau?"

  "Semuanya," Senja tersenyum.

  "Semua?" tanya Risa.

  "Hmm, semua. Aku tau semua, tapi aku baru tau kalau kalian sodara tiri." jawab Senja sembari tersenyum.

  "Ya, itu sudah lama tapi kita tiada ada hubungan apaapa jadi kamu jangan berfikir macam-macam." sergah Fajar.

  "Ya benar."Risa membenarkan.

  Senja malah tertawa terbahak kala melihat adik dan kakak itu seperti orang menahan BAB. Bahkan membuat Fajar terheran-heran, apa yang membuatnya terbahak. Fajar dan Risa bertanya lewat ekspresi wajah mereka.

  "Aku hanya heran, kalian seperti ketahuan maling. Haha...." jawab Senja.

  "Hmm, oke ... Aku mau nanya. Apa yang aku dengar tadi memang benar adanya?" tanya Senja mulai serius.

  "Ya memang begitu adanya." jawab Risa.

  "Oke, Fajar. Kenapa kamu tidak pernah bilang padaku, kalau kamu mencintaiku?" tanya Senja lagi.

  "Hmm anu, hmm...." Fajar nampak bingung menjelaskannya.

  "Fajar berkata, 'karna rasa ini datang dengan sendirinya, jadi kamu juga harus tau dengan sendirinya. Tanpa ada yang memberi tahu pun pasti jika sudah saatnya, kamu juga tau.'   begitu kira-kira." Rosa menirukan gaya bicara Fajar.

  "Apakah benar begitu?" tanya Senja kepada Fajar.

  "Ya, memang. Rasa ini tumbuh seperti biji pisang, walau sudah berbuah dan membusuk pohonnya akan tetap tumbuh tunas nya." jawab Fajar dan mengambil benda yang ada disakunya.

  Sebuah benda kecil, berbentuk bulat yang sangat cocok bila dipasangkan dijari manis. Ya, sebuah cincin indah bermata satu (berlian). Berjongkok di depan Senja dan memberikan cincin itu.

  "Senja, aku hanyalah fajar yang tak mampu tegar tanpa adanya sinar. Sinarku ada bersamamu, tegar ku pun juga bersamamu. Jika diijinkan, maukah kamu menerima Fajar sebagai pendamping Senja?" pengutaraan yang tak masuk diakal.

  "Hahahahha...." Risa tertawa begitu kencangnya, "Heh kutukupret, itu jenis lamaran apaan?" lanjutnya masih tertawa.

  "Ini jenis melamar ala alam, Senja dan Fajar memang ditakdirkan saling melengkapi bukan saling menghindari. Senja pendamping Fajar, dan Fajar pendamping Senja tidak akan berubah sampai waktunya tiba." jawab Senja.

  "Apa itu artinya iya?" tanya Fajar.

  Senja hanya menganggu kan kepalanya sambil tersenyum bahagia.

  Fajar tersenyum dan langsung memeluk Senja dengan erat. Seperti tidak akan melepaskannya lagi. Senja milik Fajar, Fajar hidup Senja. Tidak akan berubah, bila cinta datang karna pandangan pertama itu sudah biasa dikalangan anak muda. Namun, bertahan dengan menumbuhkan cinta itu luar biasa.

Sekian ...

Salam Senja Fajar.

Terimakasih....

***
Tamat

 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top