First Love
Apa kalian percaya dengan cinta pada pandangan pertama? Aku menyadari satu hal dalam hidupku yang termanis, yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Bisa dibilang ini adalah hal pertama yang terjadi dalam hidupku. Jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Badanku kaku bila di dekatnya. Segala pikiran tertuju pada lamunan yang tak menentu. Inikah yang dinamakan Jatuh Cinta? Tapi itulah yang aku rasakan saat ini. Gadis itu sudah mencuri hatiku. Rambut hitam lurusnya tergerai indah, mata indah yang berwarna coklat. Bahkan matanya tenggelam saat dia sedang tersenyum. "Sangat cantik."
Lelaki bertubuh tinggi bersembunyi dibalik pohon memperhatikan seseorang yang sudah berani mencuri hatinya. Tepatnya ini sudah hari ke-7 saat kehadiran sang pujaan berada disekolahnya.
Teett
Teett
Siswa-siswa berhamburan untuk segera memasuki kelas. Karena bel sekolah sudah berbunyi menandakan semua para siswa sudah tidak ada yang boleh berkeliaran di luar kelas. High School 95 dikenal dengan KEDISIPLINANnya. Siapapun yang melanggar tidak akan segan-segan menerima sanksi.
"Kemana anak itu?" diacak kasar wajahnya dengan frustasi. "Sialan bersembunyi dimana lagi sekarang?" lelaki bertubuh pendek itu terus mengoceh mengingat bel sudah berbunyi dari 5 menit yang lalu.
"Daniel.."
Sang empu menoleh kearah belakang merutuki sang sahabat yang berjalan santai bak model catwalk. "Hey bodoh, cepatlah bel sudah berbunyi kau ingin mendapatkan sanksi huh? apa kau lupa hari ini pelajaran guru killer aku tak ingin dihukum hanya karena dirimu."
"Kenapa kau tak mencariku, malah berdiam diri seperti patung. Dasar bodoh!" Dia terkekeh, lantas berlari meninggalkan sang sahabat.
"Apa kau bilang?" teriak tak terima dirinya yang disalahkan. Ia pun segera berlari mengejar sahabatnya dari belakang sambil mengumpat. "Hey, dari tadi aku mencarimu, jangkung bodoh!"
Suasana kelas 3-A terlihat sangat hening mengingat guru pelajaran yang sangat killer disekolahnya.
"Nay," bisik sahabatnya.
"Iya, sukma."
"Sejak kepindahanmu seminggu disini, apa kau tidak menyadari kalau Sam selalu diam-diam memperhatikanmu?"
"Sam?" jawabnya heran.
"Iya, si lelaki dingin tanpa senyum, berkulit putih pucat, berwajah flat itu.
Lalu gadis cantik itu menoleh ke meja samping kiri yang dimana ada seseorang yang sedari tadi memang memandanginya dengan tatapan dingin. Bukan senang yang ia rasakan melainkan hawa dingin disekitarnya yang ia dapatkan. Siapa yang tidak takut bila ditatap seperti itu. "Aneh," gumamnya pelan.
Dengan cepat dia memakirkan mobilnya dihalaman yang cukup luas dan memasuki rumah yang sudah disambut dengan para maid.
"Selamat datang tuan", sapa seorang bibi.
Dia langkahkan kakinya menuju kamar, dan sesegera mungkin merebahkan tubuhnya dengan kasar ke atas kasurnya yang bersize King.
"Bodoh". Rambutnya berantakan diacak kasar. "Kenapa aku harus menatapnya dingin seperti itu, apa yang akan dia pikirkan tentang diriku?" Dia terus merutuki dirinya sendiri.
Bel pagi berbunyi, semua murid duduk di kelasnya masing-masing, diikuti dengan wali kelas yang segera memasuki kelas 3-A.
"Selamat pagi, anak-anak," ucap sang guru.
"Selamat pagi, Bu!"
Para siswa berdiri sambil memberikan salam pada sang guru. Lalu semua siswa kembali duduk setelah guru itu duduk di kursinya.
"Anak-anak, kalian tahu bahwa besok kalian akan diliburkan?"
"Horeee!!" Murid-murid bersorak-sorai gembira mendengar pengumuman dari sang guru.
Dibalik kebisingan teman-temannya ada seorang gadis yang memperhatikan sosok lelaki yang di claimnya sebagai miliknya secara diam-diam. "Jadi kau menyukai dia, Sam?" Sebuah seringaian terpasang di wajah Monalisa mengingat hal apa yang baru saja dilihatnya.
Tikk...
Tikk...
Tikk...
Sosok lelaki tampan terlihat sedang menikmati hujan gerimis dibalik jendela kamarnya. Seluruh pikirannya melayang. Hanya ada satu bayangan yang menari-nari di isi kepalanya saat ini. Matanya terpejam membayangkan sosok yang dicintainya, Naya.
"Bagaimana caranya aku mendekati mu?"
"Selamat siang!" Pemilik toko kue itu menyapa para pengunjung dengan hangat, tapi tiba-tiba gadis itu terkejut dengan kedatangan sosok yang ia kenali, "Sam?"
"Naya?"
"Hai, aku pemilik toko kue ini," jawab Naya cepat. Sam menyembunyikan wajah senyumnya. "A-aku kemari disuruh ibuku untuk membeli kue," jawabnya datar.
"Apa tadi dia tersenyum?" batin Naya.
Pengunjung toko kue itu cukup ramai. Kami kini duduk saling berhadapan. Namun tak satupun yang membuka mulut untuk berbicara. Aku mencoba memasang wajah sedingin mungkin dihadapannya. Karena sudah menjadi hal biasa bagiku. Disisi lain bibirku kelu, tanganku berkeringat, jantungku berdetak cukup kencang seakan ingin keluar dari tubuhku. "Apa yang harus kukatakan, dia bahkan tidak berhenti menatapku."
"Sam?"
"Y-ya?" jawabku gugup.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Naya.
"Ah, ya aku baik-baik saja."
Tak terasa kami menghabiskan waktu dengan mengobrol. Kami benar-benar menikmati waktu berdua, sungguh menyenangkan. Aku bisa melihatnya sedekat ini. Senyuman itu seperti candu baru bagiku, sangat cantik. Oh Tuhan, aku begitu bahagia. Terimakasih bu, karenamu aku bisa menghabiskan waktu bersamanya.
Flashback on
tokk...
tokk...
tokk...
Suara ketukan pintu itu membuatnya terbangun dari lamunannya.
Ceklek...
"Sam," panggil ibunya.
"Ada apa bu?"
"Bisakah bantu ibu untuk membelikan kue di toko langganan kita?"
"Tapi, bu lihatlah sekarang hujan, dan dimana itu aku tidak tahu tempatnya."
"Kau bisa pakai mobil alamatnya akan ibu kirimkan padamu. Cepatlah nanti malam ayahmu pulang."
Diapun merotasikan bola matanya malas. "Ya, baiklah aku akan berganti pakaian dulu."
Flashback off
"Kalau begitu aku pamit, terimakasih." Saat aku hendak pergi dia menahan lenganku.
"Sam, bisakah kau tersenyum untukku? A-aku hanya merasa terintimidasi saat kautatap aku dengan wajahmu yang dingin," ucapnya lirih. Wajahnya menunduk, ia takut jika apa yang dikatakannya bisa membuat sosok yang dihadapannya marah.
Seakan keberanian mendorongku untuk melakukannya. Aku memegang wajahnya, mensejajarkan tubuhnya denganku. "Maaf, jika aku sudah membuatmu takut, hmm."
Mata keduanya saling bertubrukan, gadis itu hanya terdiam tak percaya apa yang kini sudah dilakukan oleh sosok yang sudah mencuri hatinya. Seperti terhipnotis dia hanya tersenyum sebagai pengganti jawaban.
Jam 06.15 Naya sudah berada didalam kelas. Suasana kelas masih terlihat sangat sepi. Aku bisa melihatnya dibalik jendela kelas. Ingin rasanya aku mendekatinya, tapi rasa malu menghantuiku. Mengingat kemarin apa yang sudah kulakukan, dengan tanganku aku memegang wajahnya. Sepertinya aku gila. Namun selang 15 menit kelas pun ramai dipenuhi oleh siswa yang baru saja datang.
Atensi Naya kini tertuju pada sosok yang baru saja tiba. Naya memperlihatkan senyuman cantiknya pada sosok itu.
"Pagi, Sam", ucap Naya.
"Pagi!!" balasku senyum.
Semenjak pertemuan kemarin di toko kue Sam, dan Naya semakin dekat. Seperti saat ini Sam mengajaknya untuk makan siang bersama di kantin. Ia merasa bahwa semua orang memperhatikannya, tapi dia mengabaikannya. Dia juga tidak perduli dengan julukan yang melekat pada dirinya selama ini 'si lelaki berhati dingin'. Dia hanya ingin terlalu fokus pada sosok cinta pertamanya saat ini, Naya.
"Kau mau pesan apa?" tanya Sam.
"Samakan saja denganmu", Naya menjawab sambil tersenyum lebar.
"Baiklah, tunggu sebentar."
Sementara sammy memesan makanan, seorang gadis berambut pendek tiba-tiba menghampiri gadis yang sedang duduk menunggu seseorang dengan memainkan jemarinya diatas gelas.
Brakkk...
Naya terlonjak kaget saat ada seseorang yang menggebrakan meja dengan keras. Seluruh siswa menatap ke arah sumber suara berasal.
"Kau!" geram Mona, "berani-beraninya kau mendekati, Sam!"
"A-aku hanya.." Ia sangat ketakutan, dan kebingungan tubuhnya bergetar, wajah cantiknya pun berubah pucat pasi mengingat sosok gadis yang merupakan salah satu anak dari pemilik sekolah ini, Monalisa.
Dalam sekejap keadaan kantin pun menjadi kacau seluruh siswa yang ada disana mengelilingi meja dimana sosok dua gadis itu berada.
Byurrr...
Disiramkannya air pada wajah gadis itu, suara isakan terdengar dia hanya menunduk. "A-pa salahku?" tanyanya gugup.
"Kau tidak tahu, apa pura-pura tidak tahu? Satu sekolah sudah tahu siapa aku dan Sam?" bentak Mona.
Gadis itu hanya menggelengkan kepalanya. "Asal kau tahu, Sam adalah tunanganku. Jauhi Sam, karena dia milikku!" jawabnya penuh tekanan.
"Siapa yang kau maksud milikku?"
Deg...
Mona tersentak saat mendengar sebuah suara yang berat dan teramat dingin terdengar di gendang telinganya.
Itu...Sam, dengan tatapan dingin dia melangkah menuju Monalisa. Kini keduanya saling berhadapan.
"S-Sam," jawabnya gugup.
"Apa maksdumu mengatakan padanya untuk menjauhiku? Melirik ke arah gadis yang disampingnya.
"K-karena aku mencintaimu, Sam! Tidak ada yang boleh mendekatimu selain aku."
"Apa hakmu melarang orang lain untuk mendekatiku? apa kau kekasihku?" jawabnya sarkas.
"Aku tunanganmu!" Bahkan mereka sudah menjodohkan kita," ucap mona.
Kenyataan yang paling dibenci oleh Sam adalah perjodohohan yang diatur oleh orangtua mereka hanya untuk kepentingan bisnis.
"Berapa kali harus ku katakan padamu, aku tidak pernah menyukaimu, sialan! Aku bahkan menolak perjodohan ini!" teriak Sam. Nafasnya memburu.
Seluruh siswa kini meninggalkan 3 remaja itu dikantin. Karena demi apapun tidak ada yang berani berurusan dengan mereka.
"Aku mencintainya, jadi berhentilah menggangguku."
Mendengar pernyataan Sammy, Naya hanya terdiam menatap tak percaya apa yang baru saja dia dengar. "D-dia mencintaiku", batin Naya.
Tubuh Mona merosot ke lantai, mendengar apa yang baru saja lekaki itu katakan. Air matanya kini lolos, hatinya mencelos karena bukan pertama kali dia menerima penolakan dari lelaki yang dia cintai itu.
Lalu Sammy menarik Naya meninggalkan Mona yang masih betah menangis. Kini keduanya ada dibawah pohon. Ini pertama kalinya Sammy merasakan jatuh cinta dan mengungkapkan perasaannya.
"Aku menyukaimu, sejak pertama melihatmu, Sam menggenggam jemari Naya. "Aku ingin kau jadi kekasihku," jujur Sam.
"T-tapi, kau dan Mona?" tanya Naya.
"Kami memang dijodohkan, tapi aku tidak pernah mencintainya," tegas Sam.
Tak perlu menunggu lama untuk Naya menjawab, Ya. Kedua mata mereka saling bertautan dengan jarak yang sangat dekat. Ditangkupnya wajah Naya hidung mereka saling bersentuhan.
"I love you."
"I love you too."
***
Tamat
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top