62. Ledakan Cinta
Tak cukup mengejutkan Marcel dengan sajian romantis yang melibatkan steak, wine, dan juga cahaya lilin, cowok itu justru kembali terperangah saat melihat Elai di depan matanya. Layaknya cewek itu yang akan mengajak dirinya menghadiri satu pesta yang megah, Elai berpenampilan sangat cantik kala itu.
Elai memang cantik. Tapi, sekarang Marcel mendapati bagaimana kecantikan Elai yang tampak berpuluh-puluh kali lipat lagi. Dengan satu gaun bewarna hitam, semua lekuk mempesona yang istrinya miliki terpampang dengan amat nyata. Bahkan Elai pun mengenakan sepatu tingginya. Sungguh menggoda.
Bertipe kemben, gaun yang Elai kenakan memiliki potongan yang mengembang layaknya ekor duyung di bawah. Jenis yang sederhana, namun tetap saja terlihat elegan. Nyatanya, tanpa ada ornamen pemeriah, kesan polos di sana justru membuat gaun itu terlihat mewah berkelas.
Memamerkan kemulusan kulit di sepanjang lengan, pundak, dan juga punggungnya, Elai dengan teramat pintar memilih satu kalung bermata berlian yang cukup besar untuk ia kenakan di lehernya. Menjuntai dengan teramat pas melintasi area tulang selangkanya. Dan lalu berhenti tepat di atas cekungan samar payudara.
Elai menata rambutnya sederhana. Hanya tatanan rambut updo ala kadarnya yang jelas sekali justru menunjang penampilannya malam itu. Dan ketika ia tersenyum, Marcel nyaris meragukan bahwa kedua kakinya masih menginjak lantai.
"Akhirnya kamu balik juga."
Marcel mengerjapkan matanya. "E-Elai ...." Dahinya tampak berkerut ketika menyadari ia yang mendadak kesulitan bicara kala itu. "Ini apa?"
Tak langsung menjawab pertanyaan itu, Elai justru mengambil alih tas kerja yang masih Marcel pegang. Menaruhnya di bawah meja dan kemudian meraih satu tangan Marcel. Hanya untuk mengangkatnya di udara, agar ia bisa bergerak dalam satu putaran dansa di bawahnya.
"Ini ... namanya kejutan."
Kalau itu Elai beri nama kejutan, maka Marcel pasti akan mengakui sepenuh hati bahwa dirinya memang terkejut.
Satu tangan Marcel yang bebas bergerak. Refleks mendarat di lekuk pinggang Elai ketika putaran dansa yang cewek itu lakukan berakhir tepat di depan dadanya. Membuat ia sontak berhenti, berpegang pada suaminya.
Elai mengangkat wajah. Dalam keremangan cahaya lilin yang lembut, Marcel bisa melihat betapa sangat amat cantiknya Elai kala itu. Bahkan senyum yang merekah di bibirnya, tampak pula di dua bola matanya yang bening.
"Tadi siang aku dapat materi resep steak," kata Elai menjelaskan. "Jadi, aku pikir karena kita belum pernah makan malam romantis---"
"Ya ampun. Sorry, Lai," potong Marcel. "Aku---"
Namun, selanjutnya justru Elai yang menghentikan ucapan Marcel. Dengan bentuk satu jari yang ia daratkan di bibir cowok itu.
"Kamu udah sering nyenengin aku. Dan aku bersyukur kamu belum pernah ngajak aku makan kayak gini. Walau ..." Elai tampak berpikir sejenak. "... sebenarnya pas bulan madu, kita juga udah pernah sih makan kayak gini."
Senyum merekah di bibir Marcel. "Jadi, ini kamu yang masak?"
Elai mengangguk. "Aku nggak sabar pengen kamu makannya."
Setelah mengatakan itu, Elai mengajak Marcel untuk duduk. Lantas menyajikan sepotong steak ke piring suaminya. Berikut dengan beberapa sayuran rebus pelengkap. Tercatat ada brokoli, wortel, dan juga jagung di sana. Tak lupa dengan kehadiran kentang goreng.
Ketika pada akhirnya mereka menikmati makan malam itu, Marcel benar-benar tidak tau apa yang membuat ia terpukau. Sajian lezat itu? Oh, tentu saja. Alunan musik yang merdu itu? Itu pasti. Atau mungkin karena ia tak pernah mengira bahwa Elai akan menyambutnya seperti itu?
"Gimana rasanya?"
Marcel menyisihkan pisau dan garpu di sisi piring. Meneguk sejenak wine dan lantas mengelap bibirnya.
"Aku baru tau kenapa setelah menikah adalah hal yang sulit untuk cowok menjaga berat badannya," ujar Marcel. "Kayaknya semua makanan terasa jauh lebih enak kalau istri yang masaknya."
Elai mengulum senyum malu-malu. "Beneran?"
Marcel meraih tangan Elai di atas meja, menggenggamnya. Justru balik bertanya. "Apa aku keliatan bohong?"
Tentu saja. Tidak ada setitik pun tampak kebohongan di perkataan dan di wajah cowok itu. Karena memang jelas, Marcel mengatakan yang sejujurnya.
Setelah menikmati sajian lezat itu, Elai lantas mengajak Marcel untuk bangkit. Hanya untuk memanfaatkan musik yang mengalun. Dalam gerakan tubuhnya yang gemulai.
Marcel tidak tau, entah sebenarnya ia masih hidup saat itu atau sebenarnya ia sudah berpulang ke pangkuan Yang Maha Kuasa. Karena Marcel bersumpah. Rasa-rasanya saat itu Marcel sudah tidak lagi berada di bumi. Alih-alih sudah pergi ke surga sana. Jelas, Marcel tak pernah mengira bahwa kehidupan bisa menjadi sangat membahagiakan seperti saat itu. Namun, Marcel pada akhirnya tau. Dengan Elai, semua memang pasti akan menjadi hal yang membahagiakan.
Tangan Marcel naik. Meraih tekuk Elai dan lantas menariknya. Demi melabuhkan satu ciuman yang tak lagi mampu ia tahan.
Elai merekah. Membuka bibirnya dan membiarkan Marcel melumatnya dengan teramat menggebu. Memanggutnya. Dan lantas mengecupnya dengan tanpa henti. Pun dengan turut membalasnya.
Elai merasakan bagaimana satu tangan Marcel yang bebas lantas merengkuh pinggangnya. Mendorong ia untuk mengangkat kedua tangannya. Mengalungkannya di leher cowok itu. Dan lantas justru meremas rambutnya ketika Marcel mengisap lidahnya.
Elai mengerang. Matanya terpejam dalam luapan menikmati cumbuan Marcel yang membuat ia terlena. Dan hingga bibir hangat nan lembab itu meninggalkan bibirnya, Elai pun menarik napas dalam-dalam. Berusaha untuk menghirup udara yang ia butuhkan.
Tak butuh persetujuan, Marcel lantas mengambil tindakannya. Meraih tubuh Elai dan menjatuhkannya dalam gendongannya yang kokoh. Dengan segera melangkah. Menuju ke kamar mereka sementara Elai yang meraih wajahnya untuk tetap melanjutkan permainan bibir keduanya.
Sesampainya di kamar, Marcel serta merta membaringkan Elai di tempat tidur. Melepas dengan cepat jas beserta dasinya dalam hitungan detik yang teramat cepat. Membiarkan pakaiannya satu persatu melayang dan mendarat di lantai, ia mendapati bagaimana dengan teramat sensual Elai bergerak lembut di kasur mereka.
Menyisakan pakaian berbentuk segitiga yang masih melekat di tubuhnya, Marcel lantasi beranjak. Menuju ke tempat tidur dan pelan-pelan bergerak layaknya predator yang sedang mengintai mangsanya.
Elai mengangkat tubuhnya. Bertopang pada kedua siku, ia menunggu dengan tubuh menegang saat Marcel menghampirinya. Lantas Elai menahan napas. Ketika Marcel meraih kakinya. Hanya untuk melepaskan sepasang sepatu tinggi yang dikenakan oleh istrinya itu. Melemparkannya dengan pelan ke sembarang arah. Dan kemudian mengangkat tungkai yang jenjang itu. Menyingkap gaunnya di sana, hanya untuk mendaratkan bibirnya. Dalam bentuk satu kecupan basah yang meremangkan bulu kuduk Elai.
Marcel kembali bergerak. Meninggalkan kesenangannya dalam mengagumi godaan kaki Elai, ia semakin menuju pada sang istri. Bertanya dengan suara rendah. Yang terasa menggetarkan sanubari Elai.
"Keberatan kalau gaunnya aku buka?"
Astaga. Bahkan sebaliknya, Elai jelas merasakan keberatan kalau Marcel tidak segera melepas gaun itu dari tubuhnya. Sungguh! Sekarang gaun itu terasa sesak di dirinya.
Elai menggeleng. Dan itu menerbitkan senyum yang beraura sedikit misterius di wajah Marcel.
Tangan Marcel bergerak. Dengan cepat menemukan resleting gaun itu dan menyingkirkan kungkungan yang menyesakkan napas Elai. Namun, sebagai gantinya adalah Marcel yang merasa napasnya hilang saat itu juga.
Nyaris tidak mengenakan apa-apa di balik gaun itu, Marcel hanya mendapati ada satu pakaian dalam yang menutupi area intim Elai di bawah sana.
Tunggu.
Dahi Marcel mengernyit. Matanya menyipit. Dan Elai menunggu dengan jantung yang berdebar-debar. Penasaran akan seperti apa reaksi suaminya itu.
Berusaha sekuat tenaga, pada akhirnya Marcel berhasil juga untuk menarik udara. Karena jelas sekali, ia merasa sistema kerja tubuhnya mendadak terganggu lantaran dasar tipis nan menggoda yang berbentuk segitiga di bawah sana.
Oh, tentu saja. Itu sudah pasti bukan pakaian dalam biasa. Berbahan dasar renda dan pita, keberadaan benda itu sudah pasti tidak dimaksudkan untuk menjaga privasi penggunanya. Alih-alih menggoda mata yang melihatnya.
Bewarna hitam. Tampak sangat kontras dengan kulit Elai yang cerah dan bersih. Bersimpul pita di kedua sisi pinggul. Tampak sangat menggoda dengan kerampingan lekuk Elai di sana. Berenda seksi. Tampak sangat tak berarti untuk menutupi ketika pada bagian yang penting, pakaian itu justru memberikan celahnya.
Mata Marcel menggelap. Hingga dibutuhkan kekuatan untuknya tidak berlama-lama memandangi area itu. Yang rapi. Bersih. Dan sungguh? Dipercantik dengan satu g-string yang amat menggoda.
"Elai ...."
Suara Marcel terdengar amat berat. Sarat dengan gairah yang langsung saja mendesak celana dalam yang masih ia kenakan. Dan ia tak akan menyia-nyiakakan waktu untuk menunggu lebih lama.
Marcel beranjak. Langsung menindih Elai dan menyasar pada bibirnya. Mempertemukan keduanya dalam ciuman menggebu yang saling balas-membalas.
Tangan Marcel bergerak. Menahan tangan Elai di sisi kepalanya, lantas menelengkan wajahnya. Demi memperdalam ciuman itu.
Marcel memanggut. Dengan teramat dalam. Untuk beberapa detik lamanya. Untuk kemudian sentuhan itu berubah menjadi lumatan. Dengan teramat sensual. Menikmati tiap sisinya tanpa henti. Hingga menimbulkan suara decakan yang teramat seksi. Lantas berujung pada kecupan. Yang ia taburkan di tiap sudut bibir Elai. Demi berujung dengan rayuan ujung lidahnya yang nakal.
Elai membalas ciuman Marcel. Pun melakukan hal yang sama. Hingga tiap gairah yang makin memercik dirinya, membuat ia tak mampu bertahan lagi.
Tangan Elai lepas. Bergerak demi meraih Marcel. Meremas rambut cowok itu dan kemudian merayu sang suami dengan usapan lidahnya. Mendorong Marcel untuk membuka mulutnya.
Elai menggoda Marcel di dalam rongga hangat itu. Membiarkan lidahnya untuk bermain dengan amat nakalnya. Menyusuri barisan giginya. Merayu lidahnya. Hingga kemudian, Elai pun membawa lidah Marcel ke dalam pusaran gelora yang ia miliki.
Marcel mengerang. Sepenuhnya pasrah dalam godaan yang Elai mainkan. Menikmati bagaimana sang istri yang lantas melumat lidahnya. Terasa amat syahdu ketika memberikan pijatannya. Memanggutnya. Oh, Marcel tak kuasa untuk tidak semakin menindih Elai. Dengan teramat sengaja menyentuhkan bukti gairahnya di bawah sana. Balas memberikan godaan pada istrinya.
Elai semakin menggebu. Ketika mulutnya menikmati lidah Marcel, satu tangannya pun bergerak. Turun ke bawah. Demi menangkup kejantanan Marcel. Dan Elai merasakannya. Setitik kelembaban yang berontak dari dasar kain celana dalam sang suami.
Cumbuan bibir terlepas. Tepat ketika Marcel merasakan sentuhan jemari Elai di kejantanannya membuat ia tersulut. Mendorong dirinya untuk balas merayu. Memberikan kecupan-kecupan basah di sepanjang kulit Elai.
Rambut Elai berantakan. Itu adalah di saat gairah membuat ia bergerak tak tentu arah. Meliuk. Menggeliat. Berusaha untuk menerima semua cumbuan yang bibir Marcel berikan padanya.
Marcel turun. Menikmati kulit leher Elai. Mengisapnya. Meninggalkan jejak kemerahan yang teramat seksi di sana.
Dan Elai menikmatinya. Dengan mata yang memejam, tangan meremas bantal, ia pun lantas mendesah. Tepat ketika bibir Marcel memerangkap putingnya.
"Aaah ...."
Kedua kaki Elai bergerak-gerak resah. Merasakan gairah yang makin lama makin menggelapkan matanya. Dan itu mendorong Marcel untuk semakin menggoda. Hingga ia pada akhirnya bertemu dengan sepasang payudara Elai, Marcel pun lantas meremas bagian itu dengan teramat menggebu.
Marcel memainkan puting Elai. Dengan mulutnya, ia mengulum. Memanggut. Dan lantas mengecup. Berulang kali. Hingga puting itu sontak basah membengkak. Amat menggoda.
Tak puas dengan itu, dengan jari tangannya Marcel pun mempermainkan puting Elai. Merabanya. Menyentuhnya. Dan lantas menutupnya dengan satu jilatan ujung lidahnya. Hingga memberikan efek geli yang tentu saja tidak membuat Elai tertawa. Alih-alih, ia mendesah.
"Aaah ...."
Elai berusaha untuk tetap bernapas. Tapi, sungguh. Tiap detik yang ia lalui dengan menerima semua cumbuan yang Marcel berikan, benar-benar mengancam akal sehatnya. Ia tak akan mampu bertahan lagi. Hingga pada akhirnya, ia pun memohon.
"Cel .... Please, aku udah nggak tahan lagi."
Apa lagi yang bisa melayangkan ego cowok selain pengharapan dari pasangannya? Maka tentu saja, adalah hal yang manusiawi bila mendapati senyum itu di wajah Marcel. Namun, tak membalas kata-kata itu, Marcel justru melanjutkan penjelajahannya.
Bibir Marcel kembali turun. Mengecup di perut Elai. Pelan-pelan semakin turun. Menggoda pusarnya sejenak. Seiring dengan kedua tangannya yang meraih kaki Elai. Tepat di belakang lututnya. Dan kemudian ia mendorong. Membiarkan kedua kaki Elai menekuk dengan posisi membuka di hadapannya.
Mata Elai membesar. Namun, sedetik kemudian ia justru memejamkan matanya. Itu adalah ketika ia merasakan ujung lidah Marcel memberikan sentuhan pertamanya di bawah sana.
Marcel menahan napas. Membiarkan beberapa detik berlalu hanya untuk mengagumi betapa sempurnanya pakaian seksi itu dalam membalut kewanitaan Elai. Dengan celah yang sengaja didesain di ambang kewanitaannya, Marcel tak perlu bersusah payah untuk melepaskan g-string itu. Alih-alih keberadaannya justru menghadirkan kesan seksi yang tak mampu Marcel tolak.
Marcel kembali menunduk. Kali ini ia memperturutkan keinginan hatinya. Untuk memporakporandakan kewanitaan Elai di dalam sana.
Lidah Marcel masuk. Menusuk. Bergerak dalam putaran yang teramat berirama. Hingga menarik erangan Elai untuk mengalun. Menggema.
"Oooh, Marcel ...."
Marcel mencecap. Mengisap. Dan lantas Elai merasa dirinya bagai memudar. Lenyap. Layaknya ia yang hilang. Tertelan dalam pusaran gairah yang seketika membutakan matanya. Hingga jeritan itu pun kemudian pecah.
"Aaah!!!"
Ledakan kenikmatan yang Elai rasakan menerbitkan rasa manis selaksa madu di indra pencecap Marcel. Hingga ia pun menjilat. Menyesap. Dan semuanya meresap hingga ke lubuk hatinya yang terdalam.
Beranjak naik, Marcel mendapati Elai yang terengah-engah. Tapi, ia tak bisa menunggu. Hingga ia pun langsung menindih Elai. Dan Elai, menyambutnya. Langsung mencium Marcel dan membiarkan suaminya kembali menuntut percintaan mereka.
Dibutuhkan pertahanan diri yang kuat untuk Marcel mampu menarik diri sejenak. Sekadar untuk melepaskan pakaian dalamnya. Membiarkan kejantanannya yang telah menegang sempurna untuk terbebas dari kungkungannya.
Elai bangkit. Tanpa aba-aba, ia langsung meraih kejantanan Marcel. Membuainya dengan mulut dan juga lidahnya. Menikmati bagian itu untuk beberapa kali lamanya. Keluar masuk ke dalam rongganya yang hangat. Hingga pada akhirnya, Marcel menahan Elai.
Menuntun, Marcel lantas membalikkan tubuh Elai. Membiarkan istrinya itu bertahan dalam posisi merangkak dengan membelakanginya. Memamerkan sepasang bokong yang teramat menggoda mata Marcel.
Marcel mencumbu Elai sejenak. Menciumi punggungnya yang mulus. Seraya meremas bokongnya. Dan kemudian, barulah ia meraih kejantanannya.
Marcel menggoda. Membiarkan Elai menunggu dalam penantiannya saat ia mengusap kepala kejantanannya di sepanjang bibir kewanitaan Elai. Berulang kali. Hingga Elai menahan napas. Dengan jantung yang berdebar-debar. Dan lantas, Marcel pun menghunjam dengan amat cepat, kuat, dan dalam.
Elai mengerang. Mata memejam. Dengan menggigit bibir bawahnya. Seperti kedua lututnya tidak mampu untuk bertahan lagi.
Marcel mengecup sisi kepala Elai yang rambutnya sudah amat acak-acakan. Berbisik. "Sakit?"
Elai berusaha mengatur napasnya. Itu jelas menimbulkan sedikit rasa sakit. Tapi, tentu saja. Ini adalah sakit yang menghadirkan candu. Maka ia pun menggeleng.
Mendapatkan jawaban itu, Marcel pun lantas tak merasa sungkan. Setelah memberikan waktu beberapa detik untuk Elai menyesuaikan diri dengannya, Marcel pun lantas bergerak.
Mulanya, Marcel bergerak dengan pelan. Keluar dengan perlahan, pun masuk kembali dengan sama perlahannya. Hanya untuk menggoda. Beberapa saat. Agar Elai semakin merasa nyaman dengan percintaan mereka.
Dan ketika erangan sakit Elai perlahan menyublim menjadi erangan kenikmatan, maka Marcel pun tak menahan diri lagi. Kali ini, cowok itu bergerak dengan keinginan hatinya. Dengan cepat. Dengan kuat. Dengan dalam.
Marcel menggebu. Kedua tangannya memegang pinggul Elai. Menarik dan mendorong tubuh istrinya berulang kali. Seirama dengan pergerakan pinggul yang juga ia lakukan.
"Aaah ... aaah ... aaah ...."
Elai tidak henti mengerang. Melirih. Mendesah. Jelas menikmati percintaan mereka. Membiarkan Marcel menuntunnya dari belakang dengan begitu terlena. Benar-benar hanyut. Dalam sentuhan yang menggetarkan tubuhnya. Diiringi oleh desahan, erangan, dan juga bunyi-bunyi percintaan mereka yang terdengar amat sensual.
Keringat bercucuran. Membasahi tubuh keduanya. Membuat percintaan itu semakin menggairahkan. Semakin liat.
Menahan tubuh Elai, Marcel kemudian tak mampu mengendalikan dirinya ketika ledakan kenikmatan yang kembali Elai rasakan langsung berdampak padanya.
Rasanya rapat. Erat. Kuat. Liat. Hangat. Dan astaga!
"Aaargh!!!"
Marcel menarik pinggul Elai hingga membentur dirinya. Agar kejantanannya bisa tenggelam sedalam mungkin. Itu adalah ketika pada akhirnya Marcel meledak. Dalam kenikmatan percintaan yang teramat membutakan matanya.
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top