54. Desakan Gairah

Marcel tak berencana, tapi satu kecupan yang mendarat di dadanya membuat ia menggeram berat. Dengan mata terpejam rapat. Dan tangan mengepal kuat. Tapi, sungguh! Sentuhan itu meninggalkan kesan liat dan juga ... hangat!

Marcel mencoba untuk bergerak, namun entah de javu atau tidak, ia mendapati bagaimana kedua pergelangan tangannya yang ditahan dengan kuat di masing-masing sisi kepalanya. Ehm ... mungkin sebenarnya jari-jari tangan yang langsing dan lentik itu tidak kuat, tidak sekuat tenaganya. Hanya saja mungkin yang benar adalah Marcel yang seolah kehilangan kekuatannya. Hingga ia hanya bisa pasrah ketika bibir lembut nan basah itu kembali jatuh di atas kulitnya. Dan kali ini, tepat mendarat di atas putingnya.

Marcel menggeram. Mengerang. Matanya membuka dengan nanar. Merasakan dengan jelas aura dominasi yang dipancarkan oleh sosok cantik yang tengah berada di atas tubuhnya itu. Sosok cantik yang dengan rambut panjangnya yang terurai itu tampak menggoda hanya dengan mengenakan pakaian dalamnya.

Elai tersenyum. Dengan mata yang melirik ke atas. Berusaha untuk melihat pada mata Marcel yang tampak penuh dengan kabut. Bukti nyata bagaimana gairah telah pelan-pelan menguasai akal sehat cowok itu.

"Elai ...."

Sial!

Marcel meneguk ludahnya. Tampak mengernyitkan dahi dengan satu pemikiran memalukan di benaknya. Suara siapa tadi?

Sementara itu, mendengar suara Marcel yang teramat serak, Elai pun merasa di atas angin. Layaknya ia yang sedang jumawa. Merasa penuh percaya diri. Bahwa dirinya, yang kerap kali dibuat tak berdaya oleh Marcel, justru bisa melakukan hal yang sama pada cowok itu. Nyatanya, Marcel sekarang tak ubahnya seperti remaja yang baru mendapat mimpi basahnya. Tampak resah dan gelisah. Seakan tak sabar untuk menuju pada menu utama.

"Ehm ...?"

Adalah deheman dengan nada bertanya, itu yang Elai berikan pada Marcel sebagai respon untuk panggilan yang ia dapatkan tadi. Mata Elai berkedip sekali. Seraya melayangkan sorot menggoda yang tak pernah Marcel dapatkan sebelumnya. Tapi, siapa yang bisa menduga apa saja yang bisa dilakukan Elai? Toh, hingga di titik ini Elai berhasil berulang kali membuat Marcel kaget dengan setiap kejutan-kejutannya.

Bahkan dengan kemampuan berpikirnya yang mulai terbatas, Marcel mencoba untuk menyadari bahwa semula ia pun tak mengira bahwa akan ada masa di mana Elai berinisiatif mencium dirinya terlebih dahulu. Tapi, setelah pernikahan mereka, Marcel dibuat menganga dengan kejutan yang ia dapatkan.

Dan yang terbaru, adalah tadi ketika mereka sedikit beradu mulut, Marcel kembali dibuat takjub saat Elai menarik wajahnya demi melabuhkan satu ciuman yang lantas langsung merobohkan semua rasa tak nyaman yang menderanya belakangan ini. Lantas, tak hanya itu. Marcel kembali terperangah saat mendapati Elai yang dengan teramat tiba-tiba justru bergerak. Mendorong tubuhnya. Hingga ia jatuh menelentang di kasur yang empuk itu sementara Elai yang langsung menjajah di atasnya.

Jakun Marcel tampak naik turun. Bukti nyata bahwa cowok itu tengah menelan kuat-kuat gumpalan keresahan yang semakin memabukkan akal warasnya kala itu. Dan sebagai bukti, ia pun bisa merasakan bagaimana napasnya yang kemudian kian memberat. Dorongan dari hasrat yang semakin deras menuju ke kejantanannya.

"Aku kangen kamu, Lai."

Tentu saja ada perbedaan makna di sini. Nyatanya, Elai dan Marcel tinggal di rumah yang sama. Bahkan tidur di kasur yang sama. Namun, semua tau bahwa dua hari belakangan ini Marcel nyaris tidak benar-benar bisa menyentuh istrinya sendiri. Ehm .... Pengantin baru? Mengalami hal itu? Yang benar saja!

Dan sepertinya, Elai pun tau apa maksud perkataan Marcel. Lebih dari itu, ia pun juga merasakan hal yang sama. Bahkan kalau harus meruntuhkan rasa malunya untuk jujur, Elai pun merasa tersiksa lantaran belakangan ini melewati hari tanpa sentuhan Marcel. Ia juga merindukan hal yang sama.

Maka untuk pernyataan itu, Elai lantas menyunggingkan senyum di wajahnya. Mempertahankan posisi duduknya di atas perut Marcel, ia pelan-pelan tampak bangkit dengan punggung yang menegap. Pun menjawab dengan hal yang serupa.

"Aku juga."

Tak hanya itu, lantas kedua tangan Elai bergerak. Menuju ke balik punggung dan meraih satu benda yang membuat Marcel menahan napasnya. Terutama karena di detik selanjutnya, pakaian penyanggah payudara Elai lepas. Lenyap ke sembarang arah. Menghadirkan satu pemandangan yang membuat Marcel seketika menjadi gelap mata.

Menahan diri jelas adalah hal yang mustahil untuk dilakukan oleh seorang Marcel. Maka Elai sendiri pun tidak heran bila sedetik dari ia melepaskan bra dari dadanya, Marcel langsung bangkit. Duduk. Demi bisa langsung meraih payudaranya yang bebas tanpa penghalang.

Mata Elai sontak terpejam saat mendapati dua sentuhan berbeda yang menyapa masing-masing payudaranya. Ada remasan di salah satunya, sementara ada isapan pada yang lainnya. Dan tenggorokan Elai pun lantas melantunkan erangan lirihnya. Memenuhi seisi kamar mereka.

"Oh .... Mar ... cel ...."

Terdengar indah sekali di telinga Marcel. Maka jangan heran bila permainan mulut dan tangan Marcel di payudara Elai semakin menggila. Terlebih lagi, karena ia tak mampu menahan dorongan hasratnya, tangan Marcel pun lantas menahan pinggang Elai. Tanpa aba-aba, cowok itu bergerak. Menggantikan erangan lirih Elai menjadi satu pekikan kecil tanda kaget tatkala tiba-tiba ia mendapati bagaimana Marcel telah menukar posisi mereka berdua. Dengan teramat cepat, kali ini Elai pasrah saja ketika harus kembali berbaring di atas kasur empuk itu.

Masih belum puas dengan mempermainkan payudara Elai, Marcel tampak semakin menggebu meremas bagian itu. Berulang kali. Dengan teramat gemas. Hingga Elai tak berdaya di bawahnya. Menggeliat. Meliuk. Terdorong oleh gairah yang makin lama makin Marcel percik pada dirinya.

Tangan Marcel bergerak. Memberikan sentuhan yang membuat puting payudara Elai bereaksi seketika. Tampak menegang. Layaknya kepongahan yang sedang menggodanya. Memberikan undangan tanpa suara untuk datang menghampiri. Lalu melenyapkan diri dalam kehangatan yang Marcel tawarkan melalui permainan mulutnya yang hangat dan basah.

Elai tersentak. Oleh tiap rasa dan sensasi yang Marcel berikan melalui sentuhan itu. Hangatnya membuat ia meremang. Basahnya membuat ia mengerang. Dan lantas isapannya, membuat ia menggelinjang. Membuat ia benar-benar terbuai oleh semua itu.

Dan Marcel, layaknya seorang musafir yang telah lama kehilangan mata airnya, mendapati penghilang dahaganya dalam keindahan yang Elai miliki. Pada puting yang mencuat itu, ia seperti menemukan bulir-bulir mata air. Melegakan. Pun memberikan semua yang ia inginkan selama ini.

"Marcel .... Oh .... Marel ...."

Remasan dan isapan yang silih berganti Marcel berikan pada payudara Elai, lantas terjeda tatkala Marcel perlahan beringsut. Demi menabut kecupan-kecupan di sepanjang kulit Elai yang makin lama makin sensitif. Lebih peka terhadap setiap sentuhan yang suaminya berikan.

Marcel sedikit menarik diri. Demi bisa melepas pakaian terakhir yang masih melekat di tubuh Elai. Hingga penutup berbentuk segitiga itu lenyap, maka keintiman yang Elai miliki pun terpapar oleh pandangan gelapnya.

Marcel menahan napas. Meneguk ludah ketika ia mencoba untuk menahan dirinya. Paling tidak untuk ia kemudian turut melepas pakaian di tubuhnya. Dan saat itu, mata Marcel bisa mendapati bagaimana Elai yang tak melepaskan sorotnya dari setiap pergerakan yang ia lakukan. Pun ia dengan jelas melihat Elai yang menahan napas dengan meremas kedua tangannya di depan dada. Seperti tengah menanti-nantikan hal yang telah ia dambakan selama ini.

Perlahan, pemandangaan perut Marcel yang berlekuk lantaran otot di sana, masuk menyapa retina mata Elai. Lalu semakin naik, pada dadanya yang bidang.

Elai tak peduli ke mana Marcel melempas kaus yang ia kenakan. Karena pada kenyataannya, ia terlalu terpukau dengan pemandangan maskulin itu. Pada kegagahan khas yang hanya dimiliki kaum adam.

Dan Marcel berdiri. Dengan gerakan yang diperlambat, seolah ingin menyiksa Elai di bawah sana, Marcel lantas melepaskan celananya. Berikut pula yang berada di dalam. Hingga ketika pakaian itu melayang, Elai tercekat. Napasnya seakan tak berembus lagi ketika melihat bukti gairah Marcel yang telah menegang dengan teramat sombong.

Mungkin karena pengaruh emosi yang sempat menyelingkupi dirinya. Atau pengaruh kerinduan selama dua hari. Atau memang karena Elai menginginkannya. Entahlah. Yang pasti adalah di detik selanjutnya, Elai bangkit. Hingga membuat Marcel yang semula akan kembali menghampiri Elai, terpaksa mengurungkan niatnya.

"Aaargh ...."

Atau mungkin tidak terpaksa. Karena geraman yang tertahan dari tenggorokan Marcel cukup membuktikan kalau cowok itu menyukai satu sentuhan yang Elai lakukan di kejantanannya!

Elai membawa jemarinya yang lentik itu untuk mengusap puncak kejantanan Marcel. Dengan ujung jari telunjuknya, ia menyentuh kelembaban gairah itu. Meresapi sensasinya dengan pelan-pelan mengangkat wajahnya. Hingga saat pandangan mereka berdua bertemu di udara, Elai melepaskan napasnya seiring dengan gerakan tangannya yang lantas membuai Marcel di bawah sana.

Hingga kemudian, tanpa ada kata-kata yang terucap, hanya ada sorot mata yang tersirat, tangan Marcel bergerak. Meraih kepala Elai. Menariknya. Dan Elai, menurutinya. Dengan mulut yang membuka. Pelan-pelan, mendekati bukti gairah Marcel. Lalu melenyapkannya dalam kehangatan yang Elai berikan.

Mata Marcel sontak memejam. Kepalanya terangkat. Desahan terlontar dari bibirnya.

"Aaah ...."

Dan untuk pertama, Marcel perlu membimbing Elai. Membawa kepala cewek itu untuk maju dan mundur bergantian. Dengan irama yang teratur. Hingga kemudian, Elai pun bergerak dalam insting alamiah yang bangkit dari dalam dirinya. Dorongan yang membuat ia pun menikmati rayuan yang ia berikan pada kejantanan Marcel.

Detik demi detik terlewati, Elai pun hanyut dalam permainan mulut dan lidah yang ia berikan. Memberikan pijatan di sekeliling batang kejantanan Marcel. Lantas melabuhkan kecupan hangat nan menggoda di kepalanya. Sementara satu tangannya, dengan teramat nakal justru mempermainkan dua buah zakar cowok itu.

Astaga!

Bernapas sekarang menjadi hal yang teramat sulit untuk Marcel. Lebih dari itu, bertahan untuk tidak meledak saat itu juga, adalah hal yang meragukan baginya.

Marcel tidak ingin mengambil risiko. Ia tau. Bukan hanya karena sentuhan Elai yang melemahkannya, alih-alih juga karena ada keterlibatan perasaan di sana. Ia sadar. Bersama dengan Elai, setiap sentuhan tidak pernah menjadi sebatas sentuhan sentuhan belaka. Ini adalah salah satu bukti bahwa ada benang tak kasat mata yang mengikat mereka.

Marcel menahan Elai. Pelan-pelan mendorong Elai untuk melepaskan kejantanannya. Dan di saat itu, ia pun langsung membawa Elai untuk kembali berbaring. Dengan teramat tepat dan tanpa cela, ia mengambil tempat di antara kedua kaki sang istri yang telah membuka. Samar, tapi tak perlu diragukan lagi. Marcel merasakan kelembaban Elai di bawah sana.

Elai menggeliat. Sedikit. Hanya untuk menyamankan posisinya ketika tubuh Marcel terasa berat menindihnya di atas sana. Sedikit mempersiapkan diri. Karena bayangan percintaan yang sebentar lagi akan menyapa dirinya, jelas telah melintas.

Namun, tatkala Elai sudah menanti, ia justru mendapati Marcel yang mencumbu daun telinganya. Dengan jarinya yang meremas payudaranya, cowok itu berbisik nakal di telinganya. Seraya dengan teramat sengaja meremangkan bulu kuduk Elai dengan embusan napasnya yang hangat.

"Mau nyoba gaya yang lain?"

Deg!

Jantung Elai berasa berhenti berhenti berdetak. Mencoba untuk meraba, tapi Marcel tak memberikannya waktu untuk berpikir sedikit pun. Yang ada hanyalah tangan cowok itu yang meraih pinggangnya. Dengan cepat, ia menukar posisi mereka berdua. Dan Elai layaknya melayang. Hingga kemudian mendarat di atas perut Marcel.

Marcel menyeringai. Tangannya pelan-pelan turun. Meraba pada lekukan bokong Elai. Meremasnya berulang kali. Lalu pelan-pelan membawanya. Untuk menyentuh kejantanannya yang berdiri di belakang Elai.

Elai menahan napas. Membawa tangannya ke belakang. Meraih kejantanan itu. Mengusapnya. Dan lantas merasakan bagaimana perlahan tubuhnya seperti melayang. Lantaran tangan Marcel yang memegang bokongnya, pelan-pelan bergerak mengangkatnya. Hingga kemudian, tangan Elai pun bergerak. Menuntun kejantanan Marcel untuk menuju pada kewanitaannya. Lalu ....

"Aaah ...."

Lirihan Elai berpadu dengan geraman Marcel. Dan lebih dari itu, mata Elai sontak memejam. Layaknya ia yang sangat hanyut dalam sentuhan yang baru pertama itu ia rasakan. Sentuhan yang benar-benar membuat dirinya penuh. Seakan meluap. Membuncah. Hingga butuh waktu beberapa detik lamanya untuk ia menyesuaikan diri dengan keadaan.

Ketika mata Elai lantas membuka, adalah senyum penuh arti yang Marcel berikan padanya. Seiring dengan bergeraknya satu tangan cowok itu. Berusaha untuk membelai Elai. Barulah kemudian, Marcel menuntun Elai. Untuk memulai pergerakannya. Yang awalnya pelan-pelan, hanya untuk mengisyaratkan pada istrinya. Tentang apa yang harus ia lakukan. Demi kenikmatan yang akan mereka teguk bersama.

Tak butuh waktu lama untuk Elai hingga pada akhirnya ia bersatu dengan irama itu. Membuat tubuhnya yang dengan lentur bergerak dalam gelombang yang teramat menggoda. Meliuk-liuk. Layaknya penari yang paling handal di dunia.

Tak melepaskan Elai, tangan Marcel lantas kembali berpindah pada bokong Elai. Memberikan remasan yang mana ia pun lantas mendapatkan balasan yang sama. Yaitu remasan pula di dada. Tepat ketika Elai semakin terpacu untuk meningkatkan intensitas pergerakannya.

Naik turun berulang kali. Untuk kemudian Elai padu dengan gerakan maju mundurnya. Diselingi oleh desahan demi desahan yang tak mampu untuk ia tahan.

"Aaah .... Aaah .... Aaah ...."

Kepala Elai terangkat. Dengan mata yang memejam. Sesekali tampak ia yang menggigit bibir bawahnya dengan gerakan yang teramat sensual. Hal yang terang saja menjadi pemandangan yang aman menggoda bagi Marcel di bawah sana.

Oh, tolonglah!

Marcel tidak akan mampu bertahan untuk godaan yang satu ini. Hingga kemudian ia pun bangkit. Langsung merengkuh tubuh Elai. Meremas payudaranya dan lalu mengisap puting itu dengan teramat geram. Hanya untuk menarik rengekan Elai menggema di sekeliling mereka.

"Aaah! Marcel .... Aaah! Aaah!"

Rengekan demi rengekan yang Elai lontarkan, berpadu dengan gerakannya yang makin lama makin menggebu. Bagai ia yang makin terlecut. Bergerak semakin tak tentu arah. Menggebu. Teramat bernafsu.

Marcel tau itu. Apa yang hendak Elai capai. Karena ia pun menginginkan hal yang serupa.

Maka tangan Marcel semakin erat merengkuh Elai. Begitupun dengan Elai yang balas merengkuh dirinya dengan tak kalah eratnya. Membawa kejantanannya untuk bergerak semakin liar di dalam kewanitaan Elai. Menghunjam. Mendesak. Memberikan tiap rasa yang mereka berdua inginkan.

Erangan dan lirihan terdengar silih berganti. Keringat dan saliva bertukar memberikan setiap sensasi. Dan ada penantian yang tak lagi mampu mereka hindari.

Adalah Elai, yang lantas merasakan bagaiman sensasi itu menghantam dirinya. Membuat kewanitaannya terasa kaku untuk semua rasa yang lantas meledak. Membutakan matanya. Membuat ia tak berdaya. Hanya mampu memeluk Marcel dengan teramat kuat seraya melabuhkan satu gigitan di pundak cowok itu dengan sekuat tenaga.

"Aaah ...."

Desahan terakhir yang Elai layangkan adalah pertanda untuk Marcel bahwa istrinya telah mendapatkan apa yang ia inginkan. Namun, Marcel masih bergerak. Masih mendesak kewanitaan Elai yang sudah teramat hangat di dalam sana. Hingga kemudian, pada akhirnya Marcel mendapati cengkeraman otot-otot kewanitaan Elai, terasa liat, ia tak lagi mampu bertahan. Marcel pun hancur. Berkeping-keping dalam semua rasa yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Hanya satu.

Manis.

Teramat manis.

Itu adalah ketika bukti cintanya terlepas dan berenang menuju pada rahim istrinya.

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top