24. Tragedi Olahraga
"Kayaknya ... aku emang kebanyakan mikir deh."
"Mikir apa?"
"Kamu."
"Kamu ...."
"Kamu ...."
Bagaimanapun juga Elai ingin mengenyahkan ingatan itu dari benaknya, tetap saja. Tak bisa. Bahkan lebih parah lagi. Gema suaranya ketika mengatakan hal tersebut di parkiran, seperti tambah terngiang di benak Elai. Memantul berulang kali malah.
"Kamu ...."
"Kamu ...."
"Kamu ...."
Elai menyerah. Tampak frustrasi ketika buru-buru meraih ponsel barunya di atas nakas. Benda yang baru saja ia beli sekitar dua hari yang lalu. Hal yang mau tak mau membuat Elai sadar, bahwa sudah dua hari juga ingatan tentang kejadian di parkiran itu menghantui dirinya.
Ironis dan memalukan, tapi kala itu Elai pikir dirinya akan langsung menggaruk-garuk tembok saking malunya. Saking tidak tau ke mana harus ia taruh wajahnya.
Kok bisa aku kelepasan kayak gitu?
Dan sekarang, Elai pikir bahwa dirinya sudah berada di ambang batas kekuatan dirinya. Ia pasti tidak mampu bertahan lebih lama lagi.
"Udahlah aku yang masih kepikiran soal kiwi dan pisang mengkal dia," gerutu Elai. "Eh ... sekarang malah kepikiran yang lain lagi."
Maka Elai pun lantas menghubungi rumahnya. Menunggu panggilannya diangkat dengan jantung yang berdebar-debar.
"Kelamaan aku berduaan kayak gini sama Ares, bisa gawat. Ntar kalau aku khilaf gimana coba? Kan bisa hancur dunia kalau aku sampe ngapa-ngapain itu cowok."
Nada tunggu panggilan itu mendarat di indra pendengaran Elai. Membuat dirinya menjadi geregatan dalam penantian. Hingga pada akhirnya, ketika cewek itu akan ngomel-ngomel lagi, suara seorang wanita di seberang sana menyapa dirinya.
"Halo, selamat siang. Dengan kediaman Rawnie di sini. Ada yang bisa saya bantu?"
Tak perlu berbasa-basi, Elai langsung bertanya.
"Mama dan Papa ada di rumah, Mbak?"
Terdengar lirihan ragu sejenak, hingga wanita itu kembali bersuara. "Non Elai?"
Bola mata Elai berputar sekali dengan malas. Ia mengembuskan napas panjang sekilas seraya menyamankan duduknya di tepi tempat tidur itu.
"Iya, ini aku," jawab Elai. "Mama dan Papa ada di rumah?"
"Oh, nggak ada, Non. Nyonya sedang pergi ke Samarinda. Tuan sedang sedang pergi ke Aceh. Dan Nona Via---"
"Udah pergi ke Tokyo?" potong Elai bertanya. "Iya kan?"
"Ehm, iya, Non."
Mendengar itu, Elai sebenarnya tidak terkejut sama sekali sih. Toh ia sudah menduga. Selepas pertunangan dirinya yang gagal, otomatis anggota keluarganya kembali pada rutinitas masing-masing. Hal yang tanpa sadar membuat Elai mengembuskan napas panjangnya.
"Selama ini ... orang rumah nggak heboh?" tanya Elai hati-hati. "Nyari aku atau apa gitu?"
Sebenarnya Elai sih tidak ingin menanyakan itu. Niatan hatinya hanya ingin memastikan bahwa dirinya aman kalau pulang ke rumah sekarang. Tapi, eh ... mendadak saja rasa penasaran itu muncul di benaknya. Dan jawaban asisten rumah tangganya, sontak membuat Elai menggigit bibir bawahnya.
"Ya heboh dong, Non. Berapa hari sebelum Nyonya dan Tuan pergi, setiap hari ada saja orang utusan keluarga Tuan Marcel datang ke rumah. Mau memastikan kalau Nona emang nggak ada di rumah."
Glek.
Elai meneguk ludah dengan panik.
Segitunya Marcel mau nikah sama aku.
Niat banget mau ngubah keturunan ya?
"Ehm ...."
Deheman itu membuat Elai kembali fokus dengan ponsel yang masih tertahan di telinganya.
"Kalau dari yang saya denger sih, Non. Katanya keluarga Tuan Marcel bakal nunggu sampai kapan pun."
Mata Elai membesar. "Ma-ma-maksud kamu?"
"Mereka milih nunggu ketimbang membatalkan perjodohan Nona. Denger-denger sih Tuan Marcel yang ngebet nggak mau dibatalkan, Non."
Ya ... Tuhan ....
Bener-bener deh ya Kura-Kura Gosong seekor ini.
Mendengar penjelasan itu, Elai pun mendengkus kesal. Ide yang sempat terbersit di benaknya, yaitu ingin pulang ke rumah orang tuanya demi menghindari Ares, langsung saja ia buang sejauh mungkin. Ia tidak ingin mengambil risiko.
Ketimbang aku beneran nikah sama Marcel kan ya?
Menarik napasnya sekali, Elai lantas berkata.
"Oke deh kalau gitu."
Hanya itu yang dikatakan Elai, sebelum pada akhirnya ia memutuskan panggilan tersebut. Walau jelas sekali, di seberang sana, sang asisten rumah tangga terdengar memanggil nama Elai berulang kali. Sayangnya, sambungan telah berakhir.
Menaruh kembali ponselnya di atas nakas, Elai lantas beranjak. Rencananya sih ia ingin menonton, tapi ketika ia akan keluar dari kamar, ia merinding. Rasanya melelahkan bagi gadis itu untuk bertemu dengan Ares sementara otak dan perasaannya masih berantakan.
"Kayaknya bentar lagi aku beneran stres deh."
Nyaris putus asa, Elai iseng saja sih sebenarnya ketika membuka mesin pencarian Google di ponselnya. Dengan kata kunci 'cara menghilangkan stres', mata Elai pun menyasar pada beberapa artikel yang muncul di beranda pencarian itu.
Ada satu artikel yang menarik dan ia pun membukanya. Membaca dengan cepat hingga pada satu poin penting di sana.
"Salah satu obat stres yang ampuh adalah berolahraga. Ada beberapa olahraga ringan yang bisa menjadikan pilihan untuk meredakan stres. Nilai tambahnya adalah dengan berolahraga maka kualitas tidur pun akan meningkat. Tubuhpun akan terasa lebih sehat."
Selesai membaca penggalan itu, Elai angguk-angguk kepala. Sepertinya menyetujui penjelasan yang diuraikan artikel tersebut.
"Kayaknya ide bagus tuh olahraga," kata Elai. "Selain bisa ngilangin stres, eh ... aku bisa tidur nyenyak kan? Siapa tau aja itu Ares nggak muncul lagi di mimpi aku."
Ibu jari Elai kembali bergerak. Menggulirkan layar ponselnya dan kembali lanjut membaca artikel itu.
"Beberapa pilihan olahraga yang bisa dilakukan antara lain lari ...."
Elai mengerutkan dahi. Melirik pada jam dinding yang menunjukkan jam dua siang. Membuat ia bergidik.
Siapa orangnya yang mau lari di saat hari sepanas ini?
Elai menyingkirkan ide untuk lari di siang hari. Maka ia pun kembali membaca.
"Bersepeda ...."
Elai ragu. Entah ia bisa naik sepeda atau tidak ya? Dan karena itulah, ia pun menuju ke pilihan selanjutnya.
"Berenang ...."
Satu kata itu terasa indah sekali di lidah Elai. Membuat ia semringah dan tersenyum dengan amat lebar. Seperti baru menemukan lotere.
"Kebetulan banget kan? Hari panas, aku berenang deh. Lagian ... kayaknya aku udah lama nggak berenang."
Maka dengan riang gembira, Elai pun beranjak ke lemari pakaiannya. Menarik pakaian renang dengan model one piece. Memiliki warna kombinasi merah muda dan hitam yang tampak cocok sekali di kulitnya yang putih.
Bersiap di kamar mandi, Elai memeriksa penampilannya. Memastikan bahwa rambut yang ia urai berada dalam keadaan rapi dan pakaian renang yang ia kenakan juga sempurna. Sebelum pada akhirnya ia meraih sehelai bikini outer bewarna hitam. Mengenakannya dan lantas ia pun beranjak dari sana.
Keluar dari kamarnya, Elai tak lupa membawa tas berisi handuk dan beberapa perlengkapan lainnya. Ada kacamata hitam. Ehm ... siapa tau sih Elai ingin bersantai sejenak di pinggir kolam renang kan? Dan tentunya ada majalah, serta ponsel barunya.
"Kamu mau ke mana?"
Nyaris saja Elai melonjak kaget ketika mendengar suara Ares yang tiba-tiba muncul di belakangnya. Tepat ketika ia menutup pintu kamar.
Elai berpaling. Dan mendapati bagaimana sorot mata Ares yang tampak meringis melihat padanya. Tapi, Elai cuek saja.
"Aku mau berenang di bawah."
Kali ini retina mata Ares membesar. "Berenang? Siang-siang panas kayak gini?"
"Karena panas, Res, makanya aku mau berenang. Kalau hujan badai mah aku selimutan di kamar," kata Elai lagi. Dan sebelum Ares sempat bicara, ia kembali lanjut berkata. "Lagipula ... udah lama banget aku nggak olahraga. Aku butuh gerakin badan aku biar aku nggak stres."
"Ya ..., tapi nggak perlu pake berenang juga kali, Lai," kata Ares terbata dengan mata yang tak berkedip. "Ketimbang kamu olahraga di kolam renang, gi-gimana kalau olahraga di kamar aja?"
Mata Elai sontak melotot. Terkesiap. "Eh?"
"Aku bisa kok nemenin kamu olahraga di kamar."
Mulut Elai terkatup rapat. "Olahraga kamar gundulmu, Res," geramnya. "Pikiran tolong dijaga ya, Otak Mesum."
Nah, kali ini Ares yang membesarkan matanya dengan ekspresi sok polos. Seperti wajah tanpa dosa, ia berkata.
"Apa salahnya olahraga di kamar? Aku juga biasa kok yoga di kamar."
O oh.
Mata Ares tampak menyipit. Dengan senyum menggoda, ia bahkan dengan teramat berani mencolet pipi sang gadis.
"Hayo ...," godanya. "Kamu mikirin apa soal olahraga di kamar?"
Elai merasakan setitik rasa panas mulai tumbuh di pipinya. Menjalar pelan-pelan hingga ia mencoba menjaga harga dirinya dengan melayangkan delikan.
"Y-y-ya udah. Sana kamu yoga di kamar. Aku mau berenang di kolam renang."
Selesai mengatakan itu, buru-buru Elai langsung beranjak dari sana. Mengabaikan Ares yang tampak membesarkan matanya ketika melihat Elai yang langsung berlari meninggalkan dirinya seorangan.
"Eh? Sembarangan dia mau berenang di kolam renang apartemen? Gila kali ya itu cewek?"
Ares mengepalkan kedua tangannya.
"Ini nggak bisa dibiarin."
Karena jelas sekali, ketika pertama kali Ares mendapati kehadiran Elai di depan pintu kamar, hanya mengenakan pakaian renang dengan outer ala kadarnya itu, ia sudah merasakan firasat yang buruk. Dan ternyata, benar. Bayangan Elai berenang sementara banyak cowok-cowok yang lantas berjejer di pinggir kolam, melintas di benak Ares.
"Aku seret kamu balik, Lai!"
Ares tidak membuang waktu lebih lama lagi. Ia pun segera keluar dari unit itu. Menuju ke lift yang kebetulan sekali sedang terisi pula. Hiks. Mau tak mau membuat ia menunggu.
Sementara itu, di kolam renang yang merupakan fasilitas apartemen tempat Elai berada, gadis itu tampak menaruh tasnya di satu meja kecil. Memulas satu senyum kecil di bibirnya, Elai tampak melambai. Kaget dan juga senang ketika mendapati di kolam itu ada seorang pria yang tengah menikmati airnya.
Patrick balas melambai.
"Lai!"
Dari seberang sana, Patrick menyerukan nama Elai. Membuat Elai dengan serta merta menghampiri cowok itu yang tampak menepi. Bertahan pada sisi kolam renang.
Elai turun dengan posisi sedikit berjongkok. "Eh, nasib bagus ketemu sama kamu di sini. Tumben nggak pergi. Nggak ada kerjaan?"
"Lagi kosong," kata Patrick seraya mengusap air di wajahnya. "Kayaknya awal depan lagi kami ada pemotretan."
"Ehm ...."
Menikmati gelombang air di sekitaran dirinya, Patrick mengangkat wajahnya. Tampak tersenyum.
"Jadi, gimana? Tawaran aku kemaren mau diambil atau nggak?"
Mata Elai mengerjap sekali. "Eh? Tawaran? Oh ...." Elai terkekeh sekilas. "Aku nggak ada bakat jadi model kali."
"Kamu cantik, by the way. Cantik banget malah."
Dan untuk pujian yang Patrick berikan pada Elai, mendadak saja terdengar suara lain yang menimpalinya. Dengan nada ketus pastinya.
"Ya tau Elai cantik, tapi itu iler lap dulu dong."
Itu ... jelas bukan Elai yang bicara. Pun juga bukan Patrick. Tentu saja. Karena ketika suara itu mendarat di telinga keduanya, mendadak saja Ares sudah berdiri tepat di belakang Elai.
"Ares ...," lirih Elai seraya mengangkat wajahnya melihat cowok itu. "Kamu mau berenang juga?"
Melayangkan sejenak tatapan tajamnya pada Patrick, Ares lantas mengeraskan rahangnya ketika beralih pada Elai.
"Nggak," katanya. "Kan tadi aku ngajak kamu buat olahraga kamar berdua."
Jangankan Elai, Patrick pun langsung melotot mendengar perkataan Ares. Bahkan refleks membuat ia batuk-batuk.
"Kamu--- Aaah!"
Meneruskan perkataannya dengan jeritan panjang, Elai tak menyangka bahwa Ares akan langsung mengambil tindakannya. Yaitu meraih tubuhnya dan secepat kilat membawa dirinya ke dalam gendongan cowok itu. Sontak, jeritan Elai menarik perhatian beberapa orang.
"Ares!" pekiknya. "Kamu ngapain?!"
Rahang Ares tampak mengeras. "Bawa kamu balik ke unit."
Jawaban itu membuat Elai menjerit. "Nggak mau! Aku mau turun. Ares! Turunin aku nggak? Aku mau berenang."
Sekuat tenaga Ares berusaha untuk mempertahankan Elai. Pun sambil beranjak dari sana demi mengambil tas yang Elai bawa tadi dengan satu tangannya. Di seberang sana, terdengar Patrick berteriak.
"Oi, apa-apaan kamu sama Elai?!"
Tak menghiraukan teriakan itu, Ares terus saja melangkah dengan Elai yang memberontak di gendongannya. Dan ketika mereka melewati seorang petugas di gedung itu, Elai tampak meronta.
"Mas, tolongin saya. Ini cowok agak gila kayaknya."
Tak mengatakan apa-apa, petugas itu hanya diam ketika melihat Ares. Lantas, justru menundukkan wajahnya. Menarik diri.
"Eh?"
Mata Elai melotot. Tangannya terangkat, terarah pada petugas itu. Tak percaya bagaimana ia justru membiarkan saja Ares yang membawanya dengan keadaan sedemikian rupa menyedihkannya.
"Mas. Saya dibantuin kek."
Tangan Ares mengerat. Berusaha untuk mempertahankan tubuh Elai dengan posisi yang aman di gendongannya.
"Diem, Lai. Ntar kamu jatuh."
Tak memedulikan perkataan itu, Elai melihat bagaimana Patrick yang terburu-buru keluar dari kolam renang. Berteriak memanggil namanya.
"Patrick!"
Ares menggeram. "Bener-bener deh. Jangan ngomong kalau kamu mau berenang siang ini gara-gara mau nangkap ubur-ubur bareng bintang laut itu!"
"Res, ampun dah. Turunin aku."
Namun, Ares bergeming dengan pendiriannya. Alih-alih menuruti perkataan Elai, cowok itu justru langsung masuk ke lift. Dan Elai, hanya bisa melongo melihat bagaimana pelan-pelan lift itu perlahan bergerak naik ke atas.
Kesal, Elai semakin berontak. Membuat Ares kewalahan. Tapi, cowok itu tetap mempertahankan Elai dengan kuat di gendongannya.
"Diem, Lai. Ntar kamu jatuh."
Elai tak menghiraukan. "Nggak mau. Pokoknya turunin aku. Aku mau berenang."
"Kalau cuma karena kepanasan, di unit ada bak mandi."
"Itu berendam, bukan berenang!"
Ares menggertakkan rahangnya. Sungguh. Bukan ingin hatinya untuk melarang keinginan cewek itu. Tapi, membayangkan Patrick melihat kemolekan tubuh Elai, benar-benar membuat darahnya menggelegak.
"Diem, Lai. Beneran deh. Aku nggak mau kamu jatuh," geram Ares seraya berusaha tetap menjaga tubuh Elai. Termasuk bertahan agar Elai tidak mampu melepaskan diri darinya.
Elai meronta. "Kalau gitu, turunin aku. Aku mau bere---"
Ucapan Elai berhenti. Matanya pun tak berkedip. Dengan sorot bengong, cewek itu lantas melihat pada Ares.
Ekspresi wajah Ares benar-benar abstrak. Tidak mampu didefinisikan oleh kata-kata. Dan sama dengan Elai, cowok itu pun lantas tidak bersuara.
Rontaan Elai lenyap. Bahkan nyaris cewek itu tidak bergerak lagi. Tepat ketika ia merasakan sentuhan yang asing. Yaitu, di mana salah satu bagian dari tubuhnya dipegang oleh tangan Ares dengan teramat kuat.
Mu-mungkin maksud Ares sih biar Elai tidak jatuh. Tapi ....
"Kamu ngapain meres jeruk aku?!"
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top