14. Aneka Buah
"Saya pastikan dia nggak bakal bisa nangkap ubur-ubur lagi!"
Tepat setelah Ares mengatakan itu, maka mobil pun kemudian melaju kembali. Dengan cepat dan mendadak, hingga membuat Elai merasa dirinya seolah tersentak di dalam sana. Hal yang terang saja mendorong gerutuan cewek itu.
"Eh, Res. Kamu kalau jadi bodyguard itu artinya ngejaga aku dari bahaya. Bukannya dari teman aku sendiri."
Tak menoleh, Ares balas menukas.
"Di mata saya, dia itu bahaya."
"Astaga!"
Bola mata Elai berputar dengan dramatis. Bahkan lebih dari itu, kedua tangannya terangkat ke udara. Balasan Ares membuat gadis itu lagi-lagi merutuk.
"Oh, aku nggak heran sih. Marcel udah pasti nyuruh kamu nyingkirin semua cowok dari lingkungan aku." Mata Elai melirik dengan sorot menyelidik pada spion dalam. "Iya?"
Tapi, di depan sana, Ares tampak bergeming. Tak menjawab pertanyaan Elai. Hingga Elai kemudian mengangkat kedua bahunya sekilas. Merasa tak perlu menunggu jawaban dari cowok itu. Hingga kemudian, ketika mata Elai melayangkan pandangannya ke luar, pada jalanan di luar sana, mendadak saja terdengar suara Ares.
"Bukannya itu wajar?" tanya Ares. "Cowok mana yang mau ngeliat calon istrinya dipeluk cowok lain?"
Mata Elai membesar. Syok.
"Ini bukannya zaman Siti Nurbaya. Pelukan bukan berarti ada something special. Itu cuma bahasa keakraban."
Ares mendengkus. "Keakraban dengkulku!" tukasnya. "Nggak ada cewek dan cowok yang bisa akrab tanpa ada yang khilaf. Ntah yang cewek yang ngarep. Atau malah yang cowok yang ngarep."
"Kalau gitu, jelas," balas Elai. "Kita berdua berada di dunia yang berbeda. Karena Patrick itu benar-benar hanya teman aku."
"Tentu saja hidup di dunia yang berbeda," ejek Ares. "Karena jelas saya tinggal di Bumi, bukan di Bikini Buttom!"
Mata Elai membesar. Melongo karena perkataan Ares yang tentu saja merujuk pada penistaan nama Patrick.
"Tadi ngomong soal ubur-ubur, sekarang ngomong Bikini Bottom. Kamu ini bener-bener kelewatan ya? Nggak ada sopan santun hah?!"
Ucapan Elai membuat Ares memejamkan matanya sekilas. Meringis pelan dan justru merutuk dalam hati.
Kok aku malah jadi ngomel-ngomel gini sih?
Ares menarik napas dalam-dalam. Berusaha untuk meredakan emosinya. Tapi, jujur saja. Sulit.
Gimana nggak sulit?
Orang aku lagi berusaha buat deketin Elai, eh malah muncul lagi makhluk bintang laut!
Sampai dia gagalin rencana aku untuk ngebuat Elai bertekuk lutut di depan aku, awas aja.
Itu cowok aku potong-potong jadi lima bagian!
Terutama karena di saat Ares berusaha meredam emosinya, di belakang sana, Elai kembali menggerutu.
"Ketimbang buat aku makin emosi, mending kamu balik aja sana sama bos kamu."
Rahang Ares mengeras. Tangannya meremas kemudi dengan kuat. Berusaha untuk tidak semakin mengeruhkan suasana kala itu. Untunglah, setitik akal sehatnya masih bisa berfungsi.
"Oke," kata Ares. "Saya nggak bakal jadi bodyguard Nona lagi. Kalau gitu, sekarang juga kita pergi ke rumah keluarga Tuan Marcel."
Mata Elai membesar. Melihat bagaimana kemudi di tangan Ares membelok. Hingga buru-buru saja ia bangkit. Meremas pundak cowok itu dan wajahnya seketika horor.
"Jangan!"
Ares melirik melalui sudut ekornya. "Pilihan Nona ada dua," katanya. "Saya atau Tuan Marcel?"
Remasan Elai di pundak Ares mengeras. "Kamu."
Samar, tapi senyum membentuk di wajah Ares. "Kalau gitu, duduk yang bener-bener, Non."
Mengatupkan mulutnya rapat-rapat, mau tak mau Elai menuruti perkataan cowok itu. Sementara jelas, di dalam hati ia merutuk.
Ketimbang sama Kura-Kura Gosong, mending aku sama Kura-Kura Ninja.
Tapi, bukan berarti Elai dengan lapang dada menerima intimidasi Ares. Jujur saja, ia tak suka dengan tindakan Ares dengan Patrick tadi.
"Aku emang milih kamu, Res, tapi kamu jangan lupa kodrat kamu. Kamu harus jaga sikap di depan teman-teman aku."
Menyunggingkan senyum miring di wajahnya, Ares tampak santai saja.
"Kodrat?"
Ares bertanya dengan nada sedikit mencemooh. Ehm ... sepertinya cowok itu masih belum terbebas dari rasa kesalnya tadi.
"Bukannya kodrat saya memperbolehkan untuk mengusir siapa saja yang saya anggap bahaya?" tanyanya lagi. "Lagipula ... bukannya itu adalah hal yang wajar untuk dilakukan seorang pacar?"
Elai benar-benar melongo. Mata membesar dan mulut menganga. Bahkan nyaris tak bisa menarik udara lagi.
"A-a-apa?"
Ares membelokkan kemudi. Menunggu antrean sebelum melewati portal keamanan supermarket besar itu.
Mata Ares dengan cepat menemukan surat kendaraan. Dan tentu saja seraya menjawab pertanyaan syok Elai.
"Nona jangan lupa. Kemaren Nona udah minta saya untuk jadi pacar Nona. Itu artinya mulai dari kemaren kita udah pacaran."
Elai berusaha untuk tetap bisa bernapas. Alih-alih kelonjotan seperti ikan mujair yang kekurangan air.
"A-a-apa kamu bilang?"
Tak langsung menjawab pertanyaan itu, Ares menurunkan kaca mobilnya. Menyerahkan surat kendaraan untuk diperiksa petugas keamanan. Dan barulah ia lantas kembali melajukan mobil itu.
Seraya mencari-cari lokasi parkir yang pas, Ares kembali bersuara.
"Saya nggak bakal ngomong sama Tuan Marcel. Tenang saja. Lagipula ... saya nggak bakal nolak kalau cewek kayak Nona ngajak saya pacaran." Mata Ares melirik melalui spion dalam. "Saya masih normal."
Glek.
"Saya pikir bukan hal yang buruk kalau saya pacaran dengan Nona sebelum pada akhirnya nanti Nona akan menikah dengan Tuan Marcel."
*
Entahlah, Elai tidak tau pasti bagian mana yang membuat ia kesal setengah mati. Rasa-rasanya semua yang mendadak terjadi tadi menyumbang persentase yang sama besar untuk membuat darahnya menggelegak.
Ehm ... mungkin tidak untuk Patrick. Elai memang merasa kesal karena Ares bertindak kelewatan dengan temannya itu. Karena bukan tanpa alasan. Patrick adalah satu-satunya teman yang ia miliki. Memang sih tidak akrab. Tapi, tetap saja. Adalah langka melihat ada orang yang mau berteman dengan Elai mengingat sifatnya yang menyebalkan.
Mengenyampingkan Patrick, Elai melihat ada hal lainnya yang membuat dirinya kesal setengah mati. Pertama, jelas. Kalau ada apa-apa, Ares pasti akan mengancamnya dengan membawa nama Marcel.
Ya Tuhan!
Seandainya Elai tidak setakut itu untuk menikah dengan Marcel, ia pasti tidak akan mau dipukul mundur Ares hanya dengan kata-kata. Memalukan sekali dan jelas mencoreng wajahnya mengingat selama ini tidak ada yang pernah berhasil membuat Elai untuk mundur.
Dan yang kedua ... adalah hal yang paling fatal. Yaitu Ares merasa ajakan pacarannya kemaren adalah sesuatu yang serius. Ketika ia akan meralat permintaan gilanya itu, Ares serta merta menodong dirinya. Lagi-lagi dengan nama Marcel.
Gila!
Sekarang entah mengapa, tapi Elai merasa seperti dirinya yang tengah terjebak oleh Ares. Hingga wajar saja bila wajah cantik gadis itu terlihat suntuk.
Nggak Bos nggak anak buahnya.
Kenapa semua pada gila gini?
Mendengkus, Elai mencoba untuk menenangkan dirinya. Berusaha untuk tetap berpikir positif.
Udah, Lai, udah.
Sekarang ambil jalan amannya aja dulu.
Seenggaknya kamu lolos dari Marcel.
Itu aja dulu.
Perkara melepaskan diri dari Ares ... ehm ....
Itu bisa kamu pikirkan pelan-pelan.
Tentunya ... hal itu tidak lepas dari sepasang mata elang milik Ares. Biarpun cowok itu terlihat seperti tengah fokus untuk menarik troli belanjaan untuk mereka gunakan, bukan berarti ia tak tau. Bahwa sikap Elai semenjak dari mereka beranjak dari parkiran sudah tampak berubah. Hal yang terang saja membuat cowok itu semakin geli.
Oh, Tuhan.
Semoga aja aku nggak kelepasan ketawa di depan Elai sewaktu-waktu.
Bisa berabe semuanya.
Hahahahaha.
Menyusul langkah kaki Elai yang sudah terlebih dahulu masuk, Ares mengambil posisi di samping gadis itu. Pembawaannya tampak tenang. Hal yang hebat dan sepertinya Ares memang memiliki bakat terpendam untuk berprofesi sebagai seorang aktor.
"Kita mau beli apa aja, Non?"
Mengembuskan napas panjang, Elai menunjuk ke seberang. "Kita lihat dulu buah-buahan. Stok di kulkas udah pada habis."
"Aaah ...."
Ares melirih. Berjalan seraya membelokkan troli yang ia dorong. Dan ia melirik pada Elai.
"Kayaknya jeruk peras kemaren itu stok buah terakhir ya?" tanyanya dan Ares mendapati mata Elai yang melirik padanya. "Yang Nona buat sepenuh hati untuk saya melewati panasnya siang hari."
Waaah!
Elai hanya bisa meneguk ludah. Tak membalas perkataan itu dan justru mempercepat langkah kakinya. Membuat Ares mengulum senyum geli, tapi tetap menyusul gadis itu.
Tangan Elai tampak terulur. Meraih satu plastik pisang cavendish. Meletakkannya di dalam troli. Disusul oleh buah-buahan lainnya. Jeruk, apel, strawberry, dan juga melon.
Sementara Elai memasukkan buah-buahan itu, Ares dengan segera menatanya di dalam troli. Menjaga agar buah-buahan itu tidak saling berimpitan dalam posisi yang salah. Setelahnya ia kembali menyusul langkah Elai.
Kali ini Elai beranjak menuju ke bagian sayuran. Tampak ia mengambil wortel, lobak, terong, dan juga timun. Tak lupa dengan beberapa macam sayuran hijau. Sebut saja ada bayam dan kangkung.
Melihat belanjaan yang dipilih Elai, mau tak mau membuat Ares mengerutkan dahi. Melayangkan sorot yang tampak aneh di mata Elai. Hingga gadis itu merasa tak perlu untuk menahan diri dan menyelutuk.
"Apa? Emangnya ada yang salah dengan belanjaan aku?"
Mengembuskan napas panjang, Ares lagi-lagi mengatur posisi belanjaan itu di troli. Ia menggeleng.
"Nggak sih," jawabnya. "Cuma saya nggak tau kalau Nona sangat memperhatikan kesehatan. Bahkan belanjaan Nona penuh dengan buah dan sayur."
Elai berjalan pelan. Melihat-lihat berbagai jenis jamur yang tersedia di rak. Bahunya nampak naik sekilas.
"Buah dan sayur itu obat alami untuk awet muda," tukas Elai. "Biar aku selalu keliatan cantik alami."
Ares menyeringai. Karena bentuknya yang sedikit menyusahkan, Ares memutuskan untuk memindahkan pisang cavendish tadi. Bersama-sama dengan timun dan juga terong. Dan tanpa sengaja mata Elai melirik, hingga ia menunjuk.
"Pisang itu memiliki manfaat untuk mencerahkan kulit wajah."
Tangan Elai lantas berpindah. Dari pisang cavendish menuju pada terong ungu.
"Timun dipercaya ampuh untuk menjaga berat tubuh ideal."
Setelah mengatakan itu, tangan Elai berpindah pada timun.
"Dan terong ungu itu kaya antioksidan. Bagus untuk mencegah penuaan dini."
Ares tak mampu menahan kesiap takjubnya lantaran perkataan Elai. Ia tak mengira bahwa gadis itu benar-benar memikirkan makanan yang ia makan demi menjaga tubuh dan wajahnya.
"Oh, saya nggak pernah nyangka kalau Nona benar-benar memilih buah-buahan ini karena manfaatnya," kata Ares dengan mengulum senyum geli.
Hal itu sontak saja membuat mata Elai membesar. "Kalau bukan karena manfaatnya, terus karena apa?" tanya Elai. "Karena bentuknya gi--- Ups."
Elai buru-buru menutup mulutnya. Tapi, tak urung juga perkataannya tadi didengar oleh Ares. Buktinya saja mata cowok itu langsung membesar.
"A-a-apa---"
Belum lagi Ares sempat menuntaskan pertanyaannya yang terbata-bata itu –efek syok tentunya-, Elai langsung memilih untuk kabur dari sana. Memejamkan mata dan menggeram dengan rasa malu.
Ampun dah!
Ini mulut kenapa yang keceplos nggak ngeliat situasi dan kondisi dulu sih?
Dan selagi Elai merutuk di dalam hati, mendadak saja ia mendapati satu sikunya ditahan seseorang. Oh! Tentu saja itu adalah Ares.
Menebalkan mukanya, Elai berpaling. "Aku tadi keceplos."
"Ehm ...."
Ares berusaha untuk menahan tawanya. Tampak mengulum senyum geli. Tapi, ketika Elai berupaya untuk melepaskan diri dari cekalan Ares, cowok itu tidak mengizinkannya.
"Lepasin ah, Res," keluh Elai.
Ares tidak akan melepaskannya. "Tunggu, Nona. Jangan kabur dulu. Nona kebiasaan ah. Suka kabur-kabur."
Elai menggigit bibir bawahnya. Warna merah pelan-pelan mulai menjalari kedua pipinya yang mulus. Hal yang terang saja membuat Ares ingin menjahili gadis itu.
"Saya cuma mau nanya sesuatu deh. Abis itu Nona bakal saya lepaskan."
Tak punya pilihan lain, Elai mendelik. "Apa?"
Untuk beberapa saat, Ares hanya mendehem. Sedikit mengikis jarak di antara mereka berdua dan menundukkan wajah dengan gestur yang intim. Sontak membuat Elai jadi salah tingkah dibuatnya.
"Jadi ... itu yang Nona pikirkan tentang ...," lirih Ares dengan nada yang menggoda. "... pisang, timun, dan juga terong?"
Oh-My-God!
Rasa-rasanya Elai ingin menenggelamkan diri di akuarium ikan nila terdekat.
Nggak apa-apa deh basah kuyup!
Ketimbang malu kayak gini!
Terutama karena sorot mata Ares yang tampak berkilat-kilat ketika menatap lekat pada gadis itu. Semakin membuat Elai merasa ingin mati saja.
"Itu ...."
Argh!
Elai benar-benar tidak bisa berkutik kali ini.
Ares tersenyum. "Saya nggak ada maksud apa-apa kok, Non. Cuma ...."
Pintar sekali cowok itu menggantung ucapannya. Hingga membuat kesan panas dingin khas orang masuk angin seketika menyergap tubuh Elai. Gadis itu sontak berdebar-debar dalam antisipasi.
"Saya mau ngasih tau sesuatu ke Nona." Mata Ares berkedip sekali dengan kesan sensual. "Mau tau?"
Elai meneguk ludah. Gugup. "A-a-apa?"
Senyum di wajah tampan itu masih bertahan. Bahkan ketika pada akhirnya ia kembali bersuara.
"Ketimbang pisang cavendish, lebih baik Nona pilih pisang ambon Curup. Ehm ... pisang ambon Curup sudah diakui sebagai pisang terbaik di Indonesia. Karena ...," ujar Ares setengah berbisik. "... ukurannya yang besar .... Panjang .... Tahan lama .... Dan juga wangi."
Mulut Elai mengap-mengap. Tak yakin, entah ingin bicara atau justru menarik udara. Tapi, yang pasti adalah setelahnya Ares kembali berkata.
"Nona juga harus tau, ketimbang timun Jepang ... mungkin Nona akan puas dengan timun Mawi. Rasanya lebih segar .... Lebih renyah .... Dan bentuknya lebih .... besar."
Tampang Elai benar-benar menyedihkan. Bahkan sekarang lutut gadis itu gemetaran. Tanpa sadar justru membuat ia berpegang pada tangan Ares.
"Dan terong ungu biasa jelas bukan tandingan terong ungu Yuvita," bisik Ares seraya melirik. Menikmati getar-getar tangan Elai yang menjalari tangannya. "Apa Nona tau? Terong ungu Yuvita memiliki panjang maksimal dua puluh tujuh sentimeter dengan diameter ..."
Menjeda ucapannya untuk beberapa detik, Ares benar-benar tak melepaskan tatapan matanya dari wajah Elai. Dan ia pun menyadari sesuatu. Sekarang, Elai dan Kuntilanak tak ada bedanya sama sekali. Sama-sama pucat pasi sementara Ares terang-terangan tersenyum geli.
Hingga lantas, setelah menarik napas, Ares pun melanjutkan perkataannya. Bersiap untuk melancarkan serangan terakhirnya.
"... lima sentimeter."
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top