10. Pacar Agresif

Ta-ta-tadi aku beli makan di mana sih?

Sumpah!

Kayaknya ada yang salah dengan makanan yang aku beli.

Glek.

Jakun Ares kembali naik turun di bawah jari telunjuk Elai. Dan mata gadis itu melirik ke atas. Menatap pada matanya dengan sorot menggoda.

"Gimana?" tanyanya dengan suara sensual. "Kamu mau jadi penjaga cinta aku?" Elai mengulang pertanyaannya seakan itu perlu untuk dilakukan. "Jadi ... pacar aku? Mau?"

Kali ini jangankan mau batuk, Ares masih bisa bernapas saja sudah termasuk ke dalam salah satu keajaiban dunia. Memalukan sekaligus menyedihkan untuk cowok itu.

Dahi Ares berkerut. "Pa ... car?"

Gila!

Ini gila nggak sih?

Dia nolak aku, terus malah dia nembak aku?

Maksudnya apaaa?!!!

Jari telunjuk Elai meninggalkan jakun Ares. Pelan-pelan beranjak turun menyusuri lehernya, ke tulang selangkanya, lalu mendarat kembali di dadanya.

Elai mengangguk. "Iya ..., pacar aku. Kamu mau kan?"

Tidak hanya cukup dengan sorot mata yang menggoda dan suara yang sensual, sekarang bahkan Elai melancarkan kedip-kedip manja.

Astaga!

Dia bukannya kelilipan kan ya?

"Aku cukup cantik kan untuk jadi pacar kamu?"

Bernapas salah, nggak bernapas tambah salah.

Kira-kira begitulah yang sedang menggema di benak Ares. Bagaimanapun juga, di titik itu Ares berpikir kalau paru-parunya sudah tidak bisa bekerja. Dan mungkin bukan hanya paru-parunya, tapi lebih parah lagi adalah akal sehatnya yang sedang dipertaruhkan di sini.

Elai tersenyum. "Apa aku nggak memenuhi kriteria kamu?" tanyanya kemudian. "Aku kurang langsing? Kurang ... cantik?"

Ya salam!

"Ca-ca-cantik ...."

Sial!

Mata Ares melotot.

Itu tadi suara aku atau suara tikus kegenjet sih?

Ya Tuhan, Ares!

Kamu buat malu aja!

Senyum di wajah Elai semakin melebar. Jelas mengetahui efek yang dirasakan oleh Ares lantaran perbuatannya.

"Kalau begitu ... gimana? Mau kan jadi pacar aku?"

Ya ... mau dong.

Eh?

Ares menarik napas dalam-dalam dan membiarkan aroma wangi itu memenuhi seluruh rongga paru-parunya.

Ampun dah!

"Nona---"

"Ssst ...."

Jari tangan Elai naik. Mendarat di bibir Ares. Memutus perkataan cowok itu dengan gestur yang teramat menggoda.

"Ketimbang dengan cowok lain," kata Elai kemudian. "Aku lebih milih kamu buat jadi pacar aku."

Dooong!

Mendadak saja kesan panas dingin yang Ares rasakan menghilang. Tergantikan oleh kesan lainnya. Yaitu, bengong.

Be-bentar.

Kasih aku waktu untuk mikir satu menit aja.

Ares membawa matanya untuk melihat pada manik bening milik Elai. Berpikir dengan cepat.

Oh ....

Jadi, ini maksud kamu?

Ares menyeringai. Entah sadar atau tidak, yang pasti ia mendadak saja tertawa di dalam benaknya.

Cowok ga pernah sekolah, ga pernah kenal dunia luar, dan ga pernah berinteraksi sama orang lain. Itu wajar banget kalau mau kamu tipu, Lai.

Sedangkan aku?

Aku udah dapat gelar doktor aku, keliling dunia, dan berhubungan dengan banyak orang. Secara aku ini dirut. Dan kamu mau nyoba nipu aku?

Ternyata ini maksud kamu mendadak tampil dalam mode penggoda ke kamar aku?

Ehm ....

Oke oke oke ....

Kamu meras, aku isap.

"Ehm ...."

Di detik selanjutnya, Ares terdengar mendehem beberapa saat dengan penuh irama. Menundukkan wajahnya, ia melihat pada Elai tanpa kedip. Lebih dari itu, kalau tadi Elai yang mengikis jarak di antara mereka, sekarang justru sebaliknya. Ares melangkah hingga ujung kakinya menyentuh ujung kaki Elai. Refleks hal itu membuat Elai mundur.

"Beneran Nona mau jadiin saya sebagai pacar Nona?" tanya Ares memaku tatapan Elai. "Beneran Nona mau pacaran dengan saya?

Satu kali kaki Elai melangkah mundur, gadis itu mendapati bahwa satu kali pula kaki Ares melangkah maju. Terasa percuma. Nyatanya jarak yang ia usahakan untuk ada justru dikikis langsung oleh Ares.

"Ehm ...." Elai mengangguk. "Iya. Emangnya---"

Graaab!

"Aaah!"

Ucapan Elai terputus. Spontan tergantikan oleh satu pekikan kecil yang tak mampu ia tahan tatkala mendadak sekali satu tangan Ares yang kokoh meraih pinggangnya. Dan tak hanya itu, seakan belum cukup membuat Elai kaget dengan sentuhan tanpa peringatan itu, di detik selanjutnya Elai justru melotot ketika merasakan bahwa jari kakinya menjauh dari lantai.

"A-A-Ares ...."

Mata Elai berusaha melihat ke bawah, namun terhalang. Tapi, gadis itu tidak akan salah menebak bahwa sekarang ia persis seperti Kuntilanak yang mengambang di atas lantai.

"Ares!" pekik Elai. Kedua tangannya otomatis naik. Berpegang pada pundak Ares yang kokoh. "Turunin aku."

Tak melakukan apa yang diminta oleh Elai, Ares justru menyunggingkan seringainya.

"Benar Nona mau jadi pacar saya?"

Kalau tadi adalah Ares yang tampak salah tingkah, maka sekarang sebaliknya. Terlihat Elai yang mendadak susah mengambil napas.

"I-i-iya ...," jawab Elai gagap. "Tapi, turunkan aku. Ntar aku jatuh."

Dan di bawah sana, jelas sekali terlihat jari-jari kaki Elai bergerak-gerak liar. Berusaha untuk menemukan lantai untuk tempatnya berpijak.

"Tenang, Nona ...." Ares menundukkan wajahnya. "Saya kuat kok. Nona nggak bakal jatuh."

Glek.

Elai mengerjapkan matanya dengan gugup. "Y-y-ya emang sih. Tapi---"

"Tapi, apa Nona tau sesuatu?" tanya Ares memotong perkataan Elai. "Sesuatu yang sangat penting yang harus Nona ketahui tentang saya."

Elai berusaha menarik tubuhnya. Bagaimanapun juga, ketika Ares kian menunduk maka tubuh gadis itu kian gemetaran pula.

"A-a-apa?"

Bola mata Ares bergerak-gerak. Tampak mengamati wajah Elai yang mulai memerah. Lalu barulah fokus cowok itu kembali lagi pada matanya.

"Saya mau kok jadi pacar Nona, tapi Nona harus tau. Saya itu ... posesif."

Graaab!

Setelah mengatakan itu, tangan Ares bergerak lagi. Semakin menarik pinggang Elai hingga posisi gadis itu makin dekat padanya.

"A ... o ...."

Ares tampak menikmati kegugupan di wajah Elai. Terutama ketika gadis itu berusaha untuk lepas dari tatapan matanya yang lekat. Tak berani membalas sorot matanya yang menajam.

Sekarang dia kayak balita baru belajar ngomong kan?

Padahal tadi siapa coba yang mancing-mancing?

"A ... res ...."

Tangan Elai yang semula bertahan pada pundak Ares sekarang beralih fungsi. Alih-alih tetap memegang, sekarang Elai justru berusaha mendorong cowok itu.

"Tu ... runin aku deh ...."

Ares menggeleng pelan dengan penuh irama. "Tunggu, Nona. Saya belum ngomong hal lainnya."

"Oh .... Masih ada ya?" Elai mulai tersenyum kaku. "A-a-apa?"

Ares menarik napas dan teramat sengaja mengembuskannya di depan wajah Elai. Membuat Elai meremang seketika dengan sikap waspada. Terutama ketika selanjutnya suara Ares kembali terdengar. Kali ini, suara cowok itu terdengar berat dan semakin serak.

"Tapi, ketimbang posesif ... saya itu sangat ..."

Ares bergerak. Membawa tubuh Elai untuk berputar setengah lingkaran. Lantas tanpa aba-aba justru membanting tubuh mereka berdua ke atas tempat tidur yang empuk. Menuntaskan perkataannya di sana.

"... agresif."

Bukan lagi memerah, wajah Elai sekarang tampak seperti tak ada darah!

"R-R-Res ...."

Ares mengabaikan suara gagap Elai. Wajahnya perlahan menunduk. Membidik pada sesuatu yang ranum layaknya buah yang siap untuk dinikmati.

"R-R-Res ...."

Mata Elai memejam dengan rapat. Kedua tangannya mengepal. Lalu dengan tiba-tiba ia mendorong tubuh cowok itu seraya menjerit.

"Aaahhh ...!!!"

Tubuh Ares terhempas ke samping. Dan ia hanya bisa bengong melihat bagaimana Elai yang langsung lari terbiri-birit keluar dari kamarnya.

"Braaakkk!!!"

Pintu terbanting dengan amat kuat. Hingga membuat Ares tak mampu menahan tawanya.

"Hahahahaha. Dia malah kabur."

Memegang perutnya, Ares bangkit duduk dengan teramat susah. Terutama karena tawanya masih membahana.

"Tadi juga sok-sokan mau ngegoda aku," kata Ares geli. "Giliran aku bawa ke kasur aja langsung lari. Hahahahaha."

*

"Ya Tuhan .... Astaga ...."

Elai berusaha untuk menarik napas dalam-dalam. Menenangkan laju jantungnya yang mendadak saja berdebar dengan tak karuan.

"Astaga ...."

Tubuh gadis itu gemetaran. Nyaris merasa seperti lututnya yang terasa lemas hingga ia pasrah saja ketika gravitasi bumi menariknya untuk terduduk lemas di lantai. Tepatnya di pintu kamarnya yang sudah ia tutup dengan rapat.

Dan ketika ia berusaha untuk mendamaikan debar jantungnya, mendadak saja ia teringat perkataan Ares tadi.

"Saya itu ... posesif."

"Tapi, ketimbang posesif ... saya itu sangat ... agresif."

Iiih!

Elai seketika bergidik ketika mengingat itu. Terutama ketika kilasan di saat wajah Ares yang pelan-pelan mendekati wajahnya melintas di benaknya.

Tangan Elai naik. Memegang kepalanya dengan ekspresi syok.

"Astaga, Elai .... Kali ini kamu benar-benar ngambil rencana yang salah!"

Elai menggeram.

"Kalau kamu bener-bener diterkam sama Ares tadi gimana?" tanyanya dengan nada horor. "Beneran jadi jeruk peras kamu mah."

Dan sejujurnya saja, bukannya Elai tidak tau bahwa dari tadi Ares kerap melihat pada dadanya. Sudah cukup menjadi bukti bahwa cowok itu benar-benar seperti yang ia katakan tadi.

"Aku seharusnya nggak menggoda cowok kayak tadi. Lebih dari itu. Harusnya kau nggak menggoda cowok agresif!!!"

Napas Elai bukannya berubah stabil, eh malah makin kacau. Terutama ketika ia mengingat dengan jelas bagaimana respon Ares tadi.

"Gimana kalau dia beneran nganggap aku serius coba?" tanya Elai panik. "Mudah-mudahan aja nggak deh ya. Ntar biar aku bilangin aja kalau yang tadi itu main-main. Gila aja! Mana aku tau kalau dia seagresif itu."

Elai bangkit. Menuju ke lemar pakaiannya dan berniat untuk mengganti pakaiannya. Kombinasi kaos dan celana pendek.

"Tapi ...."

Mendadak saja hal penting kembali melintas di benaknya.

"Kalau bukan pura-pura pacaran sama dia," kata Elai dengan putus asa. "Terus aku pura-pura pacaran dengan siapa coba?"

Menyisihkan gaun yang tadi ia kenakan ke keranjang pakaian kotor, Elai membanting tubuhnya ke kasur. Bermaksud untuk mendamaikan dirinya. Tapi, demi apa coba? Ketika ia berbaring di sana, mendadak saja bayangan Ares yang berada tepat di atas tubuhnya, muncul!

Lebih dari itu. Wajah Ares yang pelan-pelan turun ingin mencium dirinya juga turut muncul!

"Aaah!"

Frustrasi, Elai menjerit. Bangkit dan terengah-engah ketika merutuk.

"Argh! Ini beneran gawat!"

Dan ketika ia sedang merasa nyaris gila seperti itu, mendadak saja ia mendengar satu ketukan di depan pintu. Lantas diikuti oleh satu suara yang terdengar.

"Nona .... Apa kita bisa pacaran sekarang?"

Elai membeku. Panas dingin, terutama dengan satu ejekan yang terdengar bagai menggema di benaknya.

Mampuslah kamu, Lai.

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top