29. Try to Accept


Love you to death...

###

Part 29

Try to Accept

###

"Kau bahkan tidak mengeluarkan sepatah katapun untuk menyangkal apa yg sedang ku pikirkan saat ini." Kata Fania begitu dingin. Matanya menatap tajam tepat di manik mata Fiona.

Fiona menelan ludahnya. Menguasai dirinya dengan ketenangan yg terkendali ketika membalikkan badannya dan siap menghadapi wanita yg telah melahirkan suaminya tersebut. "Apakah jika Fiona menyangkalnya akan mengubah kenyataan yg sebenarnya?"

"Lalu kenapa kau membiarkan hal ini sampai terjadi?"

"Apakah hanya aku yg harus di salahkan untuk semua ini?" Fiona membalikkan badannya. Menekan suaranya. Kemudian tersenyum tipis dan menggumam pelan. "Walaupun memang aku sudah terbiasa di perlakukan seperti itu."

"Kalian berdua!" Geram Fania menekan suaranya, "Aku tidak menyangka kalian akan mengkhianatiku seperti ini. Terutama Frian."

"Bayi ini bukan kesalahan." Suara Fiona lebih tinggi dari sebelumnya dan dagunya terangkat. Berikut jemarinya yg bergerak memegang perutnya.

Mata Fania melebar. Tak percaya dengan penentangan yg di tunjukkan menantunya itu. Belum pernah ia di merasa begitu terancam sebesar ini. "Kau..." Jari telunjukknya teracung ke arah Fiona. "Kenapa kau selalu saja melakukan hal yg membuatku semakin tidak menyukaimu?"

"Bahkan keberadaanku saja lebih dari cukup membuat siapapun membenciku. Apa aku harus menyalahkan kebencian orang padaku? Atau menyesalkan keberadaanku? Percayalah, semua itu tidak akan mengubah apapun."

Fania membeku atas kata kata yg meluncur dengan begitu lancar dari bibir Fiona. Dan yg lebih membuatnya kehilangan kata katanya adalah tatapan mata wanita itu. Luka, keputus asaan, penderitaan dan kehancuran. Semua bercampur di sana. Dan semua itu semata-mata bukan karna kata-kata yg di ucapkan padanya. Lebih dari itu. Wanita itu menyimpan penderitaan dan luka yg lebih besar. Sebelumnya.

Fiona juga terdiam. Ia sudah terbiasa dengan kebencian orang orang di sekelilingnya. Dan ia tidak mau lagi meratapi kepedihan itu lagi. "Jika anda begitu membenciku, kenapa anda menerima saya di rumah ini? Apakah kesalahan saya atas penyesalan anda?"

Fania masih tercenung. Sempat tak menyangka dengan penggunaan kata anda dan saya dalam kalimat Fiona. Aneh merasakan wanita itu mendorongnya menjauh setelah dia terbiasa dengan kata 'mama' yg di pakai Fiona sebelumnya.

"Apakah anda begitu sangat menyesal?" Desis Fiona lagi ketika mertuanya itu tak juga mengeluarkan sepatah katapun.

'Tidak.' Batin Fania dalam hati. Ia tidak menyesal menerima wanita yg di cintai putra kesayangannya itu dalam keluarga ini. Ia hanya menyesal karna dirinya tak cukup kuat menekan harga dirinya dan membuka hatinya untuk Fiona. Dan, "Mama hanya menyesalkan kalian yg mengingkari perjanjian ini. Juga Frian yg telah menyembunyikan semua ini."

Fania membalikkan badannya dan melangkah meninggalkan ruangan itu dengan bunyi pintu yg bergerak terbanting. Tidak kasar, tapi juga tidak lembut. Wanita itu seakan menahan sesuatu.

Fiona masih membeku. Sekilas ia melihat mata Fania yg tampak berkaca kaca. Sangat terpukul dan penuh keputus asaan. Sinar yg begitu familiar untuknya ketika ia menatap dirinya sendiri di cermin. Ketika ia kehilangan ayahnya. Dan ketika ia menyakiti mamanya.

Matanya terpejam. Menghalau air mata yg berniat merembes keluar. Rasanya masih sakit dan begitu perih. Sampai akhirnya ia melupakan goresan perih di dadanya tersebut. Meringis menahan ketegangan yg tiba tiba muncul di perutnya. Rasa sakit itu sama seperti yg di alaminya lusa kemarin. Jadi ia hanya perlu merebahkan badannya sejenak dan perlahan dalam beberapa menit rasa sakit itu akan mulai berkurang. Setelahnya ia akan pergi ke dokter untuk menanyakannya.

###

Pagi itu suasana meja makan tampak sepi. Fania tidak ikut bergabung di meja makan. Alasanya sudah jelas, mertuanya itu sepertinya masih tidak ingin melihat wajahnya. Mungkin.

Papa mertuanya juga sedang keluar kota. Kakak iparnya yg hamil sudah tentu makan di kamarnya karna kehamilannya. Finar juga tidak terlihat ikut sarapan. Mungkin terburu-buru ke kampus. Semua anggota keluarga ini memang punya kesibukan sendiri sendiri. Hanya saat saat tertentu saja keluarga ini tampak lengkap saat bergabung di meja makan. Namun hal itu sudah biasa. 

Hal yg tidak biasa dari semua ini adalah ketika Fiona pulang dari kuliahnya pukul 03.45 PM. Ia mendapati kedua kakak iparnya Farsa dan Fabriana. Juga adik iparnya Finar, sedang berdiri di depan pintu kamar Fania yg tertutup. Ketiganya tampak resah melihat nampan yg di pegang Finar.

"Sejak kemarin Mama mengurung diri di kamar. Bahkan seharian ini belum memakan apapun. Kecuali susu pagi tadi." Gumam Farsa pada kedua adiknya.

Finar menunduk, menatap muram nampan yg di pegangnya sekali lagi. "Kenapa mama membuat kita semua khawatir seperti ini. Finar takut mama jatuh sakit."

Fiona hanya terdiam terpaku melihat ketiga sosok itu. Mendesah dalam hati menyadari mama mertuanya mogok makan. Ternyata bukan Alra saja yg suka mengurung diri di kamar dan mogok makan, batin Fiona.

"Fiona! Kau sudah pulang?" Sapa Fabriana ketika menyadari kehadiran Fiona di ruang tengah itu dan hanya diam mematung menatap mereka.

Fiona mengangguk. Melanjutkan langkahnya menghampiri mereka. "Kenapa semua berkumpul di sini?" Tanyanya basa basi, tak mungkin ia mengakui pada ketiga iparnya itu kalau dia penyebabnya. Lagipula, ini kesekian kalinya ia membuat orang mogok makan. Tapi ini pertama kalinya ia peduli. Karna biasanya ia hanya perlu mengabaikan Alra saja.

"Mama tiba-tiba mengurung diri di kamar sejak kemarin." Jawab Fabriana.

"Apa pintunya di kunci?" Tanya Fiona sambil menatap handle pintu.

"Tidak. Tapi tidak ada yg berani masuk. Mama bilang tidak mau di ganggu dan butuh waktu untuk sendiri." Jawab Fabriana lagi.

"Apa mama pernah seperti ini?" Tanyanya lagi. Namun sepertinya pertanyaan kali ini mengena di hati ketiga saudara iparnya. Karna mereka seketika membeku dan saling pandang satu sama lain. Iapun hanya bisa diam menyaksikan kebisuan itu dengan keningnya yg berkerut karena keheranan terhadap reaksi pertanyaan yg di ucapkannya. "Maaf kalau Fiona..."

"Tidak." Farsa memecah keheningan kedua saudaranya. "Kau tidak perlu meminta maaf. Tidak ada yg salah dengan pertanyaanmu."

Fiona membungkam. Tampak menunggu dan matanya mengamati Farsa yg sepertinya sedang mengatur kata katanya untuk melanjutkan kalimatnya.

"Ini ketiga kalinya mama seperti ini. Pertama ketika Frian meminta pergi kuliah ke luar negeri dan kedua..." Farsa kembali terdiam. Menelan ludahnya sebelum berkata, "...ketika ia meminta menikah denganmu."

Mata Fiona melebar dengan lanjutan kalimat Farsa. Seketika kehilangan kata-katanya karna terlalu terkejut. Ketiga kalinya mertuanya mengurung diri di kamar ia tidak terkejut jika karna dirinya yg tengah hamil. Tapi ia tak pernah mengira kedua kalinya mertuanya seperti ini juga di sebabkan karna dirinya.

"Mama memang terlalu sensitif jika menyangkut dengan kak Frian." Bisik Finar sambil menepuk pundak Fiona dengan lembut. "Kakak tidak perlu khawatir."

"Lagipula itu semua sudah berlalu dan mama merestui pernikahan kalian." Tambah Fabriana ikut menenangkan adik iparnya.

Rasa bersalah menyergap dadanya dengan semua ketenangan yg berusaha di salurkan oleh Fabriana dan Finar. Apakah mereka masih akan berkata seperti itu jika tahu bahwa dirinyalah yg membuat mama mereka seperti ini?

"Walaupun kita tidak tahu kenapa mama seperti ini, yg jelas masalah kali ini bukan karna Frian. Kita tahu dia sekarang sedang ke luar negeri, bukan?"

Fiona masih terdiam. Entah kenapa kali ini kalimat yg ucapkan Farsa bernada aneh. Seakan kalimatnya hanya di tujukan kelada dirinya seorang. Membuatnya semakin terpaku saat matanya bertatalan dengan manik mata Farsa yg menyiratkan berbagai macam pertanyaan. 'Apakah kakak iparnya itu mengetahui sesuatu tentang dirinya?'

Iapun mengalihkan pandangannya untuk menghindar. Lalu mengangguk dan berkata, "Kalau begitu Fiona ke kamar dulu."

Farsa tertegun. Sejenak melihat jawaban di mata Fiona, tapi wanita itu segera membuang wajahnya dengan cepat. Membuatnya tak bisa mencegah matanya untuk mengamati punggung Fiona yg bergerak semakin menjauh ke atas tangga.

###

Ketukan di pintu membuat Fiona membatalkan niatnya untuk melangkah ke lemari pakaiannya dan membuka pintu. Sejenak perasaannya kembali berkecamuk mendapati Farsa yg berdiri di depan pintu kamarnya, "Kak Farsa?"

Farsa terdiam sejenak. Mengamati wajah Fiona yg tampak lebih segar sehabis mandi dan masih memakai jubah mandinya. "Apakah kakak mengganggumu? Kakak ingin bicara sebentar."

Fiona menggeleng kecil, "Jika kakak tidak keberatan Fiona mengganti baju sebentar."

Farsapun mengangguk sebagai persetujuannya. Dan melangkah masuk ketika Fiona menarik tubuhnya ke dalam untuk mempersilahkannya masuk.

"Maaf membuat kakak menunggu." Kata Fiona lembut setelah keluar dari kamar mandi lima menit kemudian. Mengenakan dress abu abu lengan panjangnya yg berpotongan sederhana.

"Duduklah." Farsa menunjuk sofa kosong yg berseberangan dengan sofa yg di dudukinya.

Fiona mengambil tempat duduknya. Ia tak terlalu mengenal kakak iparnya yg satu itu. Dan karna ia sudah terbiasa menghadapi sikap dingin Frian dan mertuanya, membuatnya tak sulit untuk menghadapi Farsa yg dingin padanya juga. Lagipula wanita itu tak lebih dingin daripada Frian. Masih ada segurat keramahan yg selalu di tunjukkan padanya.

"Maafkan kakak kalau nanti kata kata kakak ada yg menyinggungmu." Ucap Farsa datar. Dan karna Fiona tak mengatakan apapun, iapun menganggap wanita itu bisa mengerti maksud ucapannya, "Kakak tidak tahu apa yg terjadi kemarin siang antara kau dan mama. Bisakah kau menjelaskannya pada kakak sekarang?"

Deg....

Fiona terpaku. Wajahnya memucat menyadari ke mana arah pembicaraan ini. Membuatnya wajah hangat dan lembut yg dari tadi berusaha di berikan pada kakak iparnya seketika lenyap, "Apa maksud kakak?"

"Bukannya kakak menuduhmu." Jelas Farsa, "Kakak hanya merasa aneh saat mama mengejarmu dan masuk ke kamarmu kemarin. Dan saat turun mama tak berbicara sama sekali pada siapapun. Hanya masuk ke kamarnya dan...kau tahu, sampai sekarang."

Fiona hanya terdiam. Ya, ia ingat kemarin ia sempat melihat Farsa ketika berlari ke kamarnya.

"Apa yg kalian bicarakan?" Tanya Farsa lagi.

"Tidak ada alasan bagi Fiona untuk menjelaskan semuanya jika mama tidak mengatakan apapun. Semua keputusan kembali pada mama." Jawab Fiona datar.

Farsa tercenung. Menarik nafasnya dan menghembuskannya dengan keras sebelum wajahnya berubah lebih dingin dan keras, "Di antara kita berempat, hanya Frian yg mendapat kasih sayang yg paling banyak dari mama maupun papa. Frian selalu mendapatkan apa yg ia inginkan. Sedangkan kita, selalu berada di jalur yg mama buat."

"Benarkah?" Fiona mendengus, "Aku mendengar  sebaliknya. Bahkan sekarang kehidupan pernikahan kami juga masih berada di jalur yg mama buat untuk kami. Kesepakatan pernikahan kami benar-benar membuatku tertekan."

"Mama hanya tidak menyukainmu. Tapi mama sudah berusaha untuk menyukainmu karna kau adalah wanita yg di cintai Frian. Tidakkah kau melihat usaha mama untuk menyukainmu?"

Sekali lagi Fiona mendengus, "Lalu, apa yg harus kulakukan dengan semua usaha mama itu? Apakah salahku jika mama masih membenciku saat ini?"

"Katakan apa yg kalian bicarakan kemarin agar kakak bisa membantumu?"

"Tidak di harapkan bukanlah hal baru bagiku. Aku tidak mau memaksa orang untuk menyukaiku." Jawab Fiona dingin.

"Apa kau tidak mau mengatakannya pada kakak?" Tandas Farsa sekali lagi. Tapi Fiona malah membuang wajahnya ke samping menolak untuk menjawab. Membuatnya sekali lagi hanya mengamati sisi wajah Fiona dengan helaan nafasnya. Memilih beranjak dari duduknya untuk melangkah keluar. Tapi sebelum sempat memutar handle pintu, Farsa kembali menengok ke arah wanita itu yg masih membuang wajahnya dan berkata, "Bukan mereka yg harus berusaha untuk menyukaim
Bukan mereka yg harus berusaha untuk menyukaimu. Tapi kau yg selalu menarik diri dari orang orang di sekitarmu."

###

"Kau..." suara Fania tercekat ketika mendapati menantunya masuk ke dalam kamarnya. Berdiri di samping ranjangnya dengan tas bepergiannya. Segera ia menegakkan punggungnya membayangkan akan apa yg di pikirkan wanita itu. "Apa yg akan kau lakukan dengan tas itu?"

"Fiona hanya ingin menjelaskan kesalah pahaman antara mama dan Frian."

Kening Fania berkerut tak mengerti, "Apa maksudmu?"

"Di banding kebohongan yg Frian sembunyikan, sepertinya mama lebih terpukul dengan keberadaan darah daging Frian. Apakah Fiona salah?"

Fania akan membuka mulutnya untuk menjawab. Tapi tak ada sepatah katapun yg mampu melewati tenggorokannya. Sejujurnya ia memang terpukul dengan keberadaan darah daging Frian di rahim wanita itu. Tapi... bagaimanapun, darah daging Frian juga adalah cucunya. Keturunannya.

"Fiona hanya menanyakan beberapa pilihan untuk mama."

"Apa maksudmu pilihan?" Suara Fania naik sedikit lebih keras, "Apa kau pikir ini bisa di selesaikan dengan pilihan yg kau berikan?"

"Frian belum mengetahui tentang keberadaan anak ini." Potong Fiona sebelum mertuanya itu sempat melanjutkan kalimatnya lagi.

Fania terdiam. Tercenung ketika mencerna kata kata Fiona.

"Bukan hal mudah bagi Fiona untuk memberitahunya dengan kebencian yg mama miliki padaku. Tapi setidaknya, hal itu bisa mengurangi beban mama padanya."

Fania masih membungkam. Ya, kebenaran itu setidaknya bisa mengurangi beban pengkhianatan yg di rasakannya pada Frian.

"Apa sekarang mama berpikir untuk menggugurkan anak ini?" Fiona bertanya karna melihat reaksi mamanya yg tampak lebih lega dengan berita itu dan yak mengeluarkan sepatah katapun.

"Jaga ucapanmu!" Maki Fania tersinggung dengan pertanyaan menantunya. "Seburuk itukah pemikiranmu tentang mama?"

Fiona hanya menarik salah sudut bibirnya ke atas membentuk seringai. "Baguslah kalau mama berpikiran sama dengan Fiona. Karna Fiona memang tidak akan melakukan hal keji itu."

'Walaupun ia pernah memikirkannya untuk melakukan itu.' Tambah Fiona dalam hati.

"Lalu, apa yg kau inginkan?"

"Kecuali saat ini, Fiona tidak pernah memaksa siapapun untuk menyukai Fiona. Jadi, bisakah mama menerimaku dan anak ini melebihi sebelumnya. Secara terpaksa maupun tidak."

Fania terdiam. Tak mengeluarkan kata katanya karna saat ini memang itulah yg di lakukannya. Berusaha menerima keberadaan keturunannya di rahim wanita yg di bencinya. Dan itu bukan hal mudah baginya.

"Fiona akan memberi waktu mama untuk terpaksa menerimaku sebagai bagian dari keluarga ini. Dan sampai saat itu tiba, sepertinya mama sendiri yg harus memberitahu Frian tentang keberadaan darah dagingnya."

"Apa kau pikir anak itu bisa menunggu?"

"Karna anak ini tidak bisa menunggu, Fiona pikir waktu mama hanya sampai Frian datang nanti."

"Jika sampai saat itu mama tidak bisa menerimamu?"

"Maka Fiona akan menghilang dengan anak ini jauh dari Frian dan keluarga ini. Tidak akan mengganggu kehidupan kalian lagi."

"APA KAU MENGANCAMKU??" Maki Fania keras keras. Wajahnya menegang dengan ancaman Fiona ketika mendesis, "Kau pikir siapa dirimu?"

"Pilihan ada di tangan mama." Jawab Fiona dingin. Sama sekali tak terpengaruh dengan kemarahan yg tahan oleh mertuanya itu. "Sementara mama memikirkannya, Fiona akan menginap di rumah teman. Sepertinya mama akan lebih baik jika tidak melihat wajah Fiona."

"Sebentar lagi Frian akan kembali. Bagaimana mungkin kau keluar dari rumah ini? Apa kau ingin membuat Frian berpikir kalau aku yg mengusirmu?"

"Bagaimanapun, mama adalah wanita yg telah melahirkannya. Itu lebih bisa di terima daripada Fiona yg mengusir mama dari rumah ini." Jawab Fiona datar.

'Sepertinya hanya ini yg bisa ia lakukan untuk memperbaiki hubungan mereka. Ia tahu mertuanya ini tidak akan membiarkannya pergi dengan darah dagingnya. Tapi ia juga tidak akan melenyapkan ini. Satu satunya jalan adalah memberi waktu bagi mertuanya itu untuk menerima kehadiran mereka. Sebagai bagian dari keluarga ini.'

'Ia tidak akan menarik diri lagi dari mereka.'

###

Di antara Darius, Keydo, dan Alan... yg ratingnya paling dikit adalaha Alan. Tapi kenapa kok Alan yg paling author sayang ???

Makanya, kalau author di suruh milih mana yg harus di pending? Author malah mending milih Keydo yg pending....

He he he.... (Penggemarnya Keydo ngamuk ini :-)))

Tapi nggak kok. Keydo ga author pending. Cuma seminggu sekali postingnya. Jadi kalau belum seminggu jangan nagih ya....

Sunday, 26 March 2017

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top