---8. Dinner Pertama---


Ina hanya melongo menatap punggung Irham yang kembali menghilang di balik pintu balkon. Padahal ia kepingin makan bareng. Katanya pengantin baru. Masa makan sendiri-sendiri? Apa memang begini kelakuan orang yang sudah sangat matang seperti suaminya itu?

Suami? Ina meringis sendiri. Ina masih merasa Irham itu kakak, bukan suami.

Mata Ina terpaku pada meja makan bertaplak putih. Agaknya, pengaturan interior kamar hotel ini sudah diatur sedemikian rupa sehingga tepat di atas meja ini terdapat lampu gantung yang memberi cahaya kekuningan. Suasana kamar yang temaram membuat meja ini menjadi pusat keindahan. Ditambah candle light dan rangkaian bunga mawar merah dan anggrek di bagian tengah, apa lagi yang bisa dirasakan selain kesan romantis?

Ina melirik bajunya. Baby doll warna kuning dengan gambar chibi besar di bagian dada dan perut, serta celana tiga perempat. Sekali lagi Ina meringis. Cepat-cepat ia mengambil gaun terusan batik pemberian Kartini, lalu mengenakannya. Setelah itu ia mengeringkan rambut dan memasang jepit di bagian belakang. Ina mengaduk dompet kosmetik. Ada alat-alat make up lumayan lengkap di situ. Dengan cekatan, ia memulas wajah dengan riasan tipis. Yang penting ada rona cerah, cukuplah.

Ina kembali ke meja makan, lalu duduk di salah satu kursi. Perutnya berbunyi, memanggil beef steak saus lada hitam untuk masuk ke dalamnya. Saat penutup makanan dibuka, uap mengepul membawa aroma sedap yang memerah air liur. Sejak pulang dari rumah sakit, ia merasa lapar terus. Kata orang memang begitu orang yang baru pulih dari sakit. Ngemaruki, istilah Jawanya.

Langsung saja Ina mengambil satu potong daging ke piring. Giliran akan makan, ia bingung. Banyak sekali alat makan di sisi kiri dan kanan piring. Ada sendok bulat, sendok biasa, sendok entah apa, pisau, dan garpu. Akhirnya Ina memakai pisau dan garpu.

Dengan hati-hati, ia mulai memotong. Secuil daging dimasukkan ke mulut. Ternyata rasanya maknyus. Daging itu empuk sekali. Bumbu rempahnya sangat terasa. Habis satu, menyusul potongan-potongan berikutnya. Ia heran juga, ternyata masakan ala Barat bisa enak. Padahal ayahnya pernah bilang kalau menu Eropa itu rasanya aneh dan hambar. Mungkin yang dimakan ayahnya dulu bukan steak lada hitam begini.

Saking sibuknya menikmati makanan, ia sampai tidak sadar Irham sudah masuk lagi. Tahu-tahu serbet di sampingnya diambil Irham. Kontan ia terjingkat dan menengadah. Matanya segera beradu dengan mata Irham yang entah mengapa terlihat syahdu sekali. Alis Irham yang biasa bertaut, sekarang tidak lagi. Senyum rupawan itu telah menghilangkan kerut dan membuat wajahnya sangat damai.

"Mmm, aku udah duluan, Mas. Keburu lapar." Ina meringis.

Irham tidak menjawab. Ia malah membentangkan serbet di pangkuan Ina. Gerakan itu membuat lengan mereka bersentuhan. Seketika galau hati Ina. Apalagi setelah itu Irham menarik kursi dan duduk di sampingnya, bukan di seberang. Lekuk wajah Irham yang memiliki hidung mancung dan dagu yang panjang terbiaskan oleh sinar lampu. Benar-benar pemandangan yang mendebarkan.

Ina semakin galau. Ada yang berdesak-desakan mau keluar, tapi ia tidak tahu apa itu. Demi menjaga kewarasan, ia cepat-cepat melahap steak-nya.

"Loh, Mas Ir nggak makan steak?" tanya Ina saat tahu Irham menyendok sup.

"Makan, tapi setelah sup."

Ina memperhatikan sendok yang digunakan Irham, lalu mengambil sendok serupa di dekat piringnya. "Oh, ini sendok sup?"

Irham cuma tersenyum lebar. "Iya. Ntar aku ajarin table manner. Tapi sekarang makan aja sesukamu. Nggak ada yang lihat juga, kok."

"Oh, table manner? Makan ala Barat yang banyak aturan itu, ya? Untung kita nggak makan di luar. Aku bisa malu-maluin." Ina mencicit seperti biasa, dan suaminya cuma senyum-senyum saja. Seperti biasa juga.

Diam-diam Irham melirik Ina. Gadis itu terlihat semakin cantik di bawah temaram cahaya kekuningan yang romantis. Gaun batik berwarna pastel membuat kulitnya semakin bercahaya. Irham mulai menata perasaan. Si adik kecil ini sekarang istrinya. Ini makan malam pertama mereka sebagai pasangan. Ternyata rasanya canggung juga.

Ina menyuap potongan terakhir steak. Ada saus yang meleleh ke bibir. Spontan tangan Irham mengambil serbet, lalu mengelapnya. Ina kaget. Kunyahannya langsung terhenti. Tangan Irham kini melepaskan serbet, lalu beralih ke pipi Ina. Elusan jemari kekar itu ternyata hangat dan lembut. Merambah dari pipi, lalu perlahan menyusuri leher dan akhirnya berhenti di bahu. Ina merinding seketika, tapi enggan menghindar. Sejujurnya, ia tidak ingin menghindar!

Diam-diam Ina berharap akan ada lanjutan kejadian. Ternyata yang didapatkan malah tangan Irham pergi dari bahunya dan kembali menyendok sup. Jelas saja Ina merasa ada yang hilang. Galaunya kembali bergemuruh.

"Enak?" tanya Irham.

"Enak, Mas. Ntar di rumah aku coba masak gini," kata Ina.

Irham mengangguk, lalu mendorong mangkuk sup yang telah kosong ke tepi. Ia kini mulai menyantap steak. Ina sudah merasa kenyang. Tapi, sup, kue, dan es krim di depannya sayang sekali kalau tidak dihabiskan. Akhirnya ia memasukkan semua itu ke perutnya.

"Kenyang?" tanya Irham.

Ina mengelus perut. "Hehe, kenyang banget, Mas."

"Bagus. Kamu harus makan banyak biar cepet sehat."

"Iya, rasanya mau makan terus," jawab Ina. Ia belum puas memandangi wajah Irham yang tengah lahap menyuap makanan. Suasana kembali sunyi dan Ina merasa jengah. Saling diam seperti ini terasa tidak enak. "Mas?" panggilnya.

Irham mengangkat wajah. "Hm?"

"Tadi itu urusan apa?" tanya Ina, asal bicara saja sebenarnya, agar Irham mengeluarkan suara.

"Oh, urusan tender komputer buat pemkot."

Ia kurang paham tentang urusan bisnis. "Banyak, ya?"

Irham tersenyum bangga. "Banyak banget!"

"Tembus, Mas?"

"Doain aja."

Ina tersenyum manis. "Pasti aku doain, kok."

"Kita mau ke mana besok?" tanya Irham lagi.

Ina menggaruk kepala yang tidak gatal. "Mmm, aku agak trauma pergi-pergi, sih. Takut kena Corona lagi."

"Oooh, bener! Nggak enak banget kalau diisolasi lagi."

"Besok berenang aja di kolam renangnya hotel, gimana?" usul Ina.

Irham kontan membayangkan istrinya mengenakan pakaian renang yang minim. Memorinya soal Ina berenang adalah anak kecil berumur tujuh tahun yang meringis memperlihatkan gigi ompong sembari memeluk pelampung bebek. Akan seperti apa gadis ini sekarang?

"Trus kamu mau apa habis makan ini?" tanya Irham lagi.

Terus terang, Irham juga bingung kalau tiba-tiba menganggur. Sehari-hari tangan dan otaknya tidak pernah berhenti. Pekerjaan dan komputer itulah hidupnya selama ini. Bila ada waktu luang, ia pasti duduk di depan komputer, mengerjakan sesuatu. Sebenarnya ada proyek pribadinya yang menantang, yaitu membuat Operating System[1] berbasis Linux. Ia ingin membuat varian Linux baru yang ringan, stabil, aman, dan bisa dijalankan dari flashdisk. Bagus, bukan, bila namanya bisa diabadikan sebagai nama OS? Ia bahkan sudah menyiapkan nama varian Linuxnya, IrBx Linux, singkatan dari namanya, Irham Bimantara.

"Hmm, nggak ada, sih. Nonton tv aja kali?" ujar Ina.

Nonton tv? Irham menatap istrinya dengan serba salah. Masa pengantin baru nonton tv? Namun, ia kembali teringat bahwa istrinya baru saja keluar dari rumah sakit.

"Ya, udah, kita leyeh-leyeh aja sambil nonton tv," ucap Irham akhirnya.

Ina mengangguk. Makan malam itu pun berakhir dengan senyap. Irham langsung ke kamar mandi untuk menggosok gigi, lalu naik ke ranjang dan tidur setengah duduk beralas bantal tinggi. Ina kembali mengganti gaun batiknya dengan baby doll chibi. Ia juga ke kamar mandi menggosok gigi. Sesudah itu, ia merayap naik ke ranjang dan duduk di samping suaminya.

Begitu ada tubuh mungil berada dekatnya, Irham meletakkan remote tv, lalu menggenggam tangan Ina. Mereka berdiam cukup lama, pura-pura memandangi layar. Tapi sebenarnya seluruh pikiran ada pada tangan yang bertaut itu.

Tak perlu waktu lama, dada Irham naik turun dengan cepat. Begitu pula Ina, menjadi kalang kabut tidak karuan. Ia kini mengerti dari mana asal usul rasa galau yang aneh ini. Sentuhan Irham-lah penyebabnya!

Sebuah tarikan napas panjang menyertai tubuh Irham yang bergulir ke samping. Lengan yang satu kini telah melingkar di pinggang istrinya. Wajahnya mendekat hingga hangat napasnya menerpa wajah Ina. Gadis itu berdebar. Aroma Irham ternyata membuatnya semabuk ini. Seluruh tubuhnya bereaksi, mengeluarkan segala macam hormon, cairan, dan zat kimia. Tubuh itu seperti punya kesadaran sendiri, bersiap menunggu kehadiran sang suami.

Tinggal beberapa milimeter lagi, bibir Irham akan menyentuh bibir Ina. Tiba-tiba, lelaki itu malah berhenti dan mematung. Ina menjadi bingung.

"In, kamu udah siap apa belum?" bisik Irham.

________________________

[1] Operating System (disingkat OS; sistem operasi) adalah perangkat lunak sistem komputer yang mengatur sumber daya dari perangkat keras dan perangkat lunak. Tanpa sistem operasi, pengguna tidak dapat menjalankan program aplikasi pada komputer mereka. Ada tiga OS yang lazim digunakan saat ini, yaitu Windows (buatan Microsoft), Mac OS (buatan Apple), dan Linux (open source)

Author's Note

Seperti Yasmina, LYS akan dipublish ulang pelan-pelan di Wattpad sampai tamat. Buat Sobatnya Fura yang nggak sabaran menunggu, silakan langsung cuuus ke Karya Karsa atau KBM.

Ada 3 cara untuk membaca LYS sampai tamat di Karya Karsa. (Pastikan Sobat membeli kakoin melalui web (chrome, firefox, safari, dll) biar murah)

1. Beli satuan. Per part berisi 9-10 bab. Berlaku selamanya.

Mau membaca LOVE YOU STILL dengan hemat?
Sobat bisa ambil salah satu paket ini:

2. PAKET LOVE YOU STILL SELAMANYA: untuk membaca dari awal sampai tamat,  berlaku selamanya.
CARA AKSES PAKET LOVE YOU STILL SELAMANYA:
1. Klik profil Fura
2. Klik Tab "Paket", lalu cari PAKET LOVE YOU STILL SELAMANYA
3. Pilih paket dan lakukan pembayaran

3.  PAKET LOVE YOU STIL 30 HARI: untuk membaca sampai tamat dalam waktu 30 hari. Pastikan sobat memasukkan KODE VOUCHER: love112022 untuk mendapatkan potongan Rp. 20.000,-

Makasih banget buat dukungannya. Fura jadi makin semangat nulis ❤️❤️❤️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top