---58. Calon Keluarga (1)---
Irham tidak menyahut ucapan ibunya. Ia malah merebahkan diri di sofa panjang dan mulai memejamkan mata. Belum sempat terlelap, pintu kamar diketuk. Irham terpaksa bangkit untuk membukanya.
"Halo, Ir!" Mata lebar, hidung mancung, tubuh jangkung padat yang lekuknya bak biola muncul di balik pintu. Sebuah keranjang buah berada di tangan wanita itu.
"Kamu?" Irham terbengong, sekaligus kesal. Dari mana Adel tahu mamanya opname di sini? Belum selesai satu masalah, datang lagi problem baru.
"Nih, aku udah pake masker, cuci tangan pake alkohol di depan tadi. Terus aku udah tes swab sebelum ke sini. Hasilnya negatif. Jangan larang aku buat jenguk mamamu!" Adel menyemprot Irham yang hanya sanggup melongo.
Tanpa menunggu dipersilakan, Adel menerobos masuk, lalu menyambangi Kartini. "Tante apa kabar? Udah baikan?"
Irham cepat-cepat memberikan masker N-95 pada ibunya. Ia pun ikut mengenakan sebuah.
"Udah. Tante cuma diobservasi semalam. Besok udah boleh pulang."
"Syukurlah. Saya tadi kaget waktu Tante kirim WA. Tante kecapekan kali, ya? Atau ada masalah?"
Kartini kontan melirik Irham. Melihat wajah putranya menjadi masam, ia tidak tega membeberkan masalah lelaki itu kepada Adel. "Iya, Tante kecapekan. Banyak masalah di pabrik."
"Ah, iya. Zaman Covid gini semua usaha seret ya, Tan."
"Sedih banget, Del. Kami terpaksa mengurangi jam kerja. Mau gimana lagi? Kalau nggak gitu, bisa-bisa tutup sama sekali pabriknya."
"Mama kirim WA ke Adel?" Irham memotong pembicaraan kedua wanita itu.
"Iya. Adel tadi WA Mama, nanyain kabar sama mau kirim parsel. Terus Mama bilang nggak usah karena Mama baru opname."
"O, gitu ...," sahut Irham sinis sambil menancapkan pandangan petir ke Adel. Yang dipandangi pura-pura tidak merasa.
"Ir, Ina mana?" tanya Adel sok santai.
Irham kembali menatap nyalang. Perempuan satu ini memang hobi memancing kerusuhan. "Pulang mandi!" jawabnya dengan nada ketus.
Mulut Adel kontan manyun disergah seperti itu. "Heran, deh. Pengantin baru biasanya kan cerah ceria bak matahari pagi. Ini kok makin galak?"
"Dia kecapekan, baru datang dari Jombang," ujar Kartini.
Irham membalikkan badan dan kembali duduk dengan wajah masam. Ia hanya mengamati kedua perempuan itu dari jauh. Ia malas ikut nimbrung obrolan mereka. Apalagi gaya Adel yang manja sok santun. Ia cuma mau berhubungan dengan Adel di kantor, dalam hal pekerjaan. Tidak ingin merembet ke ranah pribadi.
Tiba-tiba Adel menoleh. "Ir, aku mau ngobrol berdua dengan Tante Kartini. Kamu keberatan nggak kalau keluar sebentar?" Suara mendayu Adel menyeruak lamunan Irham.
"Boleh. Nggak sekalian aja nungguin sampai malam nanti?" sahut Irham sinis.
Mata indah Adel melebar. "Hiiiiih! Siapa sih anak Tante Kartini? Aku mau aja, tapi nanti ribut sama istrimu."
Irham tidak bicara lagi, langsung keluar kamar. Entah berapa lama kedua orang itu bicara. Yang jelas, saat jam besuk hampir usai, ia dipanggil masuk.
"Kenapa, Ma?"
"Ini, Adel mau pulang."
Irham melirik Adel sekilas. "Oh. Pulang ya pulang aja."
Adel kontan manyun. "Tuuuh kan, Tan? Padahal saya udah bantuin dia dapat proyek. Tapi galaknya kayak gini."
"Kayak bantuan kamu gratis aja, Del. Lupa apa sama transferanku?" gerutu Irham.
Adel meringis. Dalam hal komisi, ia lebih membutuhkan Irham daripada sebaliknya. Irham bisa mendapatkan klien dari mana saja.
Kartini hanya tertawa. "Kalian kok jadi kayak kucing sama anjing, sih?"
"Siapa anjingnya, Tante? Bukan saya, kan?"
Irham melibas Adel dengan tatapan petir. Kartini hanya tersenyum melihat itu.
"Jangan gitu, Ir. Siapa tahu Adel beneran jadi keluarga kita. Kalian harus baik-baik, jangan kelahi."
Kening Irham langsung berkerut. "Maksud Mama?"
Adel mencebik. "Bukan urusanmu!" Sesudah itu ia menoleh pada Kartini dan memberikan senyum manis. "Saya pulang, Tante. Semoga cepat sembuh. Jangan banyak pikiran. Kalau Irham dan Ina ngeselin, panggil aja saya."
///////////////
Hayoloh ... balik sama Adel aja gmn, Sobat? Komen, yuk!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top