---29. Maya (1)---
Ada kesibukan kecil di kediaman Ina dan Irham sehari sebelum keberangkatan lelaki itu ke Blitar. Sudah sejak beberapa hari lalu, Irham memikirkan keamanan rumahnya. Ia sudah menyewa satpam untuk berjaga di malam hari. Namun saat siang, ketika semua pegawai sibuk, masih ada kemungkinan orang nyelonong naik tanpa ketahuan. Ia memikirkan keselamatan Ina yang akan ditinggal sendiri selama dirinya berada di Blitar. Irham pun memanggil tukang untuk membuat partisi dan pintu di ujung tangga naik ke lantai tiga. Dinding semipermanen itu sedikit memakan ruang dapur, tapi tak mengapa, toh fungsinya lebih penting.
Sore hari, dinding dan pintu telah berdiri dengan kokoh. Esok, tukang tinggal mengecat setelah dempulnya mengering. Irham membagi tiga anak kunci, satu untuk dirinya, dan masing-masing satu untuk Ina dan Mak Nah. Setelah menyematkan gantungan kunci pada ketiga anak kunci tersebut, Irham mendatangi istrinya di ruang tengah.
"In, ini kunci pintu yang baru," ujarnya sembari mengulurkan anak kunci kepada Ina.
Ina duduk di sofa, tengah sibuk dengan ponsel sehingga tidak mendengar perkataan Irham. Lelaki itu geleng-geleng kepala. Kesal karena tidak dianggap ada, Irham menarik ponsel Ina dengan tiba-tiba. Sudah pasti Ina kalang kabut. Pasalnya ia sedang chatting dengan Dini.
"Mas Iiiiiir!" pekiknya dengan histeris. Ia meloncat dari sofa dan segera memburu ponselnya. "Kembalii-iiiiiiin!"
Irham dengan cepat menjauh dan menyembunyikan ponsel itu di balik badan. "Enggak! Bilang dulu, aku tadi ngomong apa?"
Ina mengerjap. Pandangannya seketika nanar. Darah telah turun dari kepala karena takut Irham membaca isi percakapan dengan Dini tersebut. Soalnya isi percakapan teks itu tidak tanggung-tanggung.
-----------------
Dini: Tiap malam aqtu ga bisa merem, In
Me: knp why?
Dini: tebak dunk!
Me: dih! Malesin pake teka-teki segala.
Dini: Loh itu asiknya, Say
Me: Say? Paan seh
Dini: zeyenk la In. Apa lagi?
Me: Mas! Jan tebar pesona ih
Dini: tapi kamunya suka kaaaaaan
-----------------
"Nah, kamu nggak dengar, kan? Hapemu aku sita!" ancam Irham, pura-pura serius.
"Maaaas Iiiiiir! Kembaliin hapekuuuuu!" Ina merengek sejadi-jadinya.
"Aku jadi penasaran, nih, apa sih isinya sampai kamu cengar-cengir sendiri." Irham mengangkat ponsel Ina ke depan wajah.
Ina yang panik tidak menyiakan kesempatan. Segera disambarnya barang berharga itu seolah tengah memperjuangkan hidup. Untung Irham tidak memperpanjang masalah. Ia sengaja tidak menghindar. Ponsel berwarna merah menyala itu kembali ke tangan Ina dengan selamat.
"Makanya, kalau diajak ngomong itu didengerin. Lama-lama aku bisa cemburu sama hapemu!" tegur Irham
Muka Ina semakin tertekuk. "Emangnya tadi Mas Ir ngomong apa, sih?"
Irham memberikan kunci kepada Ina. "Sekarang denger baik-baik. Kalau kamu sendirian di atas, kunci pintunya biar aman," ucapnya.
"Mas Ir pergi berapa hari?"
"Aku pulang Sabtu sore. Mungkin nggak sampai tengah malam udah sampai."
"Nggak jadi makan malam sama Mbak Adel?" tanya Ina untuk memancing Irham.
Melihat wajah kekanakan Ina, Irham hanya terkekeh. Si mantan adik kecil ini lucu sekali kalau sedang cemburu. "Heh? Kapan aku bilang mau dinner sama dia?"
Merasa tidak ditanggapi serius, Ina membalikkan badan, lalu masuk ke kamar tanpa memedulikan Irham.
"Hey, In! Diajak ngomong malah kabur!" Irham menyusul istrinya ke kamar dengan langkah lebar. Dengan mudah ia mencapai Ina. Pinggang kecil di depannya ditarik hingga Ina ambruk ke belakang, menubruk Irham. Lengan Irham pun segera melingkar di tubuh mungil itu. Serentetan kecupan mendarat di leher dan pipi Ina.
Ina memekik kaget bercampur geli. "Maaas! Geliii!" Namun, ia menyukai kejutan kecil ini.
Oh, salah! Ia merindukan disergap-sergap dan diberi kejutan! Ia membalikkan tubuh, lalu ndusel di dada Irham. Ah, ia suka sekali Irham yang seperti ini.
Irham menunduk untuk menjangkau bibir Ina. Hati Ina mekar seketika. Baginya, Irham sangat seksi kalau sedang menggunakan bibirnya.
"Mas Ir mau dibawain bekal apa buat besok?" tanya Ina setelah membalas permainan bibir Irham.
"Apa aja boleh. Makasih, ya. Kamu perhatian."
"Berapa orang yang berangkat?"
"Empat; aku, Alfan, Bimo, dan Roy. Oh ya. Kalau ada apa-apa kamu bisa minta tolong Wulan."
Ina sudah cukup akrab dengan staf keuangan Irham tersebut. "Moga aja nggak ada masalah apa-apa." Ina menggandeng tangan Irham ke kasur, tetapi lelaki itu bergeming.
"Nanti aja, ya. Aku harus lembur kejar target," ujar Irham.
Ina menggigit bibir diam-diam. Ia hafal benar perangai suaminya. Kalau sudah terucap kata "nanti", itu sama saja tidak akan ada mantap-mantap malam ini.
☆☆☆
Ditinggal sendiri di rumah, Ina seperti mendapat kesempatan. Ia kunci pintu di dekat tangga, lalu menyepi di kamar. Sejak tadi, ia merasakan panggilan alam.
Semalam, Irham terlalu lelah mengurus pekerjaan. Hampir dini hari lelaki itu baru naik. Sampai di kasur pun, Irham langsung mendengkur. Padahal Ina kepingin diberi kenang-kenangan manis sebelum ditinggal tiga hari.
Ina pun melepas kaos, lalu memulai aksi solo. Entah berapa kali ia lakukan dalam sehari. Tanpa ada Irham, semuanya bebas, sebebas-bebasnya.
☆☆☆
Jumat pagi, pekerjaan Irham hampir selesai. Dari sejak berangkat, ada sesuatu yang membuatnya tidak tenang. Saat merebut ponsel Ina kemarin, ia sempat membaca isi chat sekilas sebelum layar terkunci. Ada nama Dini. Namun, Ina menyebutnya "Mas". Mengapa Dini dipanggil "Mas"? Apakah ia salah baca?
Beban kedua adalah si mantan terindah yang berniat menyusul ke Blitar. Ia paham sekali Adel ingin mendekat kembali. Ia tidak mau membuat konflik. Umur pernikahannya bahkan lebih muda dari jagung. Masa sudah gonjang-ganjing? Adel pasti berangkat sore nanti dari Surabaya dan kemungkinan besar akan memaksa bertemu malam nanti. Apalagi ia membawa ibunya. Kalau orang tua itu ikut campur, Irham akan sulit menolak. Ia segan pada mamanya Adel.
"Al, kayaknya udah bisa aku tinggal, ya?" ujarnya pada Alfan, tangan kanannya. "Agenda kita besok cuma pelatihan buat user. Kamu bisa handel sendiri, kan?"
"Bisa, Mas. Kenapa mau pulang cepat?" tanya Alfan. Tidak biasanya Irham seperti ini. Lelaki itu sangat berdedikasi sehingga selalu mendampingi anak buah hingga pekerjaan tuntas.
"Ah, enggak. Aku nggak tega ninggalin Ina sendiri di rumah."
Alfan mengedip penuh arti. "Paham banget, Mas. Silakan kalau mau pulang duluan. Kerjaan di sini biar aku handel."
"Kalau ada apa-apa, cepat hubungi aku," ujar Irham.
"Udahlah, jangan mikir pekerjaan melulu, Mas. Istri juga perlu disejahterakan."
Wajah Irham memerah. Ia tahu Ina tidak sejahtera batin selama bersamanya. Buktinya perempuan itu bolak-balik menangis.
"Kok nggak pergi bulan madu, Mas?" tanya Alfan lagi.
"Covid. Malas ke mana-mana."
"Ya bulan madu di Malang aja, yang dekat dan pasti aman."
Irham melengos. "Hayaaaah. Lha lah po bulan madu ndhik Malang?"
Alfan tergelak dan Irham merasa diolok.
"Kerjaan aja numpuk-numpuk gitu. Nggak sempat mikir bulan madu, Al!"
"Ya jangan dipikir, Mas, dinikmati!"
Pembicaraan itu terus terngiang di benak Irham selama perjalanan. Wajah mungil Ina terbayang. Keharuman dan kehangatan tubuh Ina menyusup ke ingatan. Irham tiba-tiba sangat merindukan lantai tiga rukonya. Ia kangen harum masakan yang merebak hingga ke ruang tengah, ingin menghirup parfum Ina, aroma udara kamarnya, kasurnya ... dan sudah pasti, istri kecilnya.
☆☆☆
Jam tangan Irham masih menunjukkan pukul empat sore ketika ia memarkir mobil di depan rukonya. Setelah mandi, keramas, dan mengganti baju di lantai dua, ia naik ke lantai tiga.
Tak terdengar apa-apa di balik pintu yang tertutup. Mak Nah sedang menyetrika di kamarnya. Kemungkinan Ina sedang tidur siang. Menggunakan kunci miliknya, ia membuka pintu baru itu.
Suasana lengang di lantai tiga menyambut Irham. Ia berjalan tanpa prasangka ke kamarnya. Saat tangan Irham menjangkau handel pintu, terdengar suara-suara aneh dari dalam kamar. Rentetan lenguhan, pekikan tertahan, dan berbagai raungan. Ia lelaki dewasa. Sudah pasti tahu suara apa itu. Jantung Irham kram mendadak. Dengan siapa Ina di dalam?
Irham membuka pintu. Matanya terbeliak. Seketika dunia menjadi maya dan berkabut. Ia tidak bisa menerima pemandangan di atas kasur itu nyata.
"In! Ngapain kamu?!"
☆---Bersambung---☆
Hayoooh, Ina ketangkap basah ngapain dan sama siapa?
Komen please ...
😉😉😉
Mau hemat baca Love You Still sampai tamat nggak pake nungguin apdetan?
Ada 2 cara buat Sobat yang punya akun Karya Karsa:
1. Paket 30 hari: Cukup dengan Rp25.900,- Sobat dapat membaca LYS sampai tamat. Caranya: Pastikan Sobat semua menggunakan voucher senilai Rp. 20.000,- untuk pembelian "PAKET LOVE YOU STILL 30 HARI". KODE VOUCHER: love112023
2. Mau menyimpan Ina-Irham buat dibaca selamanya? Gunakan "PAKET LOVE YOU STILL SELAMANYA". Sementara nggak ada voucher untuk paket ini, ya, karena udah murah banget.
Pastikan beli koinnya lewat website Karya Karsa, ya, biar dapat harga paling murah.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top